MENJELANG saatnya berbuka puasa, dengan bangga Gubernur Jawa Tengah H. Ismail menggunting untaian bunga melati, pertanda resmilah Bandara Adisumarno mulai melayani penerbangan Solo-Singapura, 1 Mei lalu. Syahdan, Bandara Adisumarmo Solo dijadikan bandara internasional -- bukan Bandara Adisucipto Yogyakarta yang lebih tua. Wujudnya pun sudah dipermak. Landasan pacu yang semula cuma 1.500 M panjangnya (lebar 45 M), diperpanjang menjadi 1.900 M. Gedung baru berarsitektur, apa lagi kalau bukan joglo, pun dibangun, untuk pengurusan bea-cukai, imigrasi, fiskal, dan lainnya. "Kini Adisumarmo mampu untuk didatangi Boeing 737. Juga DC-9 bisa mendarat di sana di malam hari," tutur Anton Sudarto, Kepala Kanwil Departemen Perhubungan Ja-Teng. Lalu dia menjelaskan, tambahan investasi untuk bandara itu menelan tak kurang dari Rp 4,8 milyar. Namun sampai pekan ini belum ada penumpang dari Singapura yang mendarat di Bandara Adisumarmo. Hal itu, mungkin, mesti seiring dengan peningkatan fasilitas perhotelan di Solo. Kini Solo baru punya sebuah hotel berbintang empat sebuah berbintang tiga, dan tiga buah hotel berbintang dua. Di saat penerhangan perdana itu juga baru ada enam penumpang yang berangkat dari Solo ke Singapura. Hampir semua penumpang -- yang ditanyai Kastoyo Ramelan, koresponden TEMPO di Solo -- nampak senang. "Kami bisa menghemat waktu dan uang," kata Liem Halim, seorang penumpang. Pengusaha dari Solo ini termasuk yang mendapat kehormatan dikalungi bunga melati pada penerbangan perdana itu. Dengan tiket seharga US$ 250, penumpang bertujuan ke Singapura itu naik pesawat Fokker-28 GA 405, pukul 12.45, menuju Bandara Soekarno-Hatta (untuk transit), kemudian dipindah ke pesawat Airbus A-300 yang menuju Singapura. Sumakto, seorang pedagang batik dan tekstil, pun girang dengan pembukaan jalur baru itu. Soalnya ia punya hubungan bisnis batik dengan orang Singapura. "Perdagangan batik kami pasti lebih meningkat lagi," kata Sumakto. Tapi ia tak ke Singapura pada pernerbangan perdana itu. Nampaknya Garuda makin berani mencari peluang-peluang baru. Selain pengembangan yang bertitik di Solo, Juni mendatang, flag carrier Indonesia itu juga tengah bersiap-siap untuk terbang ke Ho Chi Minh City, dahulu Saigon, Vietnam, dua kali seminggu. Turis mana yang ingin diraih Garuda? "Turis dari Amerika Serikat, terutama orang-orang Vietnam yang tinggal di sana." kata Soenarjo, Direktur Pemasaran Garuda. Suatu penerbangan yang panjang, mulai dari Los Angeles (LA), Den Pasar, SoekarnoHatta, Batam, lalu Ho Chi Minh City. Tarif yang akan dikutip Garuda, untuk Jakarta-Vietnam sekitar US$ 437, Batam-Vietnam $ 252, dan Denpasar-Vietnam $ 497 -- semuanya untuk kelas ekonomi, dengan pesawat DC-9. Maksudnya, "Kalau bulan pertama kosong, ruginya tak besar dibandingkan dengan mengoperasikan DC-10 atau A300," tutur Soenarjo. Selama ini Garuda terbang tiga kali seminggu ke Pantai Barat AS. Maka Garuda berharap akan bisa menjaring para turis Vietnam Amerika untuk singgah sebentar di Jakarta, lalu berlibur selama dua hari di Bali, sebelum melanjutkan perjalanannya ke Ho Chi Minh City ataupun Los Angeles. Negeri sosialis -- yang perlahan-lahan mulai membuka pintunya untuk dunia Barat -- rupanya lebih suka memilih Garuda untuk membawa turis ke negerinya. Salah satu alasannya, tentu saja, karena pemerintah RI memang menganjurkan agar para pengusaha kita mulai berani menancapkan kakinya di Vietnam, tanpa terlalu menghitung-hitung untung untuk jangka pendek.Suhardjo Hs, Bambang Aji Setiady, Kastoyo Ramelan (Solo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini