Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi meluncurkan Government Technology (GovTech) Indonesia yang bernama INA Digital di Istana Negara, Jakarta, Senin, 27 Mei 2024. Ini merupakan penyedia solusi terpadu berbagai layanan digital pemerintah, termasuk portal nasional dan layanan terkait infrastruktur, yang selama ini dikelola masing-masing kementerian dan lembaga.
“Kita harus memperkuat digital public infrastructure kita—semacam jalan tol untuk digitalisasi pelayanan publik. Kita juga harus memperkuat GovTech kita, satu portal terintegrasi yang kita namakan INA Digital,” kata Presiden Jokowi.
Peluncuran INA Digital, menurut dia, menegaskan bahwa kehadiran birokrasi itu seharusnya melayani, bukannya memperlambat atau mempersulit masyarakat. “Seharusnya, yang jadi tolok ukur adalah kepuasan masyarakat, manfaat yang diterima masyarakat, serta kemudahan urusan masyarakat,” tutur dia.
Latar belakang pengintegrasian platform layanan publik itu karena sebelumnya ada 27.000 aplikasi/platform di kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah yang semuanya bekerja sendiri-sendiri.
“Oleh sebab itu, saya sampaikan mulai tahun ini berhenti membuat aplikasi yang baru, berhenti membuat platform-platform baru. Setop!” kata Presiden Jokowi.
Integrasi platform layanan publik ke dalam INA Digital juga akan menghemat anggaran negara hingga Rp6,2 triliun, yang awalnya dialokasikan untuk membuat aplikasi baru.
“Di satu kementerian ada lebih dari 500 aplikasi. Bayangkan. Karena mungkin dulu setiap ganti menteri ganti aplikasi, di daerah pun ganti gubernur ganti aplikasi, ganti kepala dinas ganti aplikasi. Orientasinya selalu proyek. Itu yang kita hentikan dan tidak boleh diteruskan lagi,” kata Presiden Jokowi.
Setelah peluncuran INA Digital, pemerintah akan secara bertahap memadukan layanan dari masing-masing kementerian/lembaga yang sekarang masih punya aplikasi masing-masing.
Targetnya pada September mendatang, sebagian dari layanan publik tersebut sudah mulai terinteroperabilitas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa itu GovTech Indonesia?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas menyebut Indonesia akan memasuki fase baru setelah Government Technology (GovTech) Indonesia diluncurkan Senin, 27 Mei 2024, di Istana Negara, Jakarta.
Anas menjelaskan bahwa GovTech mengintegrasikan banyak platform kementerian/lembaga dibuat berdasarkan arahan dari Presiden Joko Widodo.
“Salah satu arahan Bapak Presiden adalah mendorong birokrasi berdampak karena banyak sekali kesibukan birokrasi selama ini, tetapi dampaknya kecil untuk rakyat, bahkan sebagian tidak berdampak. Oleh karena itu, maka Bapak Presiden minta kami memangkas tumpukan kertas atau proses bisnis,” kata Anas di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, Minggu.
Selain itu, ia mengatakan bahwa hadirnya GovTech nantinya dapat mendorong pemerintahan atau birokrasi yang semakin lincah dengan menggunakan instrumen digital, dan tanpa membuat aplikasi-aplikasi baru.
“Oleh karena itu, Bapak Presiden mengarahkan kami, sekarang dilarang untuk membuat banyak aplikasi-aplikasi baru, bahkan tidak boleh satu inovasi, satu aplikasi,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa hadirnya GovTech akan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan berbagai kemudahan, seperti tidak perlu mengisi ulang berbagai data atau memfotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP).
“Ke depan, kita akan ke dalam satu SSO, single sign-on, sehingga dengan begitu masyarakat tidak akan disibukkan lagi untuk mengisi berbagai aplikasi dan mengisi berbagai data, termasuk portal layanan yang telah terintegrasi dari berbagai layanan ke dalam satu portal,” katanya.
Menurut dia, hadirnya GovTech nantinya akan meningkatkan e-Government Development Index (EGDI) yang merupakan hasil survei dua tahunan PBB.
“Negara yang terbaik adalah negara yang e-Government Development Index-nya itu bagus. Nah, dari sini maka kami belajar, maka tidak ada pilihan kecuali adalah dengan digitalisasi,” ujarnya.
GovTech bukan aplikasi
Ia memastikan GovTech Indonesia bukan merupakan aplikasi, tetapi keterpaduan layanan.
“Jadi, sekarang ini kami sedang ingin mendorong keterpaduan layanan dari masing-masing kementerian/lembaga yang sekarang masih punya aplikasi masing-masing. Nah, Presiden telah memerintahkan ini. Nanti targetnya di Oktober ini, September/Oktober sebagian sudah mulai terinteroperabilitas,” katanya.
Tujuh layanan kementerian/lembaga yang akan dipadukan dalam GovTech meliputi Kementerian Dalam Negeri, Pendidikan, Kesehatan, Kepolisian Republik Indonesia, Sosial, Keuangan, dan Kementerian PANRB.
“Sekarang kami masih bertahap. Dari tujuh layanan tadi, kami terus bekerja keras, salah satunya adalah di Kemenkes sedang bergerak untuk menginteroperabilitas berupa layanan ke dalam Satu Sehat,” ujarnya.
Selain itu, ia menyebut platform SmartASN, wadah kolaborasi berbasis digital yang memudahkan pengelolaan dan pelayanan kepada ASN, sedang diintegrasikan ke dalam GovTech Indonesia.
“SmartASN sekarang sedang diuji coba ke 5.000 lebih ASN. Jadi, banyak aplikasi tentang ASN nanti diintegrasikan ke dalam satu portal,” katanya.
Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa kementerian/lembaga dalam tanda kutip disebut tidak boleh membuat aplikasi baru, kecuali menginteroperabilitaskannya.
ANTARA