Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah ditutup melemah sebesar 55 poin pada perdagangan sore ini, berada di level Rp 16.325 per dolar AS, setelah sempat melemah hingga 70 poin di level Rp 16.340.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi memproyeksikan pergerakan rupiah akan fluktuatif namun cenderung menguat dalam kisaran Rp16.290 hingga Rp16.340 pada perdagangan besok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Para pelaku pasar berhati-hati menunggu laporan indeks harga konsumen di AS pada Rabu serta mencermati data ekonomi terbaru untuk menentukan arah kebijakan The Fed terhadap suku bunga,” ujar Ibrahim dalam keterangan tertulis, Rabu, 15 Januari 2025.
Pasar saat ini, kata Ibrahim, hanya mengantisipasi satu penurunan suku bunga The Fed sepanjang tahun ini, jauh dari ekspektasi sebelumnya yang memperkirakan empat kali penurunan. Kebijakan Presiden terpilih AS Donald Trump yang akan memulai masa jabatan kedua pekan depan, juga menjadi perhatian karena diprediksi mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus tekanan harga, yang dapat memperkuat dolar AS.
Ibrahim juga mengingatkan adanya risiko global yang meningkat, termasuk potensi terjadinya perang dagang jilid dua (trade war 2.0) serta kebijakan suku bunga tinggi yang lebih lama oleh The Fed. Risiko tersebut dapat memicu pelebaran defisit transaksi berjalan, keluarnya modal asing, dan melemahkan nilai tukar rupiah. Akibatnya, inflasi impor atau imported inflation dapat terjadi.
Dalam upaya merespons kondisi ini, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen, dengan suku bunga Deposit Facility diturunkan ke 5,00 persen dan Lending Facility ke 6,50 persen. “Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi dalam target 2,5±1 persen pada 2025, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Ibrahim.
Sementara itu, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar US$ 2,24 miliar pada Desember 2024. Surplus ini melanjutkan tren positif selama 56 bulan terakhir sejak Mei 2020, meskipun nilainya menurun US$ 2,1 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Ekspor pada Desember tumbuh 7,6 persen secara tahunan (year on year), sedangkan impor meningkat lebih tinggi, mencapai 10,4 persen.