Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kesulitan galadari

Kekayaan abdul wahab galadari di dubai, arab saudi disita pemerintah setempat. dikhawatirkan kekayaannya di wisma development pte. ltd, kontraktor pembangunan gedung kedubes ri di singapura disita. (eb)

18 Februari 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KONTRAKTOR pembangunan gedung kedutaan besar Indonesia di Singapura, Wisma Development Pte. Ltd., hari-hari ini sedang dipergunjingkan kalangan bankir di sana. Pokok pembicaraan: Kesulitan keuangan yang dihadapi Abdul Wahab Galadari, pemegang saham mayoritas (55%) di perusahaan patungan ltu. Gara-garanya orang in dianggap melanggar ketentuan perbankan di Uni Emirat Arab (UEA), sejumlah kekayaan miliknya seperti Hyatt Regency Hotel dan Galadari Galleria di Dubai, telah ditempatkan di bawah pengawasan pemerintah negeri Teluk itu. Kalangan bankir di Singapura khawatir dalam waktu dekat ini kekayaan Galadari di Wisma Dcvelopment juga akan ditempatkan dl bawah pengawasan pemerintah itu. Kalau tindakan itu benar terjadi, menurut seorang pejabat Bank of Tokyo, Singapura, seluruh utangnya yang US$ 150 juta bisa-bisa bakal tak kembali pada bank-bank pemberi kredit. Padahal, baru akhir November 1983, kredit sindikasi yang pengumpulan dananya diatur Bank of Tokyo (BOT) dan Hong Leong Einance itu diberikan pada Wisma Development. "Kami sudah bertanya ke Abu Dhabi apakah Galadari masih berhak atas kekayaannya di Singapura," kata Deiabat BOT. "tapi hingga kini belum ada jawabannya." Kesulitan keuangan Galadari mulai terungkap, November lalu, ketika dia bersama sejumlah pendiri Union Bank of the Middle East (UBME) Dubai, mendadak mengundurkan diri sebagai direksi lembaga keuangan itu. Dia memang harus mundur setelah Bank Sentral UEA memerintahkan agar selambat-lambatnya bulan itu dia mengembalikan pinjamannya sekitar US$ 270 juta yang diperolehnya dari bank itu. Tapi sampai batas akhir, Galadari, yang mendirikan UBME pada 1977, tak bisa memenuhi perintah Bank Sentral tadi. Menurut penelitian Bank Sentral, pinjaman Galadari itu jumlahnya ternyata sama dengan 30% dari seluruh kredit yang diberikan UBME. Padahal, menurut ketentuan perbankan di sana, sebuah lembaga keuangan tak diperbolehkan memberikan kredit 5% dari modal-ditempatkan kepada seorang anggota direksi, atau 25(/o dari modal kepada seluruh direksi - sekalipun di situ Galadari punya saham 46%. Pemegang saham lain di bank itu adalah Abdul Rahim dan Abdul Latief, saudara sekandungnya sendiri. Galadari mulai menghadapi kesulitan keuangan, sesudah pemerintah UEA mendadak menunda pembayaran kontrak semua proyek yang ditangani pengusaha itu. Entah dengan cara bagaimana Galadari bisa memaksa UBME agar memberikan sejumlah dana sebagai kompensasi atas penundaan pembayaran kontrak-kontrak pemerintah itu. Tak lupa juga dia dikabarkan memakai dana bank ini untuk membiayai pelbagai proyeknya di Singapura. Tapi tindakan itu ternyata malah menjerumuskannya. UBME, juga sejumlah kekayaannya di Dubai, akhirnya diambil alih Bank Sentral. Toh sementara itu, A.W. Galadari Holdings dan saham Galadari di pelbagai perusahaan masih tetap utuh. Kendati tindakan pemerintah UEA belum tentu akan menjangkau Wisma Development, kalangan bankir di Singapura toh tetap merasa waswas. BOT sendiri sudah mendapat jaminan dari Galadari Investment Pte. Ltd., yang mewakili kepentingan Galadari di Wisma Development, bahwa pengambilalihan itu tak akan merembet ke Smgapura. Kalau pun itu terjadi, ujar Gary Botha, direktur Galadari, logikanya, saudaranya akan turut membantunya. "Kami sedang mencoba memperjelas keruwetan mengenai laporan kesulitan Galadari di Dubai," katanya lagi. Pihak PT Ustraindo, Jakarta, yang mempunyai saham 45% di Wisma Development berkeyakinan serupa. Praptonc H. Hupojo, direktur utama Ustraindo, berpendapat bahwa pengambilalihan tidak akan sampai ke Singapura. Sebab, katanya keributan yang terjadi di Dubai hanya merupakan persoalan A.W. Galadari dengan pemerintah UEA. Kalau toh akan terjadi pengambilalihan, katanya, Abdul Rahim, kakak Abdul Wahab Galadari, salah satu dari 12 banki terkaya di dunia, tidak akan sulit menolong mengatasi kesulitan itu. "Saya sendiri mimggu lalu baru saja bicara dengan Abdul Wahab, dan di kedengarannya sehat-sehat saja," ujar Praptono. Tapi The Asian Wall Street Journal awal pekan ini memberitakan bahwa Abdul Wahab sempat mendekam beberapa minggu di penjara, dan kini berada dalam status tahanan kota. Kekayaannya ini di Singapura ditaksir meliputi US$ 200 juta sampai 250 juta. Dia juga pemilik Kevin House di Orchard Road. Di kawasan bisnis itu, melalui Wisma Development, pengusaha ini sedang menyelesaikan pembangunan pusat perkantoran di atas tanah 10.000 meter persegi, bekas kantor kedubes RI. Perusahaan patungan ini juga sedang menyelesaikan pembangunan gedung baru kedubes RI yang bernilai S$ 54,5 juta. Pemerintah tidak perlu khawatir, "semua kewajiban Wisma Development tetap akan dipenuhi," ujar Praptono, kepada TEMPO, memberi jaminan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus