Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – PT Kereta Api Indonesia atau KAI (persero) masih kesulitan memulihkan okupansi layanan kereta jarak jauh di masa transisi menuju tatanan kegiatan bisnis baru alias new normal. Vice President Public Relations PT KAI, Joni Martinus, mengatakan tingkat permintaan kereta antar kota belum akan melonjak karena penumpang kesulitan memenuhi persyaratan bepergian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dengan aturan dokumen perjalanan itu, demand masih rendah, dan kami belum bisa mendongkrak okupansi,” ucapnya kepada Tempo, Ahad 14 Juni 2020.
Sejak pekan lalu, Kementerian Perhubungan sudah mulai melonggarkan batasan kapasitas angkutan umum untuk mengantisipasi lonjakan permintaan kala new normal. Merujuk Surat Edaran Gugus Tugas Nasional Percepatan Covid-19 Nomor 7 Tahun 2020 dan Permenhub Nomor 41 Tahun 2020, keterisian armada alias load factor seluruh moda dipulihkan secara bertahap menjadi 70-85 persen, dari yang sebelumnya dipatok 50 persen dari total kapasitas.
Namun, penumpang tetap harus memenuhi protokol bukti kesehatan, bisa berupa surat hasil negatif tes polymerase chain reaction (PCR) yang berlaku tujuh hari, bukti tes rapid yang nonreaktif, atau setidaknya surat keterangan bebas gejala influenza dan penyakit sejenisnya.
Saat ini, kata Joni, hanya 22 persen dari total volume perjalanan kereta reguler KAI yang bisa diaktifkan. Jumlah itu setara pengoperasian sekitar 113 perjalanan dari total 532 kereta reguler KAI. Operasional tersebut pun masih bertumpu pada rute jarak dekat dan kereta rel listrik kawasan Jakarta dan sekitarnya. “Masih dominan kereta perkotaan, seperti Kota Bandung – Cicalengka, hanya yang pendek-pendek dulu,” ucapnya.
Adapun rute jarak jauh seperti Jakarta-Yogyakarta dan Jakarta-Surabaya masih dilayani kereta ekonomi dan kereta public service obligation (PSO) yang tiketnya disubsidi pemerintah. Hasil penjualan segmen tersebut, dia melanjutkan, belum akan signifikan mendongkrak pendapatan.
Direktur Utama PT KAI, Didiek Hartyanto, memproyeksikan lonjakan penumpang kereta rel listrik (KRL) mulai hari ini. Pasalnya, banyak karyawan kantor publik yang mulai kembali bekerja di kantor. “Ini hari pertama instansi pemerintah dan swasta menerapkan work from office,” katanya, akhir pekan lalu.
Meski mengantisipasi fasilitas kesehatan seperti face shield dan konter penjualan masker, Didiek mminta dukungan pemerintah untuk mengendalikan suplai dan demand, agar penumpang tidak menumpuk pada jam sibuk.
Adapun Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia, Aditya Dwi Laksana, mengatakan tingkat permintaan tak akan pulih jika kewajiban rapid dan PCR tetap dibebankan ke penumpang. Saat ini, menurut dia, operator kereta sudah menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat, mulai dari pemisahan kursi berdasarkan umur, anjuran penggunaan pakaian lengan panjang, hingga isolasi penumpang yang sakit atau suhu badannya melebihi 37,3 derajat celsius.
“Biaya perjalanan jadi berkali lipat karena dokumen kesehatan, otomatis penumpang menahan bepergian. Demand sulit untuk pulih,” ucapnya kepada Tempo.
FRANSISCA CHRISTY ROSANA | IVANSYAH | YOHANES PASKALIS