SUASANA di Pelud Juanda, Surabaya, tampak semarak sejak 12 Desember. Pengumuman dalam bahasa Inggris tentang jadwal penerbangan terdengar lebih sering. Para petugas Imigrasi dan Bea Cukai tampak lebih necis, mengenakan setelan jas lengkap. Pemeriksaan bagasi pun sudah seperti di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Lebih ketat. Ada apa? Rupanya, hari itu adalah hari pertama bagi Bandara Juanda untuk berfungsi sebagai pelud internasional. Kendati masih harus transit di Jakarta, penumpang tertarik. Bagi yang hendak ke luar negeri, kini tak perlu lagi menginap di Jakarta, hanya karena urusan dokumen, atau menunggu saat penerbangan. Semua dokumen diselesaikan di Surabaya. Begitu juga jadwal penerbangan, untuk domestik, diubah agar penumpang tak perlu menunggu lama. Untuk mengejar pesawat yang berangkat ke Singapura, Garuda memajukan jam keberangkatan dari Surabaya ke Jakarta, dari pukul 07.05 menjadi 06.00. Sehingga, penumpang yang mau ke Hong Kong misalnya, bisa langsung transfer ke pesawat yang berangkat pukul 08.45. Begitu pula yang hendak ke Singapura, cukup menunggu satu jam di Bandara Soekarno-Hatta. Begitu pula penumpang eks Hong Kong dan Singapura yang ingin langsung ke Surabaya, jadwal penerbangannya diatur sedemikian rupa sehingga paling lama hanya menunggu dua jam. Bukan cuma itu. Juanda pun berusaha mempersolek diri. Selain petugas yang tampak lebih keren, loket pelayanan penumpang bertambah. Tersedia pula ruang tunggu khusus bagi yang akan ke luar negeri. Belum ada kamar kecilnya, memang. Sehingga, bagi yang ingin membuang hajat harus berjalan dulu melalui pintu pemeriksaan. Tapi itu soal kecil. Yang penting: para pengusaha merasa senang, kini mereka bisa menghemat waktu. Seperti dikemukakan A Hong, 37 tahun, eksportir, setiap pulang dari Hong Kong ia selalu terlambat mengejar pesawat ke Surabaya, karena harus mengurus dokumen sampai 1,5 jam. "Biaya menginap bukan masalah, tapi waktu sangat utama," ujarnya. Memang, itulah pertimbangan penting untuk lebih membuka Juanda. Pertimbangan lain, seperti dikemukakan Wasito Maskuri, Kepala Perum Angkasa Pura Surabaya, adanya SKB Tiga Menteri (Perhubungan, Perdagangan, dan Keuangan), yang menetapkan Juanda sebagai pelabuhan ekspor-impor. "Ini jelas akan memperlancar program ekspor kita," ujarnya. Cargo ekspor yang diangkut Garuda dari Surabaya -- sebagian besar ikan segar dengan tujuan Singapura -- rata-rata tiga ton sehari. Adanya jadwal baru diharapkan akan menambah volume ekspor. Kalangan pariwisata juga senang. Bumi Hyatt Hotel, Surabaya, kabarnya telah melakukan berbagai perbaikan, konon menelan sekitar Rp 2 milyar, untuk menyambut internasionalisasi Juanda. "Saya optimistis tingkat pengisian kamar hotel akan meningkat," ujar seorang direkturnya. Pendapat senada datang dari Ketua Asita (Asosiasi Perjalanan Wisata), Hasan Fath. "Kemudahan transportasi ke tempat tujuan wisata sangat menentukan," katanya. Segalanya akan terasa lebih lancar kalau saja terjadi konsensus antara pihak Soekarno-Hatta dan Juanda, tentang cargo ekspor. Sebab, kendati sudah diperiksa Bea Cukai Surabaya, barang-barang ekspor masih diperiksa ulang Bea Cukai di Cengkareng. Alasannya, barang-barang ekspor itu bercampur dengan milik penumpang domestik yang ke Jakarta. "Kami ingin, apa yang sudah diselesaikan di Surabaya, jangan dibongkar lagi di Jakarta supaya tidak memperlambat perjalanan," kata Wasito Maskuri. Kalau begitu, tinggal dipisahkan saja antara cargo ekspor dan yang domestik. Budi Kusumah (Jakarta), Jalil Hakim (Surabya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini