Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LUKMAN Isa, 45, bekas wartawan, pernah mengidap "dendam kesumat". Ketika menghadiri seminar mengenai protein di Tokyo, lima tahun lalu, ia mendengar bahwa pada 1950, Jepang dan Israel telah "mencuri" bibit ikan emas dan dasar-dasar pemeliharaannya dari para petani Singaparna, Tasikmalaya. "Kini mereka unggul dalam produksi ikan air deras. Modal mereka besar, teknologinya pun tinggi," ujar bekas pemimpin umum mingguan Mimbar Demokrasi yang pernah terbit di Bandung itu. "Saya jadi panas hati karena keberhasilan itu berkat mereka belajar dari petani kita," tambahnya. Sekarang produksi ikan air deras Israel 180% per bulan. Artinya, perkembangan berat ikan selama sebulan dari 1 ons menjadi 2,8 ons (180%) -ukuran yang lumrah dipakai di dunia internasional. "Sementara Jepang 137%, Indonesia baru 124%," ujar direktur PT Sundawening Agricultural itu. Pulang dari Tokyo, Lukman, yang juga pernah duduk sebagai pengurus pusat Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) itu, mengunjungi peternakan ikan air tawar di beberapa negara Eropa, juga Israel, Jepang, Korea, dan Taiwan. Timbul gagasannya membuka kolam ikan yang lebih besar dari yang ia saksikan di luar negeri. "Saya yakin, kolam saya ini yang terbesar di Asia," kata Lukman kepada Hasan Syukur. Kolam yang luas seluruhnya hampir 1 ha itu berbentuk setengah lingkaran, terdiri dari 45 petak berderet tiga. Letaknya di Desa Sundawening, Kecamatan Parungkuda - sekitar 30 km dari Sukabumi, hampir 200 meter dari jalan raya Bogor-Sukabumi. Setiap petak yang berkedalaman antara 1,5 meter - 2 meter itu dialiri air Cicatih. Kolam itu dibangun selama setahun, pada 1983, dengan biaya Rp 2,75 milyar, termasuk pinjaman dari Bank Dagang Negara sebanyak Rp 450 juta. Didesain sendiri oleh Lukman (ia pernah kuliah di Jurusan Arsitektur ITB), kolam itu hak patennya sudah terdaftar di Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda. Prinsip konstruksinya, menjinakkan" perilaku air, tanpa tenaga listrik, dan tanpa penyaring. Kini Lukman Isa, sekjen Himpunan Petani Pengusaha Ikan Kultur Air Tawar (Hippikat) itu, memiliki lima unit kolam: empat di Sukabumi. satu di Pondokaren, Jakarta. Yang terbesar yang di Sundawening itulah. Setiap hari Sundawening menghasilkan ikan 30 ton dari seluruh produksi Lukman yang mencapai 40 ton. Beratnya rata-rata 1 kg per ekor. Ia mempekerjakan 100 karyawan dengan gaji rata-rata Rp 85.000. Setiap hari Lukman mengirim ikan 20 ton ke Jakarta, beberapa ton lagi ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan beberapa kawasan di Sumatera. Ia tidak mengincar pasar Jawa Barat (yang ia harapkan bisa dipenuhi petani ikan tradisional), tapi ternyata tak sedikit bandar ikan dari Sukabumi dan Bogor yang mengambil ikan dari Sundawening. Menurut Menteri Pertanian Achmad Affandi, yang mengunjungi Sundawening Jumat pekan lalu, 75% konsumsi ikan emas di tanah air dipenuhi oleh Jawa Barat. Kedudukan ikan Lukman di antara seluruh jumlah produksi Jawa Barat belum jelas. Tapi hasil yang dicapainya sempat membuat Menteri Afandi termangu-mangu. Setiap hari kolam Sundawening menghasilkan Rp 60 juta dari Rp 80 juta yang dihasilkan oleh semua kolam Lukman, dengan perhitungan harga Rp 2.000 per kg. "Dari jumlah itu lebih dari 50% untuk biaya produksi. Dan dari biaya produksi, hampir 75% habis untuk pengadaan makanan ikan," kata Lukman. Menurut Lukman, ikan emas yang siap dipanen dalam waktu empat lima bulan dan yang semula menduduki jenjang keempat sebagai sumber proteim, dalam semimar internasional naik ke jenjang pertama menggusur udang windu. "Karena udang windu mengandung kolesterol tinggi, sedangkan ikan emas tidak mengandung kolesterol," katanya. Prof. Dr. Gunawan Satari, staf ahli menteri pertanian, membenarkan hal itu. Katanya, "Ikan emas bahkan bisa mengurangi kadar kolesterol dalam saluran pembuluh darah.'
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo