Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Kini Terpuruk, Kemenperin Proyeksikan Pasar Ekspor Industri Tekstil 2024-2028 Tumbuh 3,17 Persen

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksikan pasar ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki akan tumbuh sebesar 3,17 persen pada 2024 hingga 2028. Sedangkan pasar ekspor pakaian jadi diproyeksikan akan tumbuh sebesar 2,81 persen.

16 November 2024 | 18.39 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksikan pasar ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki akan tumbuh sebesar 3,17 persen pada 2024 hingga 2028. Sedangkan pasar ekspor pakaian jadi diproyeksikan akan tumbuh sebesar 2,81 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri Kemenperin, Andi Rizaldi, menilai ekspor itu akan mendatangkan pendapatan hingga USD 798,4 miliar pada 2028. Di antara berbagai kawasan, ia menilai Asia akan menjadi pasar terbesar ekspor tekstil dari Indonesia. “Saat ini, Korea Selatan menjadi negara tujuan ekspor TPT yang menduduki urutan ketiga setelah Amerika Serikat dan Jepang, dengan nilai ekspor tahun 2023 sebesar USD492,77 juta, dengan pangsa pasar 4,24 persen,” kata Andi melalui keterangan tertulis, Sabtu, 16 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Potensi pasar ekspor TPT nasional ke Korea Selatan saat ini terus meluas. Andi mengatakan, kondisi ini perlu disambut positif para pelaku industri. Mereka dapat terus mengembangkan produk-produk lokal yang mampu memenuhi permintaan buyer internasional.

Andi berujar, Kemenperin terus mendorong industri TPT untuk memperluas akses pasarnya ke negara-negara nontradisional yang potensial. Kemenperin juga memfasilitasi industri TPT dapat memanfaatkan perjanjian kerja sama perdagangan yang saat ini telah terjalin dengan berbagai negara.

Namun, potensi itu tak selaras dengan kondisi industri tekstil dalam negeri yang saat ini belum membaik. Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Emelia Yanti Siahaan mengatakan sudah sekitar dua tahun pabrik tekstil tutup karena merosotnya pasar ekspor. Padahal industri tekstil nasional masih didominasi perusahaan-perusahaan yang bergantung pada pasar ekspor.

Ketergantungan sektor tekstil Indonesia terhadap pasar global inilah yang kemudian membuat industri makin ringkih. Karena itu, Emilia berharap pemerintah bisa menjadikan produk tekstil lokal lebih mandiri dengan menjamin daya saingnya di dalam negeri.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia Redma Gita Wirawasta menyatakan tanda-tanda kejatuhan industri tekstil sudah muncul dalam dua tahun terakhir. Namun pemerintah cenderung membiarkan kondisi ini berlangsung tanpa mengupayakan perbaikan yang signifikan.

Redma pun menuding akar masalah bangkrutnya perusahaan-perusahaan tekstil adalah banjir barang impor ilegal di pasar domestik. Karena itu, pemerintah dinilai perlu secara tegas menangani masalah penyelundupan serta menindak pihak-pihak yang terlibat, baik importir maupun pejabat yang bertanggung jawab memeriksa barang impor yang masuk ke Indonesia.

Riani Sanusi Putri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus