Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SURAT rahasia itu dikirim Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, Rabu dua pekan lalu. Ditujukan kepada direksi PT Pertamina (Persero), surat bernomor SR-295/MBU/2014 ini berisi sebuah pemberitahuan penting: perintah mengintegrasikan PT Pertamina Gas (Pertagas) ke dalam PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Penyampaian informasi ini penting karena Pertamina adalah induk usaha Pertagas.
Dalam surat itu, Dahlan mengatakan, sebagai pemegang saham Pertamina mewakili pemerintah, Menteri BUMN memutuskan agar perusahaan minyak dan gas negara ini melepas seluruh kepemilikannya di Pertagas kepada PGN. Aksi korporasi itu, kata Dahlan, merupakan upaya percepatan pembangunan infrastruktur gas bumi. Penggabungan itu juga untuk mendukung kebijakan pemerintah mewujudkan peningkatan pemanfaatan gas bumi nasional.
Untuk itu, direksi Pertamina diminta menyiapkan semua hal yang diperlukan untuk melaksanakan keputusan tersebut sesuai dengan ketentuan. "Termasuk menunjuk konsultan untuk membantu proses pengalihan saham itu," kata Dahlan dalam surat tersebut.
Surat ini ditembuskan ke Wakil Menteri BUMN, Sekretaris Kementerian BUMN, Deputi Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur, serta Dewan Komisaris Pertamina.
Surat yang dilayangkan Dahlan memberi angin segar bahwa perseteruan antara PGN dan Pertagas, yang terjadi sejak awal 2012, akan berakhir. Kontan saja, perintah integrasi itu memberikan sentimen positif bagi saham PGN. Dalam perdagangan pada 12 Mei lalu di Bursa Efek Indonesia, harga saham berkode PGAS itu terkerek menjadi Rp 5.475 per lembar, dari sebelumnya Rp 5.275. Frekuensi transaksi juga melonjak dari 1.129 menjadi 2.835 kali. Nilai perdagangannya melambung dari Rp 83,7 miliar menjadi Rp 160,1 miliar.
Ditemui Tempo pada Selasa pekan lalu, Dahlan membenarkan soal suratnya itu. "Iya, surat itu ada," katanya. Surat itu memang sempat bocor ke media.
BERMAIN di ladang bisnis yang sama, PGN kerap bersengketa dengan Pertagas. Dari catatan Tempo, sejumlah proyek yang "berimpitan" menjadi pemicu perseteruan itu. Pada Maret 2012, rencana PGN membangun unit penyimpan dan regasifikasi terapung (FSRU) Belawan berantakan. Gara-garanya, Dahlan menyetujui proposal Pertamina untuk merevitalisasi kilang gas alam cair Arun menjadi fasilitas regasifikasi, setelah kontrak ExxonMobil Oil Indonesia di Arun selesai pada 2014. Pertamina akan mengintegrasikannya dengan pemasangan pipa dari Arun ke industri di Sumatera Utara.
Mantan Direktur Utama PLN ini meminta PGN merelokasi FSRU Belawan ke Lampung. Padahal FSRU yang didesain untuk Belawan telah dipesan di galangan kapal Hyundai Heavy Industries, Ulsan, Korea Selatan. Kini kapal bernama PGN FSRU Lampung ini telah selesai dibangun dan berlayar menuju Tanah Air pada 14 April lalu. Unit penampungan gas terapung berkapasitas 2 juta ton per tahun ini dijadwalkan tiba dalam waktu dekat.
PGN akan mengoperasikan unit penampungan gas itu pada Juli nanti. Gas akan didistribusikan ke pelanggan PGN di Sumatera bagian selatan, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengalokasikan lima kargo LNG untuk FSRU Lampung tahun ini.
Masalah juga terjadi di proyek stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). PGN menuduh Pertamina melarang stasiun pengisian gas miliknya dipasangi dispenser bahan bakar gas (BBG). Sebaliknya, Pertamina menuding pengembangan SPBG terhambat pipa distribusi PGN yang tidak bisa diakses. Pertamina menunggu izin pembukaan akses pipa gas.
Yang terjadi kemudian adalah saling sandera. Pertamina tidak memperpanjang kontrak suplai gas dari lapangan offshore North West Java, sehingga pasokan gas ke PGN berkurang. Pengembangan jaringan pipa juga mandek di wilayah-wilayah yang bersinggungan, baik pipa yang harus menyilang maupun yang sejajar.
Konflik di antara kedua perusahaan pelat merah yang meruncing itulah, kata Dahlan, yang mendasari ide penyatuan. Dia mengaku telah memanggil pemimpin kedua perusahaan. "Sudah pernah saya minta duduk bersama, enggak bisa juga."
Sekretaris Perusahaan PGN Ridha Ababil mengatakan sejauh ini tak ada surat dari Menteri BUMN mengenai integrasi PGN dengan Pertagas yang disampaikan kepada direksi perseroan. "Kami tidak diberi tahu sama sekali," katanya.
Hal senada dikemukakan sekretaris perusahaan Pertagas, Wianda Pusponegoro. "Suratnya diajukan ke Pertamina, kami mengikuti saja." Sedangkan juru bicara Pertamina, Ali Mundakir, cuma menjawab singkat. "Masalah tersebut sudah dibahas kembali dengan BUMN, dan tidak jadi dilaksanakan," katanya.
IDE mensinergikan PGN dengan unit bisnis Pertamina sudah mengemuka sejak 2012. Pada 10 September 2012, Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan menyampaikan hasil kajian potensi sinergi pengembangan bisnis gas Indonesia kepada Menteri BUMN. Di situ terungkap telah ditandatangani nota kesepakatan antara Pertamina dan PGN sebagai dasar pelaksanaan kolaborasi dalam rangka mengintegrasikan aset transportasi dan distribusi untuk mendukung jaminan pasokan gas nasional.
Dalam surat bernomor 537/C00000/2012-S0 itu disebutkan langkah awal pelaksanaan nota kesepakatan masing-masing pihak melakukan uji tuntas yang meliputi aspek hukum, keuangan, dan pajak, dengan melibatkan konsultan, selama periode April-Juni 2012. Hasil uji tuntas telah dibahas oleh steering committee kedua perusahaan pada 5 dan 25 Juli 2012, yang menghasilkan dua alternatif sinergi dan integrasi.
Pertama, menggabungkan PGN dan Pertagas, sehingga semua saham Pertagas dimiliki PGN. Struktur akhir yang diharapkan, perusahaan itu berfokus pada upaya pemenuhan infrastruktur dan pasokan gas bumi. Sedangkan Pertamina berkonsentrasi pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Atas pengambilalihan itu, PGN memberikan kompensasi dalam bentuk saham serta tunai kepada Pertamina.
Kedua, sinergi melalui proses pengalihan saham pemerintah di PGN kepada Pertamina. Pola ini akan menjamin hak pengendalian tetap berada di Pertamina yang 100 persen dimiliki pemerintah. Juga memudahkan Pertamina sebagai pemegang saham mayoritas melakukan aksi korporasi agar sejalan dengan rencana jangka panjang perusahaan, terutama yang berkaitan dengan alokasi produksi gas dari sektor hulu Pertamina.
Topik penggabungan Pertamina-PGN menghangat kembali pada akhir tahun lalu. Sebuah pertemuan segitiga yang dipimpin Dahlan digelar di ruang rapat lantai M, kantor Kementerian BUMN, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin sore, 30 Desember 2013.
Dalam rapat tersebut mengemuka beberapa skema penyelesaian. Pertama, Pertamina mengakuisisi PGN. Kedua, PGN membeli Pertagas. Dan ketiga, jalan tengah, yakni menggabungkan keduanya alias merger. Menurut Dahlan, keputusan yang paling logis saat ini adalah PGN membeli Pertagas, sehingga pengelolaan hilir gas berada di satu tangan.
Mekanisme pembayarannya bisa dengan saham PGN atau tunai. Dana yang diperoleh Pertamina bisa digunakan untuk membiayai bisnis hulu. Kelak bisa direncanakan akuisisi yang lebih besar, yakni akuisisi Pertamina terhadap PGN. Kelemahan alternatif ini adalah perizinan penjualan Pertagas sebagai aset Pertamina.
Direktur Keuangan PGN Riza Pahlevi dalam rapat itu mengatakan, dengan konsolidasi Pertagas ke PGN, ekspansi pembangunan jaringan pipa gas akan lebih optimal. Ia menjelaskan nilai aset PGN saat ini Rp 36 triliun dan valuasi di pasar modal sekitar Rp 130 triliun. Ia menyatakan PGN sebagai perusahaan yang mampu mencari pendanaan infrastruktur secara mandiri tanpa membebani APBN.
Sebaliknya, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya lebih memilih mengakuisisi PGN. Ide ini sejalan misi perseroan menjadi andal di sektor minyak dan gas. Pertamina juga memiliki anak perusahaan yang bergerak di sektor gas, yakni PHE. "Nah, transaksi ini menjadi ruwet. Jadi, menurut hemat saya, mungkin justru mesti sebaliknya. Pertamina itu besar, kami akuisisi PGN. Atau jalan tengahnya mungkin kompromi, merger."
Dengan surat itu, Dahlan sesungguhnya sudah memutuskan Pertagas akan diintegrasikan dengan PGN. Semestinya perseteruan kedua BUMN ini akan berakhir. Namun keputusan itu dimentahkan sendiri oleh Dahlan. Ia membatalkan isi surat yang telah diteken pada 7 Mei 2014. "Tidak jadi. Setelah diancam akan digabung, mereka menjadi berbaikan. Mereka sepakat untuk tidak berkelahi."
Menurut Dahlan, tidak ada lagi urgensi menyatukan Pertagas dan PGN setelah keduanya sudah sepaham dalam sinergi bisnis gas. "Mereka akan bekerja sama," katanya. Dahlan juga membantah isu praktek goreng-menggoreng saham di balik tarik-ulur rencana akuisisi itu. "Saya tidak main saham. Kalau ada tuduhan seperti itu, buktikan saja. "
Analis energi dari Bower Group Asia, Rangga Fadhillah, meminta pemerintah bersikap tegas. "Maju-mundur kurang baik kalau urusannya sepenting ini." Menurut dia, ketidakjelasan sangat tidak menguntungkan bagi konsumen dan masa depan pengelolaan gas di Indonesia.
Retno Sulistyowati, Gustidha Budiartie
Saling Gas Dua Pemain Gas
DUa perusahaan milik negara, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Pertamina Gas (Pertagas), berseteru di bisnis yang sama. Perselisihan terjadi dalam pembangunan jalur gas yang berimpitan hingga saling sandera pasokan gas yang melibatkan PT Pertamina, induk usaha Pertagas.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara berupaya keras menyelesaikan konflik yang merebak sejak awal 2012 itu. Sejumlah opsi disiapkan. Salah satunya PGN diminta mengakuisisi Pertagas. Kendati beberapa kali dibahas, opsi ini tak kunjung terlaksana. Menteri BUMN Dahlan Iskan maju-mundur mencarikan solusi.
Kronologi
Sebelum 2013
Pipa PGN dan Pertagas bersilangan di 80 lokasi di seluruh Indonesia.
2013
Terdapat 10 persilangan. Pertagas menolak jalur pipanya dilintasi pipa PGN, yang membuat proyek jaringan pipa terhambat.
30 Desember 2013
Digelar pertemuan tripartit: PGN, Pertamina, dan Kementerian BUMN. Melahirkan sejumlah opsi:
1. Usulan PGN membeli Pertagas dan untuk sementara Pertamina tidak perlu aktif di hilir gas. Pembayaran saham dilakukan dengan saham pemerintah di PGN atau cash, sehingga Pertamina berfokus pada pengembangan hulu.
2. Waktu pelaksanaan menunggu Pertamina selesai mengincar proyek hulu yang akan dibeli dari hasil pelepasan Pertagas. Selain itu, menunggu PGN memobilisasi dana untuk melakukan pembelian.
3. Valuasi Pertagas yang akan dilakukan oleh konsultan keuangan independen, yaitu Danareksa, Bahana, dan Mandiri Sekuritas.
4. Pengelolaan hilir gas berada di satu tangan.
PGN | Pertagas | |
Berdiri pada 1965 IPO 2003, dengan saham publik 43,03% | Status | Sejak 2007 Anak usaha PT Pertamina |
6.000 kilometer pipa | Infrastruktur | 1.589 kilometer (bekas pipa hulu Pertamina) |
Gas kota ke rumah tangga 90 ribu unit Pembangunan jaringan pipa South Sumatra West Java (SSWJ) dan Unit Penampungan Gas Alam Cair dan Regasifikasi Terapung (FSRU) Lampung dilaksanakan tepat waktu | PenyelesaianProyek/Penugasan | Gas kota ke rumah tangga: 0 Jaringan pipa Gresik-Semarang dan FSRU Jawa Tengah belum terealisasi sejak 2006 |
Mengacu pada kemampuan daya beli konsumen domestik | Skema Harga Jual Gas | Mengacu pada harga internasional |
Tercatat Rp 30 triliun dan kapitalisasi pasar modal Rp 110 triliun | Aset Infrastruktur dan Bisnis Gas | Rp 5 triliun |
Data Gas
Proporsi Konsumsi Gas Domestik
Naskah: Gustidha Budhiartie
Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, PDAT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo