BANGKAI puluhan kapal tua yang , porak-poranda di bibir Teluk
Tapian Nauli, Sibolga, Sumatera Utara, hari-hari ini seolah jadi
saksi bisu kekeliruan masa lampau. Mungkin tak banyak yang tahu
bahwa penjual mesin diesel dan pembuat kapal punya peranan cukup
besar dalam melahirsan puluhan bangkai tadi. Maklum, mesin
diesel merk Kubota, Yanmar, dan Mitsubishi yang dipakai paling
banter hanya tahan 4 bulan.
Karena sebab yang belum jelas, KUD Mina Makmur di Pandan, 12 km
dari Sibolga, yang mengatur kredit dari Bank Rakyat Indonesia
(BRI), menjual mesin diesel itu Rp 1,8 juta sekalipun harganya
di Medan hanya Kp 760 ribu. Oleh sejumlah nelayan, koperasi ini
dipersalahkan karena menjual kapal yang normalnya bernilai Rp
l,6 juta dengan harga Rp 2,3 juta. Sialnya lagi, kapal itu pun
cepat rusak.
Menurut catatan BRI Sibolga, dari 198 kapal yang mendapat
fasilitas kredit, hanya 57 kapal saja yang sehat - 46 rusak
berat dan 92 kapal tak diketahui di mana kuburnya. Akibatnya
memang fatal: Dari Rp 2 milyar kredit yang disalurkan, baru Rp
14 juta yang kembali ke BRI setempat. Nelayan sendiri tampaknya
tidak bisa sepenuhnya menanggung dosa itu. Sebab, pada mulanya
mereka, kata Tamo, seorang nelayan di sana, sesungguhnya tak
berminat meminta kredit. Apa boleh buat, karena dirangsang oleh
KUD Mina Makmur dia pun akhirnya minta kredit itu, "yang bisa
diperoleh dengan mudah tanpa agunan," kata nelayan beranak
delapan tadi.
Di Pekalongan cerita serupa juga terjadi. Tanpa diminta agunan,
89 bekas anak buah kapal trawl di sana langsung diberi kredit
dengan prosedur yang mudah. Yang diberikan KUD Nelayan Makarya
Mino, Pekalongan. ternyata kapal trawl bekas yang telah tua
dengan harga Rp 4 juta. Nelayan penerima kredit pun ternyata
masih harus mengeluarkan Rp 3,5 juta untuk ongkos naik dok,
modifikasi, dan perbaikan. Untuk membeli jaring gilnet, mereka
harus mengeluarkan Rp 4,5 juta. Dari kredit Rp 13,5 juta yang
seharusnya diterima, para nelayan itu ternyata hanya menerima
kotor kurang dari Rp 1 juta.
Celakanya, kapal tua itu cepat ambyar, terutama bocor di bagian
dudukan mesinnya. Getaran mesin diesel yang berdaya tarik kuat,
Yanmar 13 PK misalnya, diduga menjadi penyebab utamanya. Pada
akhirnya memang kapal-kapal itu, sesudah dibawa melaut 4 kali,
rusak berat. Kerusakan ini jelas menyebabkan nelayan penerima
kredit tadi tak bisa mengangsur utangnya. "Pembayaran angsuran
sudah lama macet," ujar Darminto, pimpinan BRI Pekalongan. Tapi
dia merasa belum perlu minta bantuan kejaksaan untuk menagih
utang itu. "Kami masih tahu peraturan kok," katanya.
Dari kredit Keppres No. 39 tahun 1980 yang sudah disalurkan
sampai Maret lalu sebanyak Rp 48,7 milyar, yang jadi tunggakan
bisa dipastikan meliputi Rp 9,1 milyar. Dana sebesar itu
kebanyakan macet di kapal-kapal yang rusak tubuh dan mesinnya,
hingga tak bisa diajak pergi melaut lagi.
Kendati demikian, menurut direktur utama BRI, Kamardy Arief,
tunggakan kredit sebesar itu "tidak bisa dipusokan (dihapuskan)
begitu saja." Sebab, untuk menghapuskan, perlu sejumlah
persyaratan berat, misalnya terlanda bencana sepeeti pada
Bimas Padi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini