Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP) mengekspor baja ke Selandia Baru sebanyak 3.800 metrik ton. Nilai transaksi dari pengapalan tersebut sekitar US$ 4 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Direktur Gunung Raja Paksi Abednedju Giovano Warani Sangkaeng mengatakan volume ekspor baja akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya pesanan baja dari berbagai negara. "Industri baja sebagai mother of all industry," kata dia di Bekasi pada Selasa, 26 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baja di Indonesia, menurut Abednedju, merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor non-migas yang menempati urutan ketiga. Ia menyebut total ekspor besi dan baja pada 2021 mencapai US$ 276 juta.
Adapun produk yang diekspor adalah baja struktur dan plat baja. Kedua produk akan ini digunakan untuk konstruksi Rumah Sakit Dunedin di Dunedin, Selandia Baru. GRP juga menyuplai baja untuk pembangunan lain di Selandia Baru, seperti University of Auckland, Bandara Auckland, Gedung Spark, Woolworths, Pusat Perbelanjaan Westfield, gedung arsip Pemerintah Wellington, Stadion Christchurch, serta fasilitas umum seperti Jembatan Wimakarrie di Christchurch, arena olahraga di Christchurch, hingga rumah sakit di Taranaki dan Christchurch.
Abednedju mengatakan GRP telah berinvestasi senilai Rp 1 triliun untuk mesin light section mill (LSM). Investasi tersebut digadang-gadang bisa meningkatkan kapasitas produksi GRP yang semula 480 ribu metrik ton menjadi sekitar 1 juta metrik ton.
Perusahaan juga berharap bisa memenuhi kebutuhan pasar domestik dan menekan impor. "Kami berharap dengan beroperasinya mesin LSM ini, kami sanggup memenuhi permintaan pasar lokal sampai tujuh tahun ke depan tanpa import," tuturnya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan, yang ikut melepas ekspor baja tersebut, menyatakan impor produk besi dan baja dunia pada 2021 tercatat US$ 623,68 miliar. Pertumbuhannya pada periode 2017 hingga 2021 sebesar 3,51 persen.
Ia menyebutkan Amerika Serikat, Cina, Jerman, Italia, dan Turki merupakan lima besar negara dengan kebutuhan impor baja terbesar. Adapun Indonesia saat ini merupakan eksportir besi dan baja terbesar kesepuluh dunia pada 2021 dengan pangsa pasar 3,37 persen.
Zulkifli mengklaim tren pertumbuhan ekspor besi dan baja Indonesia dalam lima tahun terakhir merupakan yang terbesar di antara 30 eksportir besi dan baja tertinggi dunia, yaitu 49.3 persen. Pada 2021, nilai ekspor besi dan baja Indonesia ke dunia mencapai US$ 21,4 miliar.
Nilai itu naik sebesar 90,2 persen dari ekspor besi 2020 sebesar US$ 11,2 miliar. Adapun pada periode Januari hingga Mei 2022, nilai ekspor besi dan baja Indonesia mencapai US$ 12,5 miliar.
Angka tersebut lebih tinggi 80,2 persen dari nilai di periode yang sama 2021, yaitu US$ 6,9 miliar. Menurut dia, pertumbuhan ekspor baja merupakan bukti keberhasilan kebijakan hilirasasi industri baja dan baja yang ditetapkan oleh pemerintah.
Zulkifli melanjutkan, Selandia Baru saat ini memang belum tercatat sebagai negara tujuan utama ekspor besi dan baja Indonesia. Namun, GRP dapat menembus pasar potensial itu. Ia berharap kedepannya Selandia Baru bisa menjadi salah satu negara tujuan utama ekspor besi dan baja Indonesia.
Adapun baja dari GRP telah digunakan di beberapa proyek. Di antaranya perluasan Los Angeles Airport (Lax), Sydney Indoor Stadium, dan konstruksi pabrik Lucid Motors produsen kendaraan berbahan bakar listrik di Amerika Serikat, dan beberapa proyek di New Zealand, diantaranya Metro Stadium Christchurch, University of Auckland Building 507, dan Waimakiri Bridge.
"Ini merupakan bukti pengakuan bahwa kualitas baja produksi Indonesia yang world class dan diterima dengan baik," kata Zulkifli.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.