Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kubur kapal di sibolga

Nelayan di sibolga dan pekalongan tidak bisa mengembalikan kredit dari bank rakyat indonesia. kapal yang dibeli dengan kredit keppres no.39/1980 lewat kud setempat ternyata rusak.(eb)

15 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANGKAI puluhan kapal tua yang , porak-poranda di bibir Teluk Tapian Nauli, Sibolga, Sumatera Utara, hari-hari ini seolah jadi saksi bisu kekeliruan masa lampau. Mungkin tak banyak yang tahu bahwa penjual mesin diesel dan pembuat kapal punya peranan cukup besar dalam melahirsan puluhan bangkai tadi. Maklum, mesin diesel merk Kubota, Yanmar, dan Mitsubishi yang dipakai paling banter hanya tahan 4 bulan. Karena sebab yang belum jelas, KUD Mina Makmur di Pandan, 12 km dari Sibolga, yang mengatur kredit dari Bank Rakyat Indonesia (BRI), menjual mesin diesel itu Rp 1,8 juta sekalipun harganya di Medan hanya Kp 760 ribu. Oleh sejumlah nelayan, koperasi ini dipersalahkan karena menjual kapal yang normalnya bernilai Rp l,6 juta dengan harga Rp 2,3 juta. Sialnya lagi, kapal itu pun cepat rusak. Menurut catatan BRI Sibolga, dari 198 kapal yang mendapat fasilitas kredit, hanya 57 kapal saja yang sehat - 46 rusak berat dan 92 kapal tak diketahui di mana kuburnya. Akibatnya memang fatal: Dari Rp 2 milyar kredit yang disalurkan, baru Rp 14 juta yang kembali ke BRI setempat. Nelayan sendiri tampaknya tidak bisa sepenuhnya menanggung dosa itu. Sebab, pada mulanya mereka, kata Tamo, seorang nelayan di sana, sesungguhnya tak berminat meminta kredit. Apa boleh buat, karena dirangsang oleh KUD Mina Makmur dia pun akhirnya minta kredit itu, "yang bisa diperoleh dengan mudah tanpa agunan," kata nelayan beranak delapan tadi. Di Pekalongan cerita serupa juga terjadi. Tanpa diminta agunan, 89 bekas anak buah kapal trawl di sana langsung diberi kredit dengan prosedur yang mudah. Yang diberikan KUD Nelayan Makarya Mino, Pekalongan. ternyata kapal trawl bekas yang telah tua dengan harga Rp 4 juta. Nelayan penerima kredit pun ternyata masih harus mengeluarkan Rp 3,5 juta untuk ongkos naik dok, modifikasi, dan perbaikan. Untuk membeli jaring gilnet, mereka harus mengeluarkan Rp 4,5 juta. Dari kredit Rp 13,5 juta yang seharusnya diterima, para nelayan itu ternyata hanya menerima kotor kurang dari Rp 1 juta. Celakanya, kapal tua itu cepat ambyar, terutama bocor di bagian dudukan mesinnya. Getaran mesin diesel yang berdaya tarik kuat, Yanmar 13 PK misalnya, diduga menjadi penyebab utamanya. Pada akhirnya memang kapal-kapal itu, sesudah dibawa melaut 4 kali, rusak berat. Kerusakan ini jelas menyebabkan nelayan penerima kredit tadi tak bisa mengangsur utangnya. "Pembayaran angsuran sudah lama macet," ujar Darminto, pimpinan BRI Pekalongan. Tapi dia merasa belum perlu minta bantuan kejaksaan untuk menagih utang itu. "Kami masih tahu peraturan kok," katanya. Dari kredit Keppres No. 39 tahun 1980 yang sudah disalurkan sampai Maret lalu sebanyak Rp 48,7 milyar, yang jadi tunggakan bisa dipastikan meliputi Rp 9,1 milyar. Dana sebesar itu kebanyakan macet di kapal-kapal yang rusak tubuh dan mesinnya, hingga tak bisa diajak pergi melaut lagi. Kendati demikian, menurut direktur utama BRI, Kamardy Arief, tunggakan kredit sebesar itu "tidak bisa dipusokan (dihapuskan) begitu saja." Sebab, untuk menghapuskan, perlu sejumlah persyaratan berat, misalnya terlanda bencana sepeeti pada Bimas Padi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus