SINGAPURA mulai merasakan akibat perubahan beleid perpajakan
Indonesia. Kenaikan surat keterangan fiskal dari Rp 25 ribu
menjadi Rp 150 ribu pertengahan Novennber lalu telah menyebabkan
lumlah turis Indonesia yang masuk Singapura pada Desember 1982
turun 25%, dibandingkan Desember 1981. Padahal biasanya justru
di saat libur Natal dan Tahun Baru itu banyak orang Indonesia
berkunjung ke sana.
Ini merisaukan berbagal kalangan yang berkepentingan dalam
memberikan jasa. Perusahaan penerbangan Singapore International
Airlines (SIA), misalnya, terpaksa menukar pesawat berbadan
lebar Airbus (247 tempat duduk) dengan Boeing 727 (134 tempat
duduk) untuk penerbangan Medan Singapura, setelah jumlah
penumpang ke Singapura turun sekitar 40%.
Dari Medan itu, SIA setiap hari kini hanya mengangkut rata-rata
60 penumpang, sebelumnya 100. Karena itulah, kata C.T. Rajan,
kepala kantor Cabang SIA di Medan kepada Nian Poloan dari TEMPO
"SIA hanya bisa sekali terbang setiap harinya." Untuk menarik
penumpang dengan menurunkan tarif resmi Rp 79 ribu (US$ 113)
sekali terbang, tidak bisa seenaknya dilakukan. "Kami terikat
dengan ketentuan untuk menyesuaikan tarif seperti yang berlaku
di Garuda," kata perwakilan SIA itu Garuda bahkan telah
mengurangi frekuensi penerbangan Jakarta-Singapura dari 5
menjadi 3 kali sehari mulai 14 Maret. Jika jumlah penumpang yang
bakal diangkut dianggap terlalu sedikit, perusahaan penerbangan
itu setiap saat akan menggantikan jenis pesawat yang dipakai
untuk menghemat pengeluaran, antara lain bahan bakar. Jadi kalau
suatu saat penumpang kurang dari 100, maka pesawat yang dipakai
adalah DC-9 yang berkapasitas 102 tempat duduk, bukan DC-10 dan
Airbus.
Secara keseluruhan, menurut M. Yusuf Maaruf, manajer stasiun
Garuda di Halim Perdanakusuma, Jakarta, jumlah penumpang pada
Desember-Februari turun 30% jika dibandingkan periode yang sama
sebelumnya. Penurunan pendapatan sebesar 40 % untuk tahun ini
sudah disasarkan akan terjadi oleh pihak Otorita Halim
Perdanakusuma. Tahun lalu pendapatan otorita ini, yang antara
lain berasal dari ongkos parkir pesawat, dan pajak pelabuhan
udara, mencapai Rp 11 milyar, atau 40% di atas sasaran.
Sejumlah biro perjalanan terkemuka di Jakarta, yang mengatur
kunjungan turis Indonesia ke luar negeri (terutama Singapura),
juga mengeluh. "Jumlah orang yang berangkat dengan kami jauh
menurun, kami rugi," kata dr. H. Haditono, direktur PT Vaya
Tour, Jakarta. "Kerugian itu antara lain disebabkan kami
sebelumnya harus membayar deposit untuk pesan kamar hotel."
Kerugian memang harus dipikul Vaya karena ratusan peserta paket
pariwisata membatalkan rencana perjalanannya akibat kenaikan
surat fiskal. Pembatalan di luar dugaan tadi, kata Haditono,
telah menyebabkan orang yang berangkat dengan Vaya pada Desember
1982 turun 75% dibandingkan Desember 1981.
Untuk mencegah kerugian lebih besar, biro perjalanan yang
berdiri sejak 1965 itu kini menggalakkan usaha mendatangkan
turis luar negeri ke Indonesia. Seorang eksekutif Vaya hari-hari
ini tengah berada di Eropa menjajakan jasa yang bisa diberikan
perusahaan itu. Pokoknya "segala cara kami lakukan supaya
perusahaan tetap bisa hidup," ujar Haditono, yang memimpin 60
karyawan.
Sri Mulyono Herlambang, ketua umum Asita, memperkirakan
pendapatan anggotanya rata-rata turun 40%, termasuk PT Desa Air,
biro perjalanan yang juga mengurusi tiket milik Herlambang.
Rencana pemerintah membatasi orang Indonesia menghabiskan devisa
di luar negeri dengan menaikkan fiskal "memang sudah tercapai,"
katanya, "paling tidak untuk saat ini."
Akibatnya turis Indonesia yang masuk Singapura tahun lalu
berjumlah 456 ribu, atau cuma naik 3,5% dibandingkan tahun IS81.
Tingkat penghunian kamar hotel di Singapura yang tadinya
rata-rata mencapai 95%, di bulan Januari tinggal 73%. Dengan
sendirinya pusat-pusat perbelanjaan di Kota Singa itu berkurang
pengunjungnya, terutama turis-turis dari Indonesia yang terkenal
gemar shopping itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini