Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono mengatakan pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi yang cukup tinggi hingga 20 persen harus diikuti oleh kualitas rumah yang dijual. Di sisi lain, Kementerian PUPR juga bertanggung jawab melindungi konsumen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Basoeki menilai pertumbuhan KPR harus dibarengi dengan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, mulai sanitasi, air bersih, hingga kualitas rumahnya. “Apalagi bila menyangkut KPR subsidi, saya berwenang. Saya bertanggung jawab untuk mengawasi karena ada uang negara di situ,” kata Basoeki, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Ahad, 4 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan, untuk meningkatkan pengawasan rumah bersubsidi, Kementerian PUPR sudah menyiapkan rancangan Peraturan Menteri PUPR, yang diharapkan rampung dalam waktu dekat dan bisa dilaksanakan tahun ini. “Spesifikasi teknis rumah layak huni sudah ada, namun implementasi dalam pembangunan rumahnya memerlukan peningkatan pengawasan,” ucapnya.
Kementerian PUPR juga menyalurkan bantuan pembiayaan perumahan melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), subsidi selisih bunga (SSB), dan subsidi bantuan uang muka (SBUM). Selama tiga tahun (2015-2017), Kementerian PUPR berhasil mencapai 527.941 unit dalam penyaluran FLPP dan SSB serta 282.729 unit SBUM.
Basoeki menjelaskan, pada 2018, subsidi FLPP dan SSB dialokasikan untuk 267 ribu unit dan SBUM 267 ribu unit rumah. Dia menyebut, untuk FLPP, pihaknya melalui Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP), Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan, pada 2018 akan menyalurkan KPR subsidi melalui bank pelaksana sebesar Rp 4,5 triliun. KPR subsidi tersebut terdiri atas Rp 2,2 triliun dari DIPA dan Rp 2,3 triliun dari optimalisasi pengembalian pokok untuk 42.326 unit rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Basoeki mengatakan, pada 2018, terdapat 40 bank pelaksana, yang terdiri atas 6 bank nasional dan 34 bank pembangunan daerah (BPD). Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun 2017, yang hanya berjumlah 33 bank.
Dia menegaskan keberhasilan penyaluran KPR subsidi FLPP tidak hanya diukur dari besarnya kredit yang tersalurkan, tapi juga harus dilihat kualitas rumah subsidi yang dibangun pengembang, sehingga keluhan konsumen bisa direspons dengan baik.