SEJAK beberapa tahun lalu para insinyur mendapat lapangan kerja
baru: di bank. Itulah rupanya efek sampingan diharuskannya
bank-bank umum untuk melayani Kredit Investasi Kecil dan Kredit
Modal Kerja Permanen.
Dan kesempatan itu rupanya tak dilewatkan begitu saja. Bank Duta
Ekonomi, sebuah bank umum swasta, yang baru pertama kali ini
membuka penerimaan insinyur, bahkan kebanjiran peminat. Ada
sekitar 400 insinyur berbagai bidang yang mendaftar, yang kini
masih dalam proses penyeleksian.
Tentu saja itu menyibukkan bagian pendidikan dan latihan di
bank-bank itu. Yah, bagaimana para ahli soal pertanian, soal
konstruksi bangunan, soal mesin-mesin pabrik itu paham soal
jenis-jenis kredit, atau soal peranan kredit dalam perbankan
kalau tak dididik dahulu? Tapi, mengapa insinyur?
"Seorang ahli yang mengetahui seluk-beluk bidang kehutanan atau
perhubungan guna menganalisa permintaan kredit di bidang itu,
memang sangat dibutuhkan," kata Oentoro, Kepala Bagian
Pendidikan Bank Bumi Daya.
Contohnya, peminta kredit untuk perkebunan cengkih, padahal
tanahnya lebih cocok untuk karet, maka tugas insinyur
perkebunanlah untuk memberikan pertimbangan layakkah permintaan
kredit itu dikabulkan. Dengan kata lain, ditariknya para
insinyur itu memang agar bank tidak kecolongan.
Konsekuensinya, para insinyur itu memang kemudian harus
mempelajari soal perbankan, khususnya prekreditan. "Sepertinya
saya harus mulai dari nol," kata Ir. Hermintarti, 24 tahun,
lulusan Fak. Kehutanan IPB, yang kini bekerja di BNI 1946.
Gampang Menerima
Lama pendidikan perbankan bagi para insinyur yang telah lolos
seleksi, untuk masing-masing bank tak sama. Ini agaknya
tergantung bidang yang ditangani bank-bank itu. Misalnya,
menurut ketentuan Bank Indonesia dulu, BNI 1946 menangani bidang
perindustrian dan perdagangan, BDN pertambangan dan
perindustrian, BBD perkebunan, kehutanan dan perhubungan. Pukul
rata lama pendidikan itu antara 3 - 9 bulan. Itu masih juga
tergantung kelancaran para insinyur itu sendiri. Tapi menurut
Oentoro, selama ini tak ada yang mengalami kesulitan. "Para
insinyur itu gampang menerima pelajaran perbankan," katanya.
Adapun para pengajarnya, kebanyakan diambilkan dari karyawan di
bankbank itu sendiri. Tapi ada juga yang bekerja sama dengan
Lembaga Managemen UI, misalnya Bank Rakyat Indonesia.
Dari pengalaman ini, beberapa insinyur yang telah beberapa lama
bekerja di bank, mengatakan perlunya pelajaran tambahan yang
menyangkut bidang ekonomi dan sosial di fakultas-fakultas
teknik. "Tidak semua lulusan fakultas teknik harus bekerja di
bidang teknik, 'kan," kata Ir. Hasan Suftandi, 35 tahun, lulusan
Teknik Sipil ITB yang kini bekerja di BNI 1946.
Selama ini sebetulnya Institut Pertanian Bogor telah memberikan
pengetahuan dasar sosial-ekonomi. Tapi yang lebih khusus,
misalnya perbankan, memang belum. Rektor IPB, Prof. Dr. Ir. Andi
Hakim Nasution, dengan tersenyum katanya: "Wah, bisa repot. Mana
tahu kalau mahasiswa IPB mau kerja di bank?" Masalahnya memang
tak sekedar tambah mata kuliah dan tambah dosen.
Keputusan pemadatan masa kuliah, yang kini 4 tahun, menjadi
pertimbangan pula. "Kalau itu diberikan bisa-bisa kuliah bisa
sarnpai 10 tahun," tambah Irlan Soejono Ph.D., Ketua Departemen
Sosial-Ekonomi Fak. Pertanian IPB.
Pun yang dibutuhkan tiap-tiap bank berlainan. Satu bank
membutuhkan insinyur yang paham perkreditan perkebunan besar.
Bank yang lain yang dibutuhkan insinyur pertanian yang tahu soal
perkreditan usaha kecil. "Jadi untuk sementara biar bank saja
yang mengadakan pendidikannya," kata Rektor IPB itu.
Tapi dari IPB ini memang bisa dimonitor kebutuhan bidang
pekerjaan sosial ekonomi yang membutuhkan tenaga ahli teknik
atau pertanian. Jurusan Agribisnis dan Jurusan Penyuluhan pada
Fak. Pertanian IPB, yang menyiapkan ahliahli perusahaan dan
penyuluhan pertanian, beberapa tahun terakhir ini meningkat
peminatnya. Padahal dulu, dua jurusan itu "dianggap keranjang
sampah saja," kata Irlan Soejono. Tahun 1978 mahasiswa kedua
jurusan itu hanya 41 orang. Kini, 1981, tercatat 115.
Seberapa jauh sebetulnya keinsinyuran digunakan di bank memang
bisa dipersoalkan. Itulah mengapa Fauzie Selenggang dari bagian
pendidikan Bank Duta Ekonomi minta kepada para insinyur itu agar
"melupakan sedikit ilmu yang sudah dipelajari".
Tapi itu agaknya hanya berlaku bagi mereka yang ingin
berprestasi dengan keinsinyurannya. Soalnya "pendidikan
perbankan itu hanya sebagai pendukung. Untuk menangani penilaian
permintaan kredit kehutanan misalnya, jelas diperlukan insinyur
kehutanan. Itu bidang mereka, bukan bidang ahli perbankan,"
sahut Oentoro dari BBD. Jadi, memang lebih sulit kalau dibalik:
ahli perbankan mempelajari bidang pertanian atau kehutanan,
misalnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini