Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kunjungan Kawan Ryabov

Wakil PM Soviet Yakov Petrovic Ryabov berkunjung ke Indonesia untuk menjalin kerja sama di bidang perdagangan. Volume perdagangan kedua negara masih relatif kecil, Indonesia masih tetap waspada. (eb)

2 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI merupakan babak baru hubungan diplomatik Indonesia-Uni Soviet. Untuk pertama kali, sejak pemberontakan PKI 20 tahun silam, seorang pejabat dari puncak pemerintahan Uni Soviet, Wakil Perdana Menteri Yakov Petrovic Ryabov, berkunjung ke Indonesia. Dengan pesawat khusus, Ilyushin-62, Senin pekan ini ia mengawali kunjungannya selama lima hari di Indonesia, sebagai tamu Menko Ekuin dan Pengawasan Pembangunan Ali Wardhana. Selama di Jakarta, Ryabov bersama 10 orang anggota delegasinya mengadakan perundingan dengan Ali Wardhana. "Penekanan kunjungan Wakil PM Uni Soviet Ryabov ini adalah untuk menjajaki kerja sama di bidang perdagangan," kata Ali. Volume perdagangan Uni Soviet mencapai puncaknya tahun 1981 US$ 121,1 juta. Ini memang kelihatan sangat kecil bila dibandingkan dengan volume perdagangan dengan Amerika Serikat (US$ 6.646,9 juta) atau Jepang (US$ 11.949,6 juta). Di samping karet, Uni Soviet juga membeli gliserin, rempah-rempah, kopi, minyak sawit, stearin, lada hitam, teh, dan ban mobil. Sementara Uni Soviet kini berminat memasarkan mesin tekstil, alat pertanian, motor listrik, dan peralatan dengan teknologi tinggi lainnya. Agaknya, pihak Indonesia selama ini bersikap sangat hati-hati menjalin hubungan kerja sama ekonomi dan teknologi dengan Uni Soviet sejak 1965. Hubungan yang kurang "hangat" itu memuncak ketika terjadi kasus penjualan dokumen negara oleh Letkol (Laut) J. Soesdarjanto pada 1982, di ikuti dengan pengusiran atase militer Kedubes Soviet di Jakarta, Letkol Sergei Egorov,dan penutupan perwakilan penerbangan Aeroflot. Bila sekarang mulai dibuka tahap-tahap hubungan dengan Uni Soviet, kelihatannya pemerintah merasa sudah waspada. Apalagi, kata seorang pejabat tinggi Indonesia, pengawasan tidak terlalu sulit karena hubungan yang direncanakan lebih bersifat antarpemerintah. Artinya, bila Soviet berniat menanam modal atau membantu proyek di Indonesia, tidak perlu mengirim begitu banyak tenaga dari negaranya seperti di masa lalu. Bahkan pemerintah Indonesia mensyaratkan agar lebih banyak tenaga Indonesia yang terlatih dipekerja-kan dalam proyek itu. Proyek besar yang dikerjakan oleh Uni Soviet di masa lalu ialah Stadion Utama, Kolam Renang, Istora Senayan, Rumah Sakit "Drushba" (Persahabatan) Jakarta. Soviet juga pernah membantu pabrik metalurgi di Cilegon, pusat pembangkit listrik tenaga uap Cilacap, reaktor laboratorium penyelidikan atom di Serpong yang belum diselesaikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus