Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Manipulasi atau Curiga ?

Menurut Djoko Mursito Humardani, ada manipulasi impor kapas sebesar 10% dari nilai impor kapas 1987 sekitar US$ 270 juta. Tapi ketua API, Ian Daskian tak yakin ada manipulasi impor kapas.

27 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANGAN-angan swasembada -- seperti yang terjadi pada beras -- tak kunjung terwujud pada kapas. Lebih dari itu, impor kapas sering ruwet, malah ada berita santer tentang manipulasi. Caranya? Bayangkan saja, tukang batu yang disuruh beli material di toko bahan bangunan, lalu minta kuitansi. "Tolong, harganya ditulis dua belas ribu, ya," pinta si tukang batu. Padahal, harga sebenarnya cuma Rp 11 ribu. Praktek dagang seperti itu terjadi pada impor kapas. Jumlahnya sekitar 10% dari nilai impor kapas tahun lalu, yang nilainya sekitar 270 juta dolar AS. Itu menurut Djoko Mursito Humardani, anggota DPR RI, seperti dikutip Kompas pekan lalu. Dengan cara itu pengusaha tekstil atau industri pemintalan yang mengimpor kapas bisa mengempiskan keuntungan perusahaan. Dengan sendirinya pajak penghasilan kecil, negara dirugikan. "Kalau benar impor kapas dimanipulasikan, tentu Djoko Mursito memiliki datanya. Saya sendiri tak tahu sejauh mana data itu," ujar Ian Daskian, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Apalagi bila tudingan itu ditujukan kepada perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan luar negeri. Menurut Ian, itu tak mungkin terjadi. Sebab, "Mereka sangat patuh kepada pemerintah," katanya. Ian sendiri menjalankan Primatexco, perusahaan patungan antara Gabungan Koperasi Batik Indonesia dan Jepang. Memalukan, memang, kalau praktek over invoice, yang minta ditulis dalam harga lebih tinggi dari harga sebenarnya itu, sampai diketahui. Aparat pajak pun belum tentu mencium kasus-kasus begitu. Tapi kabarnya Dioko Mursito pernah meneliti soal over nvoce tersebut. Satu perusahaan saja, nilainya bisa jutaan dolar. Inikah akibat tak berfungsinya PT CBTI (Cerat Bina Tekstil Indonesia), yang statusnya sebagai importir tunggal maupun penanggung jawab pembelian kapas dalam negeri dicabut Menteri Perdagangan Arifin Siregar Juni lalu? Menurut Husein Aminudin, yang menjadi Ketua Presidium Federasi Industri Tekstil Indonesia (FITI), sejak pendiriannya, CBTI tidak memperoleh dukungan industri pemintalan. Malah, "Kegiatan CBTI menimbulkan keresahan luas di kalangan industri pemintalan," kata Aminudin kepada Aji dari TEMPO. Misalnya soal pengutan 0,125% dari harga kapas impor, soal stempel CBTI di atas formulir aplikasi L/C (Letter of Credit) bahan baku. Dan sekarang impor kapas dilakukan pengusaha, tanpa campur tangan CBTI, kendati perusahaan ini belum bubar. Aminudin, yang sehari-hari adalah Presiden Direktur PT Textra Amspin, lebih senang begitu. Perusahaannya kebanyakan membeli kapas dari bursa komoditi fisik berjangka (fture market) di New York, Amerika. "Itu 'kan terbuka, jadi tak mungkin kita melakukan manipulasi," ucap Aminudin tegas. Kemungkinan memperoleh harga kapas berbeda memang bisa terjadi kendati sama asalnya, kualitas, maupun tanggal pengirimannya. Sebab, pengusaha yang menandatangani kontrak pembelian pada akhir Agustus, misalnya, untuk pengiriman kapas pada 15 Desember 1988 tentu berbeda dengan pengusaha lain yang menutup kontrak pada Oktober. "Ini 'kan tidak dapat dikatakan sebagai korupsi atau permainan," ujar Aminudin pula. Ada benarnya juga. Kecuali jika terbukti banyak pengimpor kapas memanipulasi harga pembelian di atas kertas. Atau mungkin ribut-ribut timbul karena curiga, yang lalu menuntut dibentuknya semacam badan pengawas -- tak cukup dengan kelembagaan yang sudah ada, seperti SGS, aparat pajak. Ini baru soal impor kapas. Sedangkan produksi kapas dalam negeri, sampai kini, masih termehek-mehek. Swasembada kapas juga hampir-hampir dilupakan, sementara pengusaha tekstil dan pemintalan tidak pula berteriak-teriak menggalakkan penanaman kapas. Pilihan itu masih tetap pada impor, yang di sektor mana pun kok ya selalu kisruh. Suhardjo Hs. & Rustam F. Mandayun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus