DUSUN besar Jakarta kian semarak. Jalan-jalan dibangun bertingkat, seperti tampak di Slipi. Tak mau kalah, apartemen mewah ikut tumbuh menjulang. Tepat di depan Balai Sidang, jalan tol Senayan-Grogol siang malam dikerjakan, sedangkan perumahan pencakar langit sudah lebih dulu muncuh Itulah Park Royale, yang rencananya mulai disewakan Juli mendatang. Di jalan yang sama arah keGrogol, sejak tahun silam udah berdiri apartemen Slipi Condominium. Sementara itu, di Jalan Senopati, sudah ada Senopati Condominium. Di seberang Park Royale, sebuah apartemen haru juga sedang dibangun di kompleks Hotel Hilton oleh perusahaan keluarga Ibnu Sutowo PT Indobuildco. Ini adaiah apartemen kcdua, yang dibangun berdampingan dengan apartemen pertama yang sudah mulai dioperasikan tahun silam. Dan itu belum semuanya. Hotel Borobudur Intercontinental sudah menoperasikan juga apartemen Garden Wing Suite di Lapangan Banteng Selatan. Terdiri atas 140 - unit, apartemen ini sudah terisi rata-rata sekitar 90%. Tarif sewa di situ dari US$ 2.500 sampai US$ 3.400 per bulan, belum termasuk pajak dan servis (15%). Sementara ini, akan segera muncul Tebet Mas Indah di Tebet dan sebuah lagi sudah direncanakan di Sunter Agung Podomoro di kawasan Sunter. Bisa dibayangkan bisnis apartemen akan ketat bersaing. Bukan cuma persaingan di antara mereka sendiri, tapi melibatkan juga rumah-rumah sewaan khusus. Sebab, pasar yang diincar mereka adalah orang-orang asing, yang dewasa ini umumnya menyewa rumah-rumah mewah di kawasan Menteng Kemang, Kebayoran, Simpruk, dan Pondok Indah. Yang mulai terpukul adalah rumah-rumah sewaan. Hal itu bisa terlihat dari tarif rumah-rumah itu di Kawasan Kemang. Kendati para pemiliknya telah meningkatkan pelayanan - dengan membangun kolam renang dan memasang sistem pendingin tarif sewa keburu turun (lihat Fasilitas Tenaga Kerja Asing). Hal itu diakui Ir. Iman Sunario. Direktur Utama PD Sarana Jaya yang menjabat Sekjen Real Estate Indonesia ini memiliki rumah sewaan di Jalan Ciniru, Kebayoran. Rumah 170 m2 di atas tanah 1.000 m itu pada 1978 disewakan US$ 1.200. Sekarang disewa orang Jepang dengan tarif separuh, US$ 600 per bulan. Kelesuan yang melanda ini diakui pula oleh Ismail Suny. Guru besar ilmu tata negara di Fakultas Hukum UI itu dasawarsa lalu pernah memiliki 35 rumah sewaan di Kemang dan Kebayoran. Rumah-rumah berukuran 300 m2 dengan tanah rata-rata seluas 1.000 m2 itu dulunya disewakan lebih dari US$ 2.000 sebulan. Karena pasaran sepi, sebgian dijualnya, hingga kini tinggal delapan rumah, yang disewakan US$ 1.500 per bulan. Sementara itu, Suny beralih ke kondominium Slipi Apartment. Menelan investasi sekitar US$ 5,5 juta, apartemen ini ditanggung secara patungan oleh Suny (berupa penyediaan tanah) bersama Kumagai Gumi (kontraktor Jepang yang membiayai pembangunan gedung). Setelah dioperasikan, baru jelas bahwa pasaran kondominium tak secerah yang dibayangkan. Menurut studi kelayakan yang dibuat perusahaan konsultan Inggris, ohn Lang Wotton, investasi di Slipi Condominium bisa kembali dalam sembilan tahun. Teapi pengelolanya, Chandra Suny, putra Ismail Suny, mengakui bahwa target tersebut mungkin sulit dicapai. Sebab, pemasarannya seret. Dari 46 apartemen yang disewakan di situ, dengan tarif US$ 1.250-1.550 per bulan, baru 20 unit yang terhuni. Chandra Suny heran, mengapa masih saja pengusaha besar seperti Sudwikatmono, Liem Sioe Liong, dan Ciputra tertaril menanamkan uang mereka di kondominium Park Royale. Namun, diakuinya pula, Park Royale bukan saingan Slipi Condominium. "Dari tarif saja, sudah kelihatan kita berbeda," katanya. Saingan langsung yang dilihatnya adalah Senopati Apartment di Jalan Senopati. Keluarga Pudjiadi, yang juga dikenal sebagai pemillk Jayakarta Tower, menyewakan Senopati Apartment dengan tarif US$ 1.800-2.200 per bulan, sudah termasuk perabot lengkap berikut pajak dan servis. Apartemen ini telah menelan biaya sekitar Rp 10 milyar, mulai dipasarkan scjak 1986, dar resmi dibuka Januari tahun silam. Ternyata, cukup banyak penghuni apartemen yang lantainya berjumlah ganjil (13) itu. Menurut Kosmian Pudjiadi, sekarang ini sudah 44 unit dari 54 unit yang terisi. Para penyewa umumnya eksekutif berpangkat managing director, vice president, project manager, atau staf kedubes dari Amerika, Inggris, Kanada, Australia, dan Jepang. Sukses Ratu Plaza - kondominium pertama di Jakarta (1979) - agaknya menggiurkan banyak pengusaha real estate. Kendati persaingan ketat, kondominium yang berada di kompleks pertokoan dan perkantoran Ratu Plaza itu sampai sekarang masih banyak diminati orang asing. Para pemodal Park Royale optimistis, investasi mereka bisa kembali dalam tempo 10 tahun. Sampai pekan lalu sudah ada penyewa yang memastikan jadi penghuni, dengan tarif US$ 1.500-3.126 per bulan. Kantor Bank Dunia cabang Jakarta, misalnya, telah memesan 10 unit. Beberapa orang Jepang juga sudah masuk dalam daftar. Susumu Odano (bukan nama sebenarnya), salah satu calon penyewa Park Royale, berpendapat bahwa tarif apartemen ini cukup mahal. Ia mengambil unit termurah, US$ 1.500, yang praktis masih kosong alias belum dilengkapi perabot.Juga belum ada sambungan telepon, gas, dan air. "Dengan tarif US$ 1.500, saya sudah bisa menyewa rumah mewah lengkap di Kemang. Tapi di sini saya mencari keamanan," ujar Odano-san, yang hari itu bersama istrinya sedang memeriksa apartemen yang bakal disewanya. Masaru Antatsu, Sekretaris Pertama (bidang pers) dari Kedubes Jepang di Jakarta, juga sepandepat dengan Odano. Antatsu-san mengaku "terpaksa" tinggal di sebuah rumah instansi Kedubes Jepang di kawasan Jakarta Selatan. Para pejabat di Kedubes Jepang, yang dewasa ini mendapatkan tunjangan perumahan US$ 1.500-2.500 per bulan, umumnya masih tinggal di rumah sewaan. Kurang amannya rumah sewaan tak lain, "karena banyak pintu dan jendela," ujar Antatsu-san. Dia benar. Rumah memang tempat istirahat, bukan tempat tinggal dalam ketakutan. Inilah yang barangkali harus lebih diperhatikan, khususnya oleh pemilik rumah sewaan. Bachtiar Abdullah, Max Wangkar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini