ASTRA menanam modal di Vietnam? Itu kata AFP, Hong Kong, yang dikutip beberapa koran di Jakarta, 19 Agustus lalu. Berita tersebut mengatakan, PT Astra International Inc., yang berkantor pusat di Jakarta, telah mendirikan usaha patungan berbentuk induk perusahaan dengan pemerintah di Kota Ho Chi Minh, bernama Indovina International Ltd. Tran Phuoc Tien, direktur pelaksana Indovina, seperti dikutip AFP mengatakan, "kegiatan utama perusahaan adalah mengatur impor bahan-bahan bangunan dari Indonesia, dan memenuhi permintaan pestisida dan insektisida di Vietnam, serta mengekspor produk-produk pertanian dari Vietnam ke Indonesia." Tapi di hari yang sama, juru bicara PT Astra, Aminuddin, yang dihubungi TEMPO, membantah keterlibatan Astra dalam usaha patungan itu. "Berita itu tidak betul," katanya. Edwin Soeryadjaya, salah seorang anggota direksi PT Astra, yang juga dihubungi Max Wangkar dari TEMPO, menjelaskan duduk perkara usaha patungan di Hong Kong. Menurut Edwin, putra kedua Komisaris Utama PT Astra William Soeryadjaya, Indovina International Ltd. di Hong Kong didirikan oleh perusahaan Summa International, milik pribadi Edward Soeryadjaya, abangnya, yang antara lain berusaha di bidang perbankan dan lembaga keuangan nonbank. Summa International kabarnya memang berdiri di luar payung PT Astra. Para pemegang sahamnya juga terdiri atas pihak-pihak di luar Astra, sekalipun beberapa di antara mereka mempunyai kepentingan di Astra. Pemiliknya terutama adalah Summa International Bank Holdings & Investment of Luxembourg, bermarkas besar di Vanuatu, dulu New Hebrides, Pasifik Selatan. Apa kata Edward? "Dia sedang di Amsterdam," kata Happy Soeryadjaya, istrinya, Jumat lalu. Tapi ketika reporter Bachtiar Abdullah mengontak tempat tinggal Edward di Amsterdam, yang menerima telepon di sana mengatakan, dia sudah terbang ke Tokyo. Komentar Edward memang masih harus ditunggu. Tapi jauh sebelum Indovina berdiri, di bulan Agustus tahun silam, sebuah misi dagang yang dipimpin Dirut PT Pantja Niaga Djukardi Odang telah berkunjung ke Hanoi dan Kota Ho Chi Minh untuk menjaiaki pemasaran produk-produk dari Indonesia, juga dari Astra. William Soeryadjaya ada di situ, dan mengangkut delegasi kecil itu dengan pesawat jet eksekutif Grumman miliknya. Misi dagang serupa di bawah pimpinan Djukardi Odang sebelumnya pnah beberapa kali ke Vietnam. Djukardi, oleh pemerintah RI, ditunjuk sebagai koordinator, untuk menjawab minat besar pemerintah Vietnam, yang perlahan-lahan mulai membuka diri terhadap masuknya modal dari luar. Djukardi pernah menyebutkan minat Vietnam untuk membeli sepeda motor Honda Bebek dan mobil Kijang keluaran Astra, yang sudah mulai diekspor ke Brunei Darussalam dan Papua Nugini. Tapi sampai sekarang, seperti kata Edwin Soeryadjaya, Si Kijang belum lagi melompat masuk Vietnam. "Astra sama sekali belum melakukan transaksi dagang dengan Vietnam," kata Edwin. "Sejumlah Honda Bebek juga baru sekali diekspor Astra ke RRC." Kunjungan ayahnya ke Vietnam beberapa kali, menurut Edwin, masih dalam taraf penjajakan. Mungkinkah Astra kelak menjual produknya melalui Indovina, bila memang ada permintaan dari Vietnam? "Ya, kalau perusahaan itu mau membeli produk Astra, bisa saja. Tapi kami akan melakukannya sebagai salah satu konsumen," kata Edwin Soeryadjaya. Dalam sebuah omong-omong dengan TEMPO Sabtu malam lalu, Edwin mengatakan bahwa Astra akan "mem-back" Indovina International, sekalipun tak punya hubungan langsung dengan perusahaan induknya. Edward, sang abang yang agaknya ingin jalan sendiri, barangkali ingin membenamkan modal di Vietnam sebelum Astra masuk ke sana. FJ
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini