BANYAK yang heran ketika nama Brucc Rappaport kembali muncul di koran-koran Jakarta pekan lalu. Enam tahun lalu, nama pengusaha tanker internasional yang berkantor pusat di Jenewa itu menjadi topik yang hangat, paling tidak selama dua tahun, karena telah melilit Pertamina dalam utang milyaran dolar, pada masa Ibnu Sutowo menjadi direktur utamanya. Tapi pada 11 Agustus 1977, dalam suatu konperensi pers di Jakarta, Menteri Radius Prawiro dan Sumarlin - yang oleh Presiden Soeharto ditugasi menangani kasus utang sewa-beli sejumlah tanker samudra itu menyatakan bahwa sudah tercapai kesepakatan dengan Rappaport. Maka, kontrak sewa-beli 15 tanker samudra yang bernilai US$ 1,55 milyar, seluruhnya berbobot mati 1,4 juta ton, antara Pertamina dan kelompok Rappaport pun dibatalkan. Tapi Pertamina diwajibkan membayar US$ 150 juta dalam tempo tiga tahun. Kelompok Rappaport itu pun, dengan perjanjian ini, bersedia mengembalikan 1.600 Iembar promissory notes (surat perjanjian untuk membayar) yang berjumlah US 1.2 mllyar Iebih. Surat pernyataan utang itu tadinya ditandatangani dr. Ibnu Sutouo, menurut kesaksian tertulisnya di pengadilan New York, sekadar untuk nembantu Rappaport dalam menenteramkan rekan-rekan bisnisnya. Sebaliknya, Bruce Kappaport telah meggunakannya sebagai alat ampuh melawan Pertamina. Lalu, mengapa masih terjadi perundingan dengan kelompok Rappaport pada pertengahan Desember, yang mencapai puncaknya pada 24-25 Januari lalu di Jenewa seperti dikatakan direktur utama Pertamina Joedo Sumbono, selepas melapor kepada Presiden, pekan lalu? Menurut Joedo, kelompok Inter Maritime Management, yang diketuai oleh Bruce Rappaport, telah menyetujui suatu penyelesaian secara "tuntas" (once for all settlement), menyangkut sengketa tanker yang berlangsung sejak tahun 1975 itu. Pihak IMM, menurut Joedo Sumbono bersedia mengembalikan 31 lembar promissory notes untuk seua-beli 30 kapal suplai yang seluruhnya bernilai US$ 12 juta. Mereka juga mengembalikan 100 saham Pertamina pada Warukin Corporation, 1OO saham Pertamina dalam Pertamina Shipping Corp, enam surat jaminan hipotek untuk enam hapal, dan satu surat serupa untuk kapal Pertamina Sanudra XIV. dan membubarkan perusahaan Dumai Dockyard Ltd. Hong Kong. Direktur utama Pertamina selanjutnya mengatakan, pihak IMM juga mencabut semua tuntutan, baik yang di pengadilan Simgapura maupun di pengadilan New York dalam sengketa empat kapal tanker yang disewa-beli oleh Pertamina. serta mencabut tuntutannya atas Dumai Dockyard, dan lain-lain lagi. Menurut Joedo Sumbono, tuntutan yang semula bernilai US$ 12 juta unnlk biaya carter, dapat ditekan hingga hanya US$ 5 juta. Ketua Bappenas J.B. Sumarlin, dalam suatu keterangan kepada (TEMPO), Senin lalu, membenarkan nasalah penyelesaian tuntas itu. "Itu terutama menyangkut sewa-beli sejumlah tanker dalam negeri, yang dulu memang belum dibicarakan," katanya. Instruksi Presiden No 17 tahun 1975 ketika itu menugasi Menpan Sumarlin dan Menteri Perdagangan Radlus Prawiro mengurusi sengketa tanker samudra saja. "Baru setelah itu, Pertamina mencari penyelesaian selanjutnya, dan tim Inpres 17 membantu dari belakang," kata Sumarlin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini