Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yopie Hidayat*
Ketika ekonomi lesu berkepanjangan, tinggal bank sentral yang mampu menggerakkan pasar. Maka lagi-lagi perhatian para pelaku pasar pekan ini akan terpaku ke gedung bank sentral Jepang dan Amerika Serikat. Pada tanggal yang sama, 20-21 September, Bank of Japan (BoJ) dan The Federal Reserve akan bersidang dan membuat investor berdebar.
Hasil dua rapat di belahan dunia yang berbeda ini akan menentukan nasib pasar. Kabar dari Jepang, karena perbedaan zona waktu, akan lebih dulu mempengaruhi gerakan harga. Selang setengah hari kemudian, giliran Ketua The Fed Janet Yellen menjadi pusat perhatian. Isu sentralnya juga dua. Di Jepang, investor akan melihat kelanjutan program pencetakan uang untuk membeli obligasi pemerintah dan korporasi alias quantitative easing (QE). Di Amerika, lagi-lagi spekulasi soal naik-tidaknya bunga rujukan The Fed menjadi menu utama.
Dua pekan lalu, bank sentral Eropa (ECB) menegaskan akan tetap mengguyur pasar dengan dana 80 miliar euro sebulan. Tapi analis malah skeptis lantaran melihat dampaknya di sektor riil kian tak terasa. Jangan-jangan pada akhirnya para pemimpin bank sentral akan sampai pada kata cukup. Lagi pula ECB tidak tegas mengatakan bagaimana kelanjutan program QE, yang rencananya berakhir pada Maret 2017. Itulah sebabnya keputusan BoJ akan menjadi rujukan pasar untuk menilai: apakah kebijakan QE sudah harus segera berakhir atau tetap berkibar.
Ini memang dilematis. Bukankah bank sentral seharusnya lebih menolong para pelaku usaha di sektor riil ketimbang membantu spekulator pasar finansial yang sekadar memburu laba? Dan, terbukti, QE sejauh ini memang cuma mampu menyenangkan pasar keuangan, terutama pasar negara berkembang. Guyuran uang bank sentral ke pemerintah ataupun ke korporasi yang menjual obligasi nyatanya toh tidak mampu menggerakkan sektor riil di negara masing-masing.
Tak mengherankan jika sekarang ekonom dan pembuat kebijakan sudah semakin dalam berdiskusi tentang "jurus helikopter". Seumpama uang yang baru dicetak oleh bank sentral langsung dibagikan ke setiap rumah tangga, seolah-olah dijatuhkan dari helikopter, bukankah itu akan lebih bermanfaat? Uang langsung mengalir ke tangan konsumen, menciptakan daya beli, dan mendorong munculnya permintaan akan barang dan jasa. Ekonomi akan bergerak. Memang ada risiko melejitnya inflasi. Tapi, jika melihat laju inflasi di negara-negara maju yang saat ini begitu rendah, rasanya risiko itu masih masuk perhitungan. Inilah ide ekstrem yang kian menggoda para pembuat keputusan.
Di tengah kegamangan soal QE di Eropa dan Jepang inilah The Fed dua pekan lalu malah mengirim sinyal kemungkinan naiknya suku bunga rujukan. Namun data ekonomi Amerika yang muncul pekan lalu menunjukkan geliat pertumbuhan masih suam-suam kuku, belum panas mendorong inflasi. Para analis pun kembali menurunkan ekspektasi bahwa suku bunga The Fed akan naik pekan ini.Â
Dalam situasi tak jelas begini, pilihan terbaik adalah mencari kepastian. Bagi investor retail lokal, pilihan itu salah satunya adalah Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri 13, yang masuk pasar pada akhir bulan ini. Jangan terlalu berharap kupon ORI kali ini akan setinggi ORI seri 12 tahun lalu yang mencapai 9 persen per tahun. Tapi, mengingat pemerintah saat ini sedang tertekan defisit anggaran, untuk menarik investor, bukan tak mungkin pemerintah berani memberikan bunga tinggi. Sukuk Tabungan yang terbit pada awal bulan ini dengan imbal hasil 6,9 persen mungkin bisa jadi patokan. Tak banyak beda dengan deposito dan relatif bebas risiko.Â
Mungkin terasa menyedihkan. Investor kini dapat memanfaatkan situasi ketika pemerintah sedang terdesak dan harus membayar bunga mahal dengan uang pajak. Tapi, apa boleh buat, itulah hukum besi investasi: taruhlah keranjang telur di tempat aman. *) Kontributor Tempo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo