Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kerlingan Pengusaha Inggris

Pertemuan bisnis Inggris-Indonesia. Pertemuan ini dihadiri oleh pengusaha Indonesia & Inggris membicarakan investasi Inggris di Indonesia. Pusat informasi dagang akan dibuka di Jakarta.

17 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN wajah berseri-seri Menpan/Wakil Ketua Bappenas Sumarlin mendampingi tamunya Menteri Perdagangan Inggris Peter Rees naik eskalator menuju Grand Ball Room, Hotel Mandarin Jakarta, Selasa pekan lalu. Hari itu, kedua pejabat tersebut akan berbicara tentang kebijaksanaan perdagangan dan penanaman modal masing-masing negara di depan peserta Pertemuan Bisnis Inggris-Indonesia. Pertemuan itu dihadiri lebih 100 pengusaha Indonesia dan 60 pengusaha Inggris yang ikut mendampingi Rees dalam kunjungan pertamanya ke Indonesia. Acara ini diselenggarakan Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) bekerjasama dengan BKPM dan dua perusahaan terkemuka Inggris. Ultramal dan Arbutnoth Latham. Pertemuan seperti ini jugalah yang dihadiri rombongan Sumarlin yang terdiri dari--sejumlah pejabat dan 30 pengusaha Indonesia--ketika mereka mampir di Inggris empat bulan lalu, dalam suatu perlawatan ke berbagai negara di Eropa, AS dan Kanada. Kini, bersama Ketua BPEN dan BKPM, Sumarlin menjadi tuan rumah bagi rombongan Rees. Konon, jumlah rombongan dari Inggris itu merupakan yang terbesar yang pernah datang ke Indonesia. "Mereka langsung dari negerinya ke Jakarta. Tak pakai mampir di negara lain lebih dulu," kata seorang pejabat BKPM bangga. Romhongan ini memang tidak mampir ke Malaysia, yang hubungan dagangnya dengan Inggris belakangan ini agak terganggu. Jika ini benarr bisa disebut suatu surprise buat Sumarlin. Apa misi rombongan Rees yang besar itu? "Agar tak ada keraguan terhadap keseriusan pemerintah dan pihak swasta kami dalam mempererat hubungan dengan negeri ini," kata Rees di pertemuan bisnis itu. Ia menjelaskan, sekarang ini pemerintah telah melakukan berbagai perubahan kebijaksanaan di bidang ekonomi guna memungkinkan perusahaan Inggris mampu bersaing di luar negeri. Antara lain, katanya, pengurangan beban pajak pribadi, penghapusan terhadap pengawasan kegiatan bursa dan mengakhiri pengawasan terhadap harga dan dividen. "Jadi, Saudara Menteri, saya kira anda bisa beristirahat dengan tenang setelah mengetahui bahwa The Royal Wedding ternyata bukanlah satu-satunya berita baik yang keluar dari Inggris tahun ini," kata Rees sambil melirik Sumarlin dan tersenyum lebar. Memang tampaknya ada minat dan kesempatan buat pengusaha Inggris sekarang untuk menanam modal ke luar negeri: Frans Seda, ketua Komisi Kerjasama Inggris-Indonesia mengatakan komisi yang dipimpinnya sudah membicarakan hal itu dalam upaya meningkatkan hubungan dagang swasta antar kedua negara. "Kami sudah bicara blakblakan. Kini, mereka sudah mengerti kebijaksanaan pemerintah," ujar Seda. Ada tiga bidang yang katanya sudah dibicarakan dengan rombongan Inggris itu. Yakni, masalah kerjasama dalam bentuk patungan, soal investasi asing di Indonesia serta perdagangan langsung antar kedua negara dan promosi ekspor di kedua negara. "Untuk kelancaran semua tugas tersebut, sudah diputuskan untuk mendirikan Pusat Informasi Dagang yang nantinya berkantor di kantor pusat Kadin," kata Seda. Dengan pusat informasi itu kedua belah pihak diharapkan lebih cepat mengetahui perkembangan perdagangan di negara patner masing-masing. Tapi itu jelas belum merupakan suatu jaminan bisa mengubah neraca dagang yang sejak sepuluh tahun terakhir ini tetap menunjuk saldo negatif buat Indonesia. "Kita harus berusaha memanfaatkan pengusaha Inggris untuk kepentingan kita," ujar Seda. Langsung Balas Secara resmi hubungan dagang Indonesia-Inggris dimulai dengan Agieed Minutes yang ditandatangani 29 Maret 1950 dan setiap tahun diperbarui. Tapi perkembangannya dari tahun ke tahun tetap saja menunjukkan saldo negatif buat Indonesia. Tahun 1972, misalnya ekspor Indonesia ke Inggris bernilai 23 juta US dollar sementara impor: 67 juta. Angka ini setiap tahun meningkat. Tahun 1980 ekspor tercatat: 76 juta US dollar dan impor: 105 juta. Dua tahun lalu hubungan dagang kedua negara agak terganggu tatkala Inggris memotong kuota impor garmen dari Indonesia Pemerintah Indonesia langsung membalas dengan mengalihkan beberapa kontrak dagang dari lnggris ke negara lain. PM Tatcher waktu itu mengakui aksi balasan Indonesia itu memukul keras Inggris, hingga dia segera mengirim menteri perdagangannya untuk membujuk Indonesia. Sampai 1980 Inggris masih tercatat sebagai salah satu anggota IGGI yang memberikan bantuan sebesar US$ 26 juta untuk periode 1979/1980. Di samping itu sampai tahun 1979 tercatat sebanyak 43 proyek PMA Inggris yang beroperasi di Indonesia dengan investasi sebesar US$ 95,9 juta. Salah satu di antaranya adalah PT Dunlop Indonesia. Pabrik ban dan berbagai jenis barang konsumsi seperti raket, bola tenis dan bulutangkis serta sepatu itu sudah beroperasi sejak 1928. Perusahaan itu memiliki anak perusahaan: PT Dunlopillo Indonesia sejak Januari 1978. Kini perusahaan ini sedang menyiapkan sebuah proyek: pabrik ban kendaraan khusus bernilai US$ 150 juta di Cilegon bekerjasama dengan PT Intirub--pesero milik pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus