PEKERJAAN membangun rumah duta besar berikut gedung kedutaan besar RI di Riyadh akhirnya diserahkan kepada PT ICCI (Indonesian Consortium of Construction Industries). Keputusan pemerintah memenangkan kontraktor nasional itu dikemukakan sekretaris jenderal Departemen Luar Negeri Soedarmono di DPR awal Iebruari lalu. Berapa nilai borongan yang dimenangkan calon kontraktor utama ltu tak disebutkannya secara terperinci. Menurut sebuah sumber, pemerintah memenangkan ICCI karena kontraktor ini, sesudah melewati negosiasi ketat, bisa menurunkan nilai borongan itu di bawah harga US$ 6,2 juta. Padahal, sebelumnya, kontraktor ini memberikan harga US$ 9,3 juta yang, kata sumber itu, hampir sama dengan tawaran Kuk Dong Construction, Korea Selatan. Belakangan, sesudah Kuk Dong tahu bahwa sejumlah material untuk pembangunan gedung semacam itu mendapat pembebasan bea masuk dan pajak impor, tawarannya terakhir bisa turun menjadi IJS$ 6,2 juta. Penurunan serupa, menurut sumber itu, ternyata bisa juga dilakukan ICCI. Selain karena materi, seperti lift dan alat-alat listrik, yang nilainya bisa mencapai 40% dari kontrak, dibebaskan dari bea masuk dan pajak impor, juga skala pekerjaan dikurangi. Tempat parkir, misalnya, tidak sebesar rencana semula. Lalu kusen kayu jati dan keramik, yang tak dikenai bea masuk, akan didatangkan dari Indonesia. "Tapi kualitas bangunan tetap dipertahankan. Soal adukan semen misalnya, ya, tetap seperti diharuskan," katanya lagi. Sebagai kontraktor, ICCI pernah gagal membangun kompleks Akademi Militer Raja Abdul Aziz (KAMA 11) di Riyadh bernilai US$ 206 juta. Kegagalan di proyek prestisius itu akhirnya mendorong pemerintah, akhir 1982, membenahi manajemen dan memberikan suntikan dana. "Karena manajemen perusahaan itu kini sudah beres, pemerintah percaya ICCI bisa mengerjakan pembangunan KBRI itu," ujar sumber itu. Kata Soedarmono, pekerjaan yang dimulai Mei nanti harus selesai paling lambat Juni 1985.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini