Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Megap-megap di dalam negeri, Proton kini masuk ke Indonesia. Produsen mobil Malaysia itu mengibarkan benderanya, Sabtu dua pekan lalu. Belasan sedan Gen-2 dan city car Savvy ”pusing-pusing” di jalan-jalan protokol Jakarta untuk menandai masuknya Proton ke negeri ini.
Keadaanlah yang membuat Proton datang ke Indonesia. Industri yang dirintis mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad itu harus mencari pasar baru setelah pasar domestik tak lagi gurih. Mobil-mobil Jepang buatan Indonesia dan Thailandlah yang merobohkan ”kekuasaan” Proton di negerinya sendiri.
Itu terjadi setelah pemerintah Malaysia memangkas bea masuk impor produk otomotif dari 60 persen menjadi 5 persen pada Februari 2006. Kebijakan itu merupakan buntut diterapkannya zona perdagangan bebas ASEAN (AFTA). Akibatnya, pangsa pasar Proton tergerus menjadi tinggal 37 persen dari sebelumnya 60 persen (lihat ”Terpuruk di Kandang”).
Sebetulnya, ini bukan kali pertama Proton nyemplung ke Indonesia. Pada 1996, ia datang mengusung Proton Saga. Hanya saja, mobil yang didatangkan via imbal dagang dengan pesawat produksi IPTN, CN-235, itu tidak dijual ke pasar, melainkan dipakai perusahaan taksi milik Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut.
Awal tahun ini, Proton kembali ma-suk ke pasar taksi Indonesia dengan menjual Wira. Paling tidak, sudah empat perusahaan yang memakainya, tapi agaknya itu tak cukup. Kali ini, Proton mencoba menjajal pasar mobil Indonesia. Pilihan ini tentu bukan perkara mudah. Selama puluhan tahun raksasa otomotif Jepang seperti Toyota, Mitsubishi, Suzuki, dan Honda sudah menguasai pasar mobil Indonesia.
Pabrikan lain seperti Hyundai dan KIA—keduanya dari Korea—meskipun sudah berpacu sampai ngos-ngosan, tetap tak mampu menyusul mereka. Tengok saja data penjualan mobil tahun lalu. Mobil-mobil Jepang menguasai 90-an persen pangsa mobil Indonesia dengan trio Toyota-Mitsubishi-Suzuki menguasai 70 persen, sedangkan pabrikan lain hanya diberi di bawah delapan persen (lihat tabel).
Sudah begitu, yang dimasuki Proton adalah pasar sedan. Di Indonesia, sudah lama sedan tidak terlalu diminati konsumen Indonesia. Orang lebih menyukai jenis multipurpose vehicle (mobil keluarga). Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor, Joko Trisanyoto, menyebutkan, pangsa pasar sedan hanya enam persen atau sekitar 20 ribu unit. ”Market-nya sempit dan persaingan ketat sekali,” ujarnya.
Pangsa pasar mobil jenis lain, city car, yang juga dijajal Proton sama saja. Kompetisinya tak kalah seru. Ada Suzuki Karimun, Daihatsu Ceria, Hyundai ATOZ, KIA Picanto, dan Visto. Belakangan malah datang Cherry dari Cina. Persaingan kian ketat ketika muncul Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia. Keduanya memang tergolong minivan, tapi harganya tak berbeda jauh dengan harga mobil kota.
Toh, Proton tak merasa gentar. ”Buktinya ATOZ, Picanto, masih eksis. Artinya, pasar masih ada, kan?” kata Arief Gunawan, Manajer Pemasaran PT Proton Edar Indonesia, anak usaha Proton Bhd. Dia yakin mobil kota akan tetap diminati. Ukurannya yang mungil, fleksibel untuk digunakan di kota-kota besar yang lalu lintasnya macet, ditambah faktor harga murah dan bensin yang irit.
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Bambang Trisulo, mengatakan, masuknya Proton ke Indonesia bukan semata-mata karena masalah di dalam negeri, tapi mereka ingin mengembangkan sayap ke Asia Tenggara. ”Kalau mobil berbasis Indonesia, akan lebih mudah masuk ke Filipina, Thailand, atau negara ASEAN lain,” tutur Bambang, ”karena negara-negara ini patuh dengan kesepakatan AFTA dan lainnya.”
Berbeda dengan Malaysia, katanya, yang pandai berkelit. Pemerintah negeri jiran itu kelihatannya saja sudah menjalankan kesepakatan perdagangan bebas di wilayah ASEAN dengan menurunkan bea masuk otomotif menjadi 5 persen. Padahal, sejatinya mereka masih menyimpan banyak proteksi melalui kebijakan perdagangan dalam negeri. Bambang memberi contoh adanya pembatasan volume mobil yang diperbolehkan masuk, misalnya 10 ribu unit saja.
Komisaris Utama Proton Indonesia, Achmad Safiun, tentu menampik tuduhan-tuduhan itu. Ia membantah bahwa pasar otomotif Malaysia masih diproteksi. Justru, kata dia, penurunan bea masuk lebih dulu dilakukan pemerintah Badawi. Sedangkan Indonesia baru melakukannya November 2006, lebih lambat sembilan bulan.
Pembangunan pabrik perakitan mobil di Cikarang, Jawa Barat, menurut Achmad, dilakukan agar mendapatkan pasokan komponen yang lebih murah. Artinya, komponen akan dibeli dari Indonesia atau Malaysia; dipilih yang lebih murah. ”Ujungnya ke sana. Kompetisi bisnis mobil ini kan sangat buas. Kalau tidak bisa berkompetisi, ya roboh saja.”
Masuknya Proton memang akan meramaikan persaingan, tapi Bambang memprediksi persaingan kelak hanya akan terjadi antarmobil non-Jepang. ”Kalau menggeser Jepang, belumlah,” ujar Bambang. Arief juga menyadari hal itu. ”Meski pasarnya keruh dan tipis, kami sudah menyiapkan sejumlah jurus, antara lain mesin dan bodi yang lebih besar,” kata Arief.
Hyundai, yang memiliki pangsa pasar sama dengan Proton, tak khawatir dengan masuknya Proton. Deputi Direk-tur Pemasaran Hyundai, Erwin Djajadiputra, menyatakan perusahaannya siap menghadapi persaingan merek otomotif yang kian ketat. Pabrikan otomotif asal Korea itu telah menyiapkan jurus-jurus, salah satunya dengan merevisi kualitas. Tentu saja, yang akan untung konsumen. Banyak pilihan, harga akan makin murah.
Retno Sulistyowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo