Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETENGAH berlari, tiga pria ”menerobos” Stasiun Pondok Ranji, Tangerang, Banten, Rabu pekan lalu. Mereka tak lewat pintu utama, tapi melalui sisi lain yang berbatasan dengan pinggiran rel. Ini cara gratis menumpang kereta api. Namun hari itu mereka tak beruntung. Seorang petugas berseragam biru dengan topi putih tak kalah gesit menghadang para penerobos. Ketiganya digiring berbalik ke arah loket.
Kepala Stasiun Pondok Ranji, Asep Saeful Khalik, mengatakan pria berseragam biru itu adalah satu dari selusin petugas pengamanan dalam Stasiun Pondok Ranji. Mereka khusus mencegah masuknya para ”penerobos” alias penumpang tanpa karcis. Banyaknya jalan alternatif masuk ke lintasan kereta stasiun membutuhkan penjagaan ekstraketat, terutama pada jam-jam sibuk.
Menurut Kepala Seksi Operasi Daerah Operasi I Jakarta, Afianto, keberadaan petugas pengamanan dalam di Stasiun Pondok Ranji itu merupakan bagian dari proyek percontohan penertiban penumpang tak berkarcis. Maklum, selama bertahun-tahun PT Kereta Api Indonesia menderita kerugian, terutama oleh para penumpang gelap kereta listrik ekonomi Jabodetabek. Diperkirakan 20 persen penumpang tak membayar—mengakibatkan kerugian Rp 51,5 miliar per tahun.
Pada akhir Desember tahun lalu, para pemimpin Daerah Operasi I berunding untuk memecahkan persoalan kronis ini. Mereka memutuskan menunjuk langsung perusahaan di bidang pengamanan, PT Leo Baru Jaya, yang kemudian menerjunkan 138 petugas di beberapa stasiun, sejak Januari lalu. Jika program ini berjalan baik, PT KAI akan membuka tender terbuka untuk pengamanan yang lebih luas dan serius.
”Satpam khusus” PT KAI itu tidak hanya menjaga stasiun dari para penelusup, tapi juga menjaga keamanan dan kerapian lingkungan stasiun. Menurut Kepala Humas Daerah Operasi I Jakarta, Akhmad Sujadi, dua atau tiga minggu sekali mereka beraksi membersihkan bedeng, gubuk, lapak jualan, dan bangunan kumuh lain yang berdekatan dengan rel kereta api. ”Pokoknya menertibkan yang mengganggu kenyamanan dan keamanan,” kata Sujadi.
Para tenaga bantuan keamanan ini sekaligus memperkuat 120 petugas harian pemeriksa karcis yang ditempatkan di stasiun-stasiun sejak Oktober lalu. Menurut Kepala Subseksi Angkutan Penumpang Divisi Jabotabek, Zaenal Arifin, langkah itu cukup efektif memangkas kebocoran akibat ulah penumpang nakal.
Sepanjang 2006, PT KAI memperoleh pendapatan Rp 206 miliar, yang memang tidak sesuai dengan target. Tapi, kalau dilihat pendapatan sejak Oktober 2006, angkanya cenderung meningkat. Pada Oktober, pemasukannya Rp 18,07 miliar, sementara bulan berikutnya menjadi Rp 18,9 miliar, dan terus meningkat hingga Januari lalu.
Di Stasiun Tanah Abang dan Serpong, misalnya, pendapatan meningkat Rp 25 juta sebulan setelah petugas pengamanan dalam beroperasi. Sedangkan di sepuluh stasiun lain, kenaikannya bervariasi antara Rp 3 juta dan Rp 15 juta. ”Tapi Februari kemarin pendapatan turun akibat banjir,” kata Zaenal.
Memang, usaha itu masih jauh dari harapan. Sebab, jika PT KAI berhasil menambah pemasukan Rp 24 miliar per tahun saja, barulah tertutup separuh kebocoran. Tapi PT KAI memilih realistis. Pada tingkat sekarang, yang penting adalah memberi rasa aman. ”Kita mencanangkan 2007 sebagai Tahun Keselamatan,” kata Sujadi.
Muchamad Nafi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo