Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kemenperin: Penjualan Alas Kaki Dalam Negeri Turun hingga 70 Persen

Kinerja industri alas kaki belum menunjukan tanda-tanda pemulihan.

11 Agustus 2020 | 08.56 WIB

Pembuatan sepatu kulit di Pusat Industri Kecil, Jakarta, 7 Mei 2018. Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang naik disebabkan karena naiknya produksi industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, sebesar 18,87 persen Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Pembuatan sepatu kulit di Pusat Industri Kecil, Jakarta, 7 Mei 2018. Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang naik disebabkan karena naiknya produksi industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, sebesar 18,87 persen Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kinerja industri alas kaki belum menunjukan tanda-tanda pemulihan. Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri menuturkan permintaan domestik nyaris tidak ada sama sekali pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kinerja industri masih ditopang oleh ekspor karena adanya penyelesaian kontrak sejak awal tahun. Namun, ujar Firman, permintaan pasar ekspor sudah mulai turun.

"Penurunan ekspor baru terasa pada pertengahan Mei hingga sekarang. Sekarang, kami sudah kehabisan order. Padahal, pada Januari-April masih ada pesanan (ekspor) masih banyak," ujar Firman kepada Tempo, Senin 10 Agustus 2020. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) Kemenperin Budi Susanto penjualan alas kaki dalam negeri tercatat turun hingga 70 persen. Menurut dia, industri ini berpotensi tidak bisa mempertahankan produksi karena daya beli yang menurun. "Berdasarkan survey globalisasi industri alas kaki, penurunan konsumsi alas kaki turun sebanyak 22,5 persen," ujar Budi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor produk alas kaki periode Januari-Juni 2020 sebesar US$ 2,49 miliar. Angka ini naik sebesar 13,49 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai US$ 2,19 miliar. Menurut Firman, pertumbuhan tersebut masih ditopang karena faktor pengiriman sisa pesanan tanpa penambahan utilisasi. Dengan faktor tersebut, Firman mengatakan kinerja ekspor masih memungkinkan positif hingga Agustus.

"Pertengahan Mei saja, perusahaan ekspor sudah banyak yang di-PHK (pemutusan hubungan kerja). Secara utilitas sudah jauh drop," ujar Friman.

Ketua Umum Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia (APKI) Budi Purwoko mengatakan industri kulit, baik kulit besar dan kecil. Budi mengatakan industri kulit besar, yaitu yang berasal dari kulit sapi untuk bahan baku sepatu paling terdampak karena hampir tidak produksi sama sekali. Padahal, rata-rata utilisasi produksinya mencapai 116 ribu lembar per bulan. Alhasil, hampir seluruh karyawan dirumahkan tanpa adanya pemutusan hubungan kerja.

"Bahan alas kaki anjlok selama pandemi. Kami berharap pemerintah membuat regulasi untuk mewajibkan aparatur sipil negara dan TNI-Polri menggunakan produk dalam negeri untuk meningkatkan produk dalam negeri," ujar Budi.

LARISSA HUDA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus