Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PULUHAN bus teronggok di halaman kantor Perum Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD), Cawang, Jakarta Timur. Sebagian angkutan umum itu penyok dan babak-belur di sana-sini. Hanya bus-bus ”Pariwisata” yang tampak terawat. ”Tidak kebagian trayek, jadi tidak keluar,” kata Pande Putu Yasa, Kepala Divisi Humas PPD.
Bertambahnya busway atau jalur khusus bus Transjakarta, yakni koridor IV-VII, sejak 27 Januari lalu, memang, menjadi kabar buruk bagi mereka. Bus PPD yang terpuruk di kandang makin banyak. Nasib serupa dialami PT Mayasari Bakti dan perusahaan-perusahaan angkutan umum lain yang rutenya berimpitan dengan bus Transjakarta. Di kantor Mayasari di Cijantung, Jakarta Timur, tak kurang dari 200 unit bus ”istirahat” tiap hari.
Hantaman Transjakarta terhadap bus umum tak terlepas dari kebijakan Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Menurut aturan, trayek bus umum yang memiliki jalur bersinggungan dengan busway, lebih dari 50 persen, harus dihapuskan. Akibatnya, bus Patas AC 04 jurusan Kampung Rambutan-Kota milik Mayasari dan Patas 42 serta Patas 10 milik PPD jurusan Singgalang-Senen, misalnya, hilang dari peta kendaraan umum.
Dalam kondisi yang sudah buruk, mereka makin terpuruk. Perusahaan yang memiliki tanggungan 4.000-an karyawan ini menderita defisit Rp 4,6 miliar per bulan sejak 2003. Meskipun sudah mengurangi sepertiga karyawannya tahun lalu, PPD masih dihantam rugi Rp 2,8 miliar per bulan. Kini, dari 600 unit bus hanya 350 unit yang beroperasi. Pendapatan kotor per bulan yang semula sekitar Rp 10 miliar, tinggal Rp 7 miliar. Ludes termakan biaya operasional.
Nasib Mayasari setali tiga uang. Menurut Manajer Operasional Ari Azhari, kini hanya sekitar 800 dari 1.400 unit bus yang beroperasi. Pendapatan Rp 3 miliar per hari melorot tinggal Rp 1 miliar saja. Semuanya tersedot ongkos bahan bakar, perawatan, dan gaji pegawai.
Jalan keluar sudah diupayakan. Menurut Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, pemerintah melibatkan semua perusahaan bus kota dalam konsorsium operator koridor Transjakarta. Saat ini sudah ada empat konsorsium, yaitu PT Jakarta Express Trans, PT Jakarta Batavia, PT Jakarta Trans Metropolitan, serta PT Jakarta Mega Trans.
Konsorsium tersebut menyerap perusahaan-perusahaan yang sebagian besar memiliki trayek berimpitan dengan Transjakarta. Teorinya, dengan menarik Perum PPD, PT Mayasari Bakti, PT Bianglala, dan PT Steady Safe ke dalam konsorsium, kerugian akibat pengha-pusan trayek diharapkan tak sampai terjadi.
Lain di atas kertas, lain di lapangan. Direktur Usaha PPD, Kusnan, mengakui bahwa konsorsium memang ikut membantu mengatasi kesulitan perusahaan. ”Namun, masih belum cukup untuk mengganti kerugian akibat pengebirian trayek kami,” katanya. Menurut perkiraan Kusnan, keadaan ideal bisa tercapai jika ke-15 koridor Transjakarta sudah selesai dibangun pada 2010.
Para operator bus lalu mencari solusi lain. Mereka pasang strategi bertahan. PPD, misalnya, mempersiapkan bus-bus pengumpan atau feeder untuk kompleks perumahan pinggiran Jakarta. Sedangkan Mayasari mengobral bus dengan harga murah agar bisa membeli bus baru sesuai dengan standar Transjakarta. Lumayan.
Muchamad Nafi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo