BURSA saham Jakarta ternyata bisa lebih menguntungkan daripada bunga deposito di bank. Asalkan cukup jeli mengamati perkembangan perusahaan-perusahaan, mengikuti kebijaksanaan pemerintah di bidang penanaman modal, fiskal, investor tinggal memilih saham apa yang harus dibeli agar bisa memperoleh laba modal (capital ain) di sampin dividen. Tah heran bila PT Danareksa, yang bergerak di bursa saham Jakarta, tahun silam mencatat laba Rp 24,8 milyar. "Laba kami tahun ini belum dihitung," kata Dirut PT Danareksa J.A. Sereh. "Tapi, sampai Nopember lalu, sudah melampaui laba 1986." Angka itu diungkapkan Sereh dalam ceramah tentang pasar modal di kantor TEMPO, Rabu pekan silam. Selain itu, ia juga membeberkan perkembangan saham-saham dari PT RVI, PT Sucaco, PT Unilever, PT Squibb, PT Tificorp, dan PT Sepatu Bata -- enam perusahaan yang dalam dua tahun terakhir tercatat memberikan keuntungan 27%-76% per tahun. "Jelas, investasi di pasar modal kendati dikenai pajak, masih lebih menarik daripada mencari bunga deposito di bank-bank," tutur Sereh. Keuntungan berlipat ganda yang diperoleh investor tak cuma diperoleh dari dividen, tapi juga dari capital gain, yang selama ini diperkirakan tidak mungkin didapatkan di pasar modal Jakarta. Dari keenam perusahaan itu, keuntungan paling tinggi datang dari Unilever. Pada 1 Januari 1986, nilai saham pabrik sabun dan minyak goreng itu tercatat Rp 1.525,00. Akhir Nopember lalu, nilai melonjak menjadi Rp 2.920,00. Ini berarti saham Unilever memberikan laba modal 91,47% (Rp 1.395,00). Sedangkan dividennya tercatat sebesar Rp 830,00 (54,43%). Secara akumulatif, selama 23 bulan, investor menerima keuntungan sebesar 145,90% atau 76,12% per tahun. Pada periode yang sama, saham RVI naik 56,63% -- dari Rp 4.900,00 menjadi Rp 7.675,00. Pabrik obat Vick's itu memberikan dividen sebesar Rp 2.670,00 (54,49% dari nilai saham pada awal tahun silam). Perkembangan saham pabrik tekstil Tifico juga cukup fantastis. Pada Januari 1986, nilainya Rp 4.850,00. Nopember lalu, melonjak sampai Rp 7.850,00. Sehingga, tercatat keuntungan modal sebesar 61,86%. Di samping itu, Tifico memberikan dividen sebesar Rp 2.250,00 per saham. Pamor saham pabrik obat Squibb terhitung cukup bagus. Harga sahamnya menggelembung dari Rp 1.160,00 menjadi Rp 1.820,00 (56,89%). Perusahaan obat yang terkenal sebagai penghasil pil KB itu memberikan dividen sebesar Rp 400,00 (34,48% ). Sementara itu, pabrik kabel Sucaco juga tampak mulai berotot. Nilai sahamnya, yang pernah jatuh sampai 200 angka di bawah harga pari, naik 30%. Kini nilainya Rp 1.040,00 per lembar -- melampaui harga pari. Kendati industri kabel masih dilanda kelesuan. Dabrik Sucaco masih memberikan dividen Rp 220,00 dalam dua tahun terakhir. Saham pabrik Sepatu Bata tampak sudah mencapai titik puncak. Sahamnya, yang bernilai nominal Rp 1.000,00 itu, awal tahun silam diperdagangkan pada harga Rp 1.875,00. Kendati memberikan dividen Rp 947,00 (50,51%), nilai sahamnya hanya naik 2,13%. Kini, harga saham PT Bata terhitung Rp 1.915,00 per lembar. Tapi, untuk mengikuti kemajuan perusahaan-perusahaan yang menjual saham di pasar modal, kata Sereh, juga tak mudah, terutama bagl masyarakat awam. Karena, saham-saham perusahaan yang dilemparkan ke pasar modal hanya sekitar 15%-30% dari seluruh saham perusahaan, sehingga manajemen perusahaan tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban atas penampilan saham perusahaannya di bursa. Tapi, menurut Sereh, beberapa informasi menyangkut suatu perusahaan bisa dipakai sebagai indikasi perkembangan perusahaan itu. Misalnya, ketika PT BAT tak diiinkan memproduksi Citra, rokok putih beraroma cengkih, pada 1983, keadaan itu memberikan indikasi kuat bahwa prospek perusahaan tersebut terhambat. Demikian pula saat industri mobil nasional mengalami kelesuan, yang kemudian ditambah lagi kebijaksanaan pemerintah menjual mobil dinas kepada pegawai negeri, para investor sudah meramalkan permintaan ban mobil bakal merosot. "Wajar kalau investor, waktu itu, menjual saham BAT dan Goodyear mereka," kata Sereh. Itu tidak berarti peluang bagi investor mencari keuntungan lewat pasar modal mengecil. Kedua perusahaan itu, kata Sereh, kini lagi menanjak. Pada semester pertama 1987 pabrik ban dari Bogor itu mencatat laba Rp 2,5 milyar. Sereh memperkirakan, akhir tahun ini Goodyear bakal menyambut tahun-tahun cerah, terutama setelah mereka menggelindingkan produksinya ke pasar ekspor. BAT pun, menurut Sereh, masih memiliki prospek yang cerah. Kebijaksanaan pemerintah yang mengiinkan diversifikasi usaha pada bidang apa pun tentu tidak akan disia-siakan perusahaan rokok asal Inggris itu. Secara umum, pasar saham di Jakarta dinilai masih cukup bagus. Dari 24 perusahaan yang terdaftar di pasar bursa, 13 perusahaan masih bisa memberikan dividen sekitar 15%-20% -- angka yang cukup bersaing dengan bunga deposito. Apalagi indeks saham-saham yang disusun Danareksa (meniru sistem Dow Jones di AS) sudah mulai meningkat sejak 1986. Awal tahun ilam, indeks Danareksa yang tercatat 576 kini mencapai angka 753. Sereh optimistis bahwa penjualan saham-saham perusahaan di pasar modal bakal meningkat. Karena undang-undang tentang pasar modal, yang tengah dirancang, akan mempermudah persyaratan perusahaan- perusahaan untuk memasyarakatkan sahamnya. Selain itu, sebagian saham-saham perusahaan tersebut bisa dibeli lembaga dan orang asing -- yang selama ini tidak diperbolehkan ikut menjadi investor pasar modal. Dengan undang-undang baru itu, pasar modal Jakarta diharapkan bakal seperti di Wall Strect AS. M.W.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini