Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penolakan terhadap kenaikan PPN 12 persen dilakukan sejumlah anak-anak muda melalui unjuk rasa langsung dan juga petisi, Kamis, 19 Desember 2024. Mereka menilai aturan yang mulai berlaku 1 Januari 2025 itu memberatkan rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ratusan orang dari beberapa organisasi dan kelompok melakukan unjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, pada pukul 14.00. Mereka terdiri atas mahasiswa, K-popers dan beberapa elemen lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Antara, pendemo berkumpul dari Taman Aspirasi di halaman Plaza Barat Laut Monumen Nasional (Monas), Gambir, Jakarta Pusat.
Mereka membawa poster, di antaranya bertuliskan "Kalo PPN naik, berarti harga barang bakal naik, otomatis pengeluaran ikut naik, gaji jadi ga cukup lagi". Poster lain berbunyi: "Ketua Serikat Gen Z tolak kenaikan PPN 12 persen". Beberapa pengunjuk rasa membawa lampu tangan "lightstick".
Seratusan pendemo mencoba berjalan menuju Kantor Sekretariat Negara untuk menyerahkan petisi warga yang menolak kenaikan PPN 12 persen.
Namun, polisi tampak berjaga memastikan massa tidak masuk ke dalam Kantor Sekretariat Negara.
"Saya tidak setuju kenaikan PPN 12 persen, 11 persen aja sudah mencekik apalagi 12 persen, makin diperas intinya itu," kata salah satu pengunjuk rasa bernama Ikrar W, 25 tahun, asal Semarang.
Menurut Ikrar, berapapun kenaikannya akan tetap memberatkan masyarakat karena berpengaruh terhadap kenaikan harga.
"Harga pasti naik meskipun hanya satu persen. Pasti akan berpengaruh dengan adanya PPN 12 persen yang cekik. Harapannya pasti maunya dicabut 12 kalo bisa 11 persen atau syukur-syukur turun jadi 10 persen, kan bisa aja," ucap Ikrar.
Pendemo lain bernama Sekar Ayu, 20 tahun, asal Bekasi menyebut dirinya mengikuti aksi ini untuk kepentingan dirinya dan teman-teman K-popers lainnya.
"Alasan ikut demo supaya harga konser tidak naik kak. Kita kalau tidak naik aja konser udah Rp4 juta, apalagi naik bisa Rp4 juta lebih dong. Kan jadi sedih," ujar Sekar kepada Antara.
Kepolisian mengerahkan 820 personel gabungan guna mengamankan aksi menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di Istana Negara, Jakarta Pusat. Para pengunjuk rasa tetap menggelar aksi, meskipun Presiden Prabowo sedang kunjungan ke Mesir
Personel gabungan tersebut dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, TNI, Pemda DKI dan instansi terkait.
Petisi Tembus 124 Ribu Penanda Tangan
Sebanyak 124 ribu lebih orang telah menandatangani petisi yang ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto agar membatalkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di laman change.org sampai Kamis, 19 Desember 2024, pukul 17.20 WIB.
Petisi tersebut diinisiasi oleh Bareng Warga dengan judul 'Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!'. Mereka juga menggunakan tagar #PajakMencekik dan #TolakKenaikanPPN.
Dalam petisi tersebut dikatakan bahwa menaikkan kembali PPN adalah kebijakan yang dapat memperdalam kesulitan masyarakat.
Mereka menilai bahwa efek kebijakan tersebut dapat membuat harga berbagai kebutuhan naik di tengah perekonomian masyarakat yang belum baik.
“Di soal pengangguran terbuka misalnya, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, angkanya masih sekitar 4,91 juta orang. Kemudian dari 144,64 juta orang yang bekerja, sebagian besar atau 57,94 persen bekerja di sektor informal. Jumlahnya mencapai 83,83 juta orang,” tulis petisi tersebut.
Mereka juga menyinggung soal upah yang masih terdapat masalah. Dengan mengutip data BPS per bulan Agustus, sejak 2020 upah pekerja semakin mepet dengan rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP). Mereka juga menilai UMP sebagai acuan pendapatan yang layak patut diragukan.
Terlebih, mereka juga menilai bahwa naiknya PPN dapat mempengaruhi daya beli. Lantaran sejak Mei 2024 daya beli sudah menurun, dan jika PPN terus dipaksakan naik, maka daya beli akan “terjun bebas”.
Atas alasan-alasan tersebut, Bareng Warga minta Pemerintah membatalkan kenaikan PPN yang tercantum dalam UU HPP.
“Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membesar dan menyebar ke mana-mana,” tulis petisi tersebut.
Andry Triyanto Tjitra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor Ada Diskon Listrik 50 Persen, Bisakah Pelanggan Prabayar Menimbun Token?