Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menyalip dari Transaksi Jalanan
Dalam sekejap, Go-Pay melesat ke posisi empat besar sistem pembayaran digital. Menjaga loyalitas konsumen dan pengemudi melalui beragam insentif.
YUSUF Pandiangan butuh waktu 17 tahun untuk mewujudkan impiannya memiliki rumah sendiri. Merantau sejak tahun 2000 ke Ibu Kota, keinginan lelaki asal Riau ini memiliki rumah selalu mengalami kendala urusan administrasi perbankan. Tapi, dua bulan lalu, pengemudi Go-Jek ini menjadi salah satu pelamar yang lolos memperoleh fasilitas kredit hunian murah dari Bank Tabungan Negara.
Sebelum bergabung dengan Go-Jek pada Agustus 2015, pekerjaan Yusuf, 45 tahun, tak menentu. Walhasil, dia tak pernah memiliki cukup uang yang bisa disetor sebagai uang muka. Padahal itu adalah salah satu syarat pengajuan kredit pemilikan rumah ke bank. Persoalan lain, Yusuf kesulitan mengajukan kredit karena tak memiliki rekening sebagai sumber pemeriksaan bank sentral atas riwayat keuangannya.
Angin segar menghampiri Yusuf. Sejak menjadi pengemudi Go-Jek, ia memiliki akun uang elektronik Go-Pay. Bank Indonesia menjadikan catatan transaksi di dompet digital itu sebagai sumber pemeriksaan. Walhasil, persoalan riwayat transaksi keuangannya terpecahkan. "Meski awalnya sempat tidak familiar, ternyata menggunakan Go-Pay banyak manfaatnya, seperti mencicil rumah," kata bapak tiga anak ini kepada Tempo, Kamis akhir Juni lalu.
Kini Yusuf hanya perlu membereskan urusan uang muka. Soal ini, ia pun tak menemukan kesulitan. Sebab, cicilan duit panjar rumah itu juga bisa memanfaatkan Go-Pay. Menurut Yusuf, angsuran uang muka bisa dipotong dari akun Go-Pay yang menyimpan penghasilannya dari mengojek setiap hari.
Yusuf hanya kena potongan uang muka sebesar Rp 42 ribu per hari selama tujuh bulan. Hitungan itu untuk rumah dengan pilihan Yusuf di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, bertipe 25/60 seharga Rp 141 juta. "Sama sekali tidak terasa," ujarnya. Bahkan Yusuf mengaku masih bisa membawa pulang uang rata-rata Rp 200 ribu setiap hari.
Sementara Yusuf memanfaatkan Go-Pay untuk cicilan kredit rumah, lain halnya dengan Agus Priyadi. Pengemudi Go-Jek ini menggunakan akun uang elektroniknya untuk membayar premi asuransi jiwa. "Saya tidak perlu repot-repot membayar setiap bulan dengan jumlah yang besar ke bank," kata Agus, Kamis akhir Juni lalu. "Premi asuransi saya tinggal dipotong dari Go-Pay setiap hari."
Untuk program asuransi jiwa, preminya hanya Rp 3.200 per kepala per hari. Dengan penghasilan mengojek rata-rata Rp 300 ribu per hari, Agus tak ragu-ragu mendaftarkan enam anggota keluarganya sekaligus. "Sudah saya manfaatkan saat istri harus dirawat inap karena sakit tifus beberapa bulan lalu," ucapnya. "Saya tidak membayar apa-apa."
Selain kemudahan menyetor premi asuransi, Go-Pay membuat lelaki kelahiran Jakarta ini terbiasa menabung. Sebelumnya, rekening bank bukan sesuatu yang penting bagi Agus. Ia mengaku pernah memiliki akun di sebuah bank, tapi tak aktif lantaran jarang bertransaksi. "Sekarang dapat uang tidak langsung habis karena disimpan di Go-Pay," ujarnya. "Kalau butuh, tinggal dicairkan. Prosesnya pun cepat."
Masyarakat yang belum tersentuh layanan jasa keuangan alias unbanked people memang menjadi target utama Go-Jek sejak meluncurkan Go-Pay pada April tahun lalu. Dengan jumlah banked people hanya 15-20 persen, kue bisnis dari kelompok unbanked masih sangat besar. Yang dibidik bukan hanya masyarakat sebagai calon konsumen, tapi juga pengemudi sebagai mitra perusahaan. "Pendekatan kami ke arah banyaknya masyarakat yang masih belum tersentuh layanan jasa keuangan," kata Go-Pay Strategic Partnership Manager Vincent saat ditemui di kantor pusat Go-Jek, Rabu dua pekan lalu.
Untuk menggencarkan penggunaan Go-Pay sebagai salah satu alternatif alat pembayaran, perusahaan memilih model stock value alias prepaid. Sebab, menurut Vincent, pendekatan uang elektronik menggunakan kartu--yang dilakukan lebih dulu oleh kompetitor uang elektronik dari perbankan ataupun layanan jasa transportasi lain--tak cukup berhasil menggaet konsumen. "Buktinya, ada kompetitor yang semula hanya bisa pakai kartu, akhirnya membolehkan penggunaan uang tunai," ujar Vincent.
Tak hanya itu, Go-Pay pun melakukan pendekatan yang berbeda untuk mengambil pasar yang belum tersentuh jasa keuangan ini. Ketika kompetitor hanya menggunakan sarana transfer via rekening bank, Go-Pay memberikan pilihan top up menggunakan uang tunai melalui pengemudi Go-Jek. Apalagi perusahaan ini diuntungkan oleh jumlah pengemudi yang kini mencapai 250 ribu orang. "Kami punya pendekatan yang tepat ke pasar, makanya pertumbuhan bisa dikelola tetap tinggi," kata Vincent.
Menurut riset lembaga survei JakPat pada Desember 2016, persentase penggunaan Go-Pay di Indonesia telah mencapai 27,1 persen. Pencapaian ini menjadikan dompet digital yang meluncur sejak April 2016 ini masuk empat besar pasar sistem pembayaran elektronik. Di tempat pertama hingga ketiga, secara berurutan adalah Mandiri e-Money (43,8 persen), BCA Flazz (39,1 persen), dan Telkomsel Tcash (29,1 persen).
Riset berjudul The Future of Digital Cash itu menyebutkan Go-Pay memiliki daya tarik dibanding uang digital lain lantaran konsumen bisa menggunakan pembayaran beragam jenis layanan. Tak hanya buat kebutuhan transportasi Go-Ride, Go-Pay memanjakan konsumen dengan layanan kurir instan Go-Send, pemesanan makanan Go-Food, dan belanja Go-Mart. Walhasil, pelanggan Go-Pay kini mencapai lebih dari separuh transaksi Go-Jek. Tanpa membeberkan angka gamblangnya, Vincent hanya menyatakan bahwa aplikasi ini diunduh hampir 40 juta kali setiap saat.
Tak hanya agresif meningkatkan penggunaan Go-Pay melalui potongan harga, perusahaan juga memperluas layanan uang elektronik ini sampai kemudahan mentransfer uang antarpemilik akun Go-Jek. Perusahaan ini juga memunculkan layanan penarikan uang (withdrawal). Semua catatan transaksi bisa diakses dari aplikasi yang sama sehingga, "Intinya, kami ingin menciptakan ekosistem yang memotivasi orang untuk terus punya alasan menggunakan Go-Pay," ujar Vincent.
Kegesitan Go-Pay menguasai pasar sistem pembayaran sudah terbaca. Dalam Indonesia Digital Innovation for Financial Industry awal Juni lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan Go-Pay termasuk layanan keuangan digital yang paling ekspansif yang bisa menggerus fungsi perbankan dan menyalip posisi sistem pembayaran lain. Indikatornya, hanya dalam kurun dua tahun, Go-Jek memiliki kapitalisasi pasar sebesar US$ 1 miliar. "Go-Jek akan mendapatkan future value dari Go-Pay," kata Rudiantara.
Meski Go-Pay diprediksi terus melesat, layanan sistem pembayaran elektronik lain tak khawatir. Tcash, misalnya, punya keandalan dalam layanan isi ulang pulsa. VP MFS Operations PT Telkomsel Rudy Hamdani mengatakan, walaupun Go-Pay memiliki layanan serupa, Telkomsel sebagai perusahaan operator telekomunikasi semestinya memiliki kelebihan dari sisi kemudahan. "Masing-masing punya unique positioning dan akan terus kami kembangkan," ucapnya Selasa dua pekan lalu.
Namun, menurut Rudy, Tcash tentu tak hanya bermain di isi pulsa. Ke depan akan ada layanan yang beririsan antarpemain uang elektronik. Tapi kompetisi utamanya bukan itu, melainkan masih kentalnya budaya penggunaan uang tunai. "Pesaing utama tetap uang tunai. Jadi untuk apa meributkan siapa paling besar di sistem pembayaran karena masih banyak orang yang pakai tunai," ujarnya.
Adapun Grab, lewat GrabPay Credits, tetap optimistis menjadi platform uang elektronik nomor satu yang paling banyak digunakan konsumen di Asia Tenggara dalam lima tahun mendatang. Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, sejak diluncurkan pada Januari 2016, ada pertumbuhan sebesar 80 persen dalam pembayaran nontunai secara month-on-month. "Kami telah menjadi pemimpin pasar dalam industri transportasi di Indonesia dengan pangsa pasar lebih besar 20 persen dibanding kompetitor utama," kata Ridzki melalui surat elektronik, Kamis akhir Juni lalu.
Ayu Primasandi
Menurut Go-Pay Strategic Partnership Manager Vincent, pendekatan uang elektronik menggunakan kartu--yang dilakukan lebih dulu oleh kompetitor uang elektronik dari perbankan ataupun layanan jasa transportasi lain--tak cukup berhasil menggaet konsumen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo