Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Memancing pembeli dengan biaya tinggi

Beberapa gambaran perusahaan yang akan menaikkan harga produksinya dan melakukan efisiensi setelah sitem pajak baru berlaku. (eb)

9 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAJAK akan menaikkan harga jual barang tapi juga mendorong pengusaha melakukan efisiensi. Tahun ini, volume penjualan industri modern mungkin makin ciut. Gamharan semacam itu setidaknya terbayang dalam perusahaan berikut: KOSMETIK: Industri kosmetik tidak termasuk yang terkena resesi. Sebagian besar dari sekitar 80 iuta wanita Indonesia, dewasa ini, cenderung mengorbankan belanja dapur demi keperluan kecantikannya. Larangan terhadap kosmetlk impor yang diterapkan pemerintah telah memberi angin wangi bagi pengusaha kosmetik nasional. Misalnya, Viva,Mustika Ratu, Listra. dan Sari AYU. Kosmetik Sari Ayu, produksi PT Martina Berto, termasuk jenis baru yang kini sedang meluas, terutama lewat murid-murid kursus kecantikan Martha Tilaar. Harga penjualan satu set, misalnya khusus untuk rambut saja, bisa mencapai puluhan ribu rupiah. Belum lagi untuk perawatan muka, kulit, dan resep -rahasia lainnya untuk pemikat pria, yang semuanya berjumlah 140 jenis. Produk Sari Ayu, tahun lalu, menurut Martha Tilaar, mencapai 8 juta unit, naik 1,5% dari produksi tahun sebelumnya. Sejak mulai berproduksi, 1981, Sari Ayu telah mampu mengekspor ke Malaysia dan Singapura, dan kini telah mencoba-coba ke Belanda dan Australia. Tapi pasaran Sari Ayu, terutama di dalam negeri lewat 27 agennya, sampai ke Irian Jaya. Sebagian dari para agen tersebut agaknya bermodal Rp 10 Juta, dengan omset per tahun mencapal Rp 60 juta. Maka, menurut general manager PT Martina Berto, Sanusi Wibowo, mereka termasuk Pengusaha Kena Pajak. Apalagi agen tunggalnya, PT Sari Ayu Indonesia. Berlakunya PPN, April nanti, tentu saja akan mempengaruhi harga kosmetik nasional, yang sudah termasuk mahal untuk kantung keluarga berpenghasilan menengah sekalipun. "Agar kepercayaan konsumen tidak luntur, terpaksa kami akan menekan ongkos produksi, supaya harga tidak naik lebih dari 5%," kata Martha Tilaar. Yang merepotkan perhitungan yakni pembelian bahan baku yang 20% masih harus impor dari AS dan Jepang, seperti pewarna dan parfum, yang harus dibayar dengan dolar. Kosmetik Viva, produksi PT Vita Cosmetic Industrial, sudah beberapa tahun mendapat nama di Indonesia. Tapi, dalam tiga tahun terakhir, "Produksi tak bisa dipacu lagi," kata J.D. Kuori, kepala Bagian Umum PT VCI. Hambatan yang dilihat Kuori yakni masalah transportasi dan kelancaran arus barang, serta lingkungan sosial, bukan karena bahan baku Viva 90% harus impor. "Kami mengimpor dari negara-negara Eropa yang kurs uangnya merosot," kata Kuori. Produksi Viva agaknya sudah memberi keuntungan yang sangat tipis, sehingga akibat PPN nanti terpaksa dimasukkan dalam harga eceran, sebagai beban konsumen. BIRO PERJALANAN Berbagai fasilitas kini disediakan pemerintah untuk mencari devisa dari turisme. Namun, perusahaan jasa turisme, seperti PT Vaya Tour, belum melihat prospek cerah. Rintangan utama yang dilihat direktur pelaksana Vaya Tour, P. Hadisusanto, yakni meningkatnya kurs dolar AS. Memang banyakorang AS yang kini melancong, tapi umumnya ke Eropa dan jarang yang kemari. Kebanyakan turis asing yang ke Indonesla berasal dari negeri-negeri yang mata uangnya terus mengalami depresiasi terhadap dolar AS. Vaya Tour, yang berkantor pusat di Jakarta dengan cabangnya di luar negeri (Singapura, Hong Kong, dan Amsterdam), tahun 1984, berhasil mendatangkan 19.000 wisatawan terutama dari Belanda dan Australia. Perusahaan yang juga berkantor di 10 kota besar Indonesia itu tahun lalu melancarkan promosi besar-besaran, mengundang orang Indonesia bepergian ke luar negerl dengan tiket berhadiah mobil. Tapi cuma sekitar 1.000 orang yang ikut, terutama ke Jepang. Kenaikan gaji pegawai negeri tidak diperhitungkan akan menyebabkan banyak orang jalan-jalan keluar negeri. "Kalau gaji swastaikut dinaikkan, boleh jadi ada pengaruhnya," tutur Hadisusanto. Paling tidak, mereka diharapkan mengikuti tour dalam negeri, seperti keliling Jawa-Bali dengan tarif Rp 140.000 per orang. Karena biaya operasi perusahaan akan meningkat akibat kenaikan bahan bakar, telepon, dan teleks, Vaya Tour terpaksa akan menciutkan permintaan komisinya. "Kalau dulu kami ambil 10%, mungkin sekarang cukup 7% . Yang penting, tarif kita kompetitif," kata Hadi. ELEKTRONIK PT National Gobel sudah mengambil ancang-ancang untuk menaikkan harga produksi barang-barang elektroniknya, seperti radio, televisi, lemari es, sistem pendingin, dan video-tape-recorder (VTR), kendati produk-produknya sudah terhitung lebih mahal dari produk sejenis pabrik lain. Kenaikan harga tak terelakkan, karena perusahaan patungan Jepang dan keluarga (Almarhum) Mohammad Gobel itu tak bisa menglkat pinggang lebih kencang. Harga produk-produk National Gobel yang tidak terhitung barang mewah terpaksa akan dinaikkar 4%, sedangkan yang termasuk barang mewah dinaikkan 11%--14%. Perusahaan yang menjamin servis- purna jual atau produk produknya di seluruh Indonesia itu tidak khawatir akan saingan harga pabrik lain. Yang dipermasalahkan sekarang, menurut Yamien Tahir, wakil presiden direktur National Gobel, yakni ancaman barang-barang sejenis yang masuk ke sini secara ilegal. VTR di pasar Singapura ada yang cuma berharga Rp 280.000. Ini tentu akan sangat bersaing dengan harga-harga di sini, yang Rp 500.000 ke atas. "Apakah pemerintah sudah siap menghadapi masalah penyelundupan yang bakal terjadi besar-besaran itu", itu permasalahan utama yang dilihat Yamien. Sistem penjualan barang elektronik, yang akhir-akhir ini banyak dilakukan dengan kredit, menyebabkan pabrik-pabrik kesulitan uang tunai. Terpaksa, perusahaan menghadapi pilihan meminjam dari bank komersial yang kini berbunga 2,4% -2,7% per bulan, atau meminjam dari luar negeri, yang bunganya lebih rendah tapi susah didapat. Hal itu akan ditangani satu agen tunggal (PT Gobel Dharma Nusantara). TEKSTIL Industri tekstil tampak masih runyam. Hal itu tercermin dari pamor saham pabrik tekstil di bursa efek yang sudah meluntur. Nilai saham Unitex memang masih Rp 350 di atas nominal Rp 1.000, tapi Tifico dan Centex sudah merosot sejak Desember lalu. PT Century Textil Industry (Centex) adalah perusahaan tekstil yang paling awal memasyarakatkan sahamnya, dan merupakan perusahaan yang prestisenya di bursa paling tahan lama. Sejak go public, 1978, nilai sahamnya tak pernah turun dari Rp 5.000 per lembar karena tetap memberikan dividennya 15% pertahun. Baru dalam tiga bulan terakhir, nilainya turun hingga ke Rp 4.800 per lembar. Perusahaan tekstil Jepang yang telah membagikan 35% saham perseroannya kepada orang Indonesia itu, tahun lalu, ternyata menjalankan pabriknya di Pasar Rebo Jakarta) dengan produksi cuma 40% dari kapasitas 500 juta yard per tahun. Pemasaran yang lesu sejak 1981 itu masih berkepanjangan. Pasaran yang belum membaik menyebabkan stok menumpuk sampai produksi lima bulan. Akibatnya, perusahaan kesulitan uang tunai. Padahal, Centex, menurut Presiden Direktur Hiromi Hogan, dalam laporan tahunan 1984, telah menaikkan gaji dan upah 1.070 karyawannya rata-rata 11%. Belum lagi beban biaya pengadaan bahan baku, yang semuanya harus diimpor dari AS yang mesti dibeli dengan dolar yang kian mahal. Untunglah, Centex kini mampu mengimbangi penjualannya sampai 60% dengan ekspor. Pemasaran dalam negeri lewat 30 distributor masih dipertahankan, karena kenaikan gaji pegawai diharapkan bakal meningkatkan permintaan kain. Tapi tahun 1985 ini, Centex ingin memperluas pasar luar negeri hingga mencapai 75% dari seluruh penjualan. MAKANAN & MINUMAN KALENG PT Management Trust (Mantrust), yang bergerak di bidang industrl makanan dan minuman - seperti susu, jamur, kornet, dan paket makanan naik haji melihat bahwa tahun ini sudah akan lebih baik. Sejak tahun lalu, menurut Direktur Utama Tegoeh Soetantio, Mantrust telah mengambil langkah-langkah penekanan efisiensi lebih banyak ke dalam. Misalnya, target kerja buruh ditingkatkan. "Kalau dengan jam kerja delapan jam, dulu, buruh mampu menyelesaikan 100 paket karton, sekarang bisa 110," katanya. Dengan demikian, produksi lebih besar, dan dapat menghasilkan produk yang lebih bersaing dengan produk perusahaan lawan. Tapi Mantrust tak bisa berspekulasi dengan harapan keuangan perusahaan akan lebih baik tahun ini. Target untuk meningkatkan omset penjualan sebanyak 10% memang ada, tapi hal itu untuk mengisi kerugian akibat biaya bahan baku impor, seperti kaleng (tin plate), kenaikan tarif listrik, teleks, telepon, serta kenaikan pegawai Mantrust.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus