Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mar'ie dan sikap amerika

Indonesia peminjam terbesar di adb. mengapa amerika enggan menambah modal kerja? laporan mohamad cholid dari manila.

15 Mei 1993 | 00.00 WIB

Mar'ie dan sikap amerika
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BAGI Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad, sidang tahunan Asian Development Bank (Bank Pembangunan Asia) di Manila, yang berlangsung 36 Mei berselang, merupakan sebuah debut internasional. Selain itu, sebagai satu kerja sama tingkat dunia, sidang ADB XXVI itu tentulah juga tergolong forum yang prestisius. Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari 52 anggota ADB dan calon anggota (antara lain Iran) hadir di situ, membahas langkah ADB sepanjang satu tahun ke depan, terutama mengenai pendanaan untuk pembangunan Asia-Pasifik. Sebagai pembaca pidato pertama mendahului Jepang dan AS Mar'ie telah menyita sepenuhnya perhatian para peserta. Kesempatan itu memang telah dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Menteri Keuangan Indonesia ini. Bahwa Mar'ie bisa memperoleh giliran pertama, tentulah hal itu tak terlepas dari lobi intensif yang dilakukan oleh Sofjan Djajawinata, Direktur Eksekutif ADB (mewakili Cook Island, Fiji, Indonesia, Selandia Baru, Tonga, dan Samoa Barat). Seusai sidang hari pertama itu, jadwal Mar'ie langsung penuh sampai malam hari. Ia makan siang dengan Menteri Keuangan Jepang Yoshiro Hayashi, disusul pembicaraan dengan delegasi dari AS, Australia, Bank Exim Jepang, IFC (International Finance Corporation), AFIC (Asian Finance and Investment Corporation), dan beberapa bankir bank komersial. Selepas acara yang begitu padat, Mar'ie mengungkapkan kepada TEMPO dan tiga wartawan Indonesia lain bahwa pembicaraan umumnya menyangkut kerja sama bilateral dan multilateral. ''Mereka tidak mempertanyakan lagi kebijaksanaan ekonomi dan keuangan kita, karena sudah yakin,'' katanya. IFC (lembaga keuangan di bawah Bank Dunia), misalnya, berjanji akan membantu pengembangan modal ventura dan dana investasi bagi Indonesia. Kegiatan itu akan memperoleh kemudahan perpajakan, sesuai dengan UU No. 7 yang efektif sejak tahun 1992. Dari ADB sendiri, untuk tahun 1993 Indonesia akan memperoleh pinjaman US$ 1,21,3 miliar. ''Tetap akan lebih besar dibandingkan pinjaman ADB ke RRC atau ke India,'' kata Kepala Perwakilan ADB di Indonesia, Eiji Kobayashi. Seperti diketahui, untuk tahun 1992, Indonesia telah memperoleh utang total US$ 1,21 miliar, sementara RRC mendapat US$ 903 juta dan India US$ 982 juta. Dari 10 proyek yang akan dibiayai ADB di Indonesia selama tahun 1993, dua sudah disetujui. Pertama, proyek East Indonesia Airport (pengambangan Bandara Manado dan Ambon), senilai US$ 110 juta dan diteken 25 Maret lalu. Pengembaliannya selama 25 tahun. Yang kedua adalah proyek Second Development Finance Loan, untuk mendukung kegiatan usaha menengah yang berorientasi ekspor, sebanyak US$ 200 juta (30 Maret 1993), jangka waktu 15 tahun. Untuk kedua utang tersebut, Indonesia harus membayar bunga variabel (sekitar 6,5%), tergantung situasi pasar modal internasional (sebagai sumber dana ADB). Yang masih menunggu ialah pengembangan sarana telekomunikasi (penerima PT Telkom, dengan jumlah pinjaman US$ 195 juta), pengembangan sarana tenaga listrik di Sumatera Selatan dan Sulawesi Utara (PLN, sebanyak US$ 250 juta), perbaikan sistem pendidikan tinggi (Ditjen Pendidikan Tinggi P & K, US$ 100 juta), dan Eastern Island Urban Development (penerima Ditjen Cipta Karya, US$ 108 juta). Dari berbagai proyek itu ada satu yang sudah dipastikan bebas bunga, yaitu Proyek Pemulihan Akibat Bencana Flores. Nilainya US$ 30 juta, sumbernya adalah ADF (Asian Development Fund), sebuah lembaga ADB untuk menyalurkan pinjaman sangat lunak untuk negara yang GNP per kapitanya rendah atau proyek-proyek khusus. Masa pengembaliannya 3540 tahun, termasuk 10 tahun grace period. Periode tahun 1993 Indonesia memang masih bisa memperoleh lebih banyak utang dari India maupun RRC. Tapi bantuan itu belum tentu sama untuk tahun 1994. Kendati demikian, menurut Wakil Presiden ADB (Operasi) William R. Thomson, selama dua atau tiga tahun lagi, Indonesia, India, dan RRC tetap akan menjadi peminjam ADB terbesar. Sesudah itu, situasi mungkin berubah, terutama kalau negara anggota calon peminjam bertambah, misalnya dari Asia Tengah. Yang kini terasa mengganjal, rencana penambahan modal ADB yang belum bisa dilaksanakan segera. Presiden ADB Kimimasa Tarumizu, bersama mayoritas menteri keuangan negara anggota, gubernur bank sentral, dan para direktur eksekutif, sudah sepakat bahwa ADB perlu tambahan modal disetor. Inilah penambahan modal keempat kalinya dan dikenal dengan sebutan GCI (General Capital Increase) IV. Modal ADB sekarang US$ 23,1 miliar. Menurut Sofjan Djajawinata, untuk tahun 1994 akan ditambah US$ 5 miliar lagi. Tahun berikutnya ditambah lagi 10%, sehingga dalam lima tahun tambahan itu akan berjumlah sekitar US$ 30 miliar atau 130% dari yang sekarang. Rencana yang mulia itu terhambat oleh sikap AS, pemilik suara kedua terbesar (13,1%), sesudah Jepang (13,5%). Karena banyak urusan dalam negeri yang dianggapnya lebih penting, pemerintahan Clinton tampaknya enggan mengeluarkan dana dan konsentrasi tambahan ke ADB. ''Tapi saya percaya, sebagai sesama negara dalam ikatan Asia Pasifik, AS akan bisa diajak membicarakan GCI IV ini dalam suasana yang lebih enak,'' kata Tarumizu. Mar'ie sendiri berpendapat, rencana GCI IV tidak menemui jalan buntu. ''Saya optimistis.''

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus