Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menjual kamar lewat telepon

Banyak hotel kekurangan tamu. untuk mengatasinya, menparpostel, a. tahir meresmikan indotel, biro jasa khusus reservasi. mereka akan melayani para penelepon yang membutuhkan kamar hotel se-indonesia.(eb)

14 Februari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANGANNYA kecil saja. Berukuran 4 X 7 meter persegi. Tampak bersih dengan cat berwarna cream, kantor itu dilengkapi sebuah komputer dan sebuah telepon. Dua pria berdasi bertugas setiap hari menjaganya. Mereka akan melayani para penelepon yang membutuhkan kamar hotel di seantero tanah air. Beroperasi di lantai dasar Gedung Nugra Sentana yang terletak di Jalan S. Parman, Slipi, Jakarta, itulah Indotel, biro jasa khusus reservasi. Ini bidang usaha baru, yang sekalipun bukan usaha milik negara, Selasa pekan ini, diresmikan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Achmad Tahir. Adalah Pontjo Sutowo, pengusaha sejumlah perusahaan termasuk Hotel Hilton Jakarta, di antaranya yang ikut menanamkan andil di perusahaan baru itu. Putra bekas Dirut Pertamina Ibnu Sutowo ini bekerja sama dengan pengurus Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Itulah sebabnya, Indotel bisa berkantor di Nugra Santana, gedung milik keluarga Sutowo. "Ide pendirian usaha ini sebenarnya sudah sejak 1983," tutur Stella Gunawan, Manajer Eksekutif Indotel, pada Rudy Novrianto dari TEMPO. Latar belakang munculnya ide ini, antara lain, karena terus menurunnya tingkat hunian kamar di pelbagai hotel sejak 1982. PHRI beranggota 758 hotel di seluruh Indonesia. Di luar organisasi itu masih terdapat sekitar 800 hotel lain. Sayangnya, peningkatan jumlah kamar ini dibarengi dengan tingkat penghunian kamar yang terus menurun. Buktinya, pada 1982 cuma 40 persen (29.416 kamar) yang diisi tamu. Kemudian menurun menjadi 37% pada 1985. Untuk mengatasinya, PHRI sepakat meniru cara yang sudah dilakukan manajemen The Golden Tulip Hotel di Belanda atau Promotel di Inggris. Yakni dengan mendirikan biro jasa reservasi. Caranya, Pontjo Sutowo diminta menjadi cukong. Lalu, semua hotel diajak masuk menjadi anggota. Terkumpul 1.500 hotel. Mereka ini masing-masing dibebani untuk membayar uang pangkal: Rp 25.000 per hotel (yang memiliki sampai 75 kamar) dan Rp 300.000 per hotel (Yang memiliki di atas 500 kamar). Dengan membayar uang pangkal, semua hotel itu berhak mendapat layanan informasi Indotel. Mereka cukup mengirimkan data kamar, dan fasilitas yang tersedia di hotel mereka. Data ini dimasukkan dalam komputer. Lalu, petugas Indotel nanti, lewat telepon, tentu saja, yang akan "menjualnya". Ada dua cara penjualan ditempuh Indotel. Cara pertama dengan mem-book terlebih dulu kamar di semua hotel. Pada tahap awal, cmua hotel diminta mencadangkan 2 kamar mereka. Lalu, setelah memberikan informasi pada penanya lewat telepon, mereka mengirimkan semacam bon ke alamat pemesan itu. Dengan memperlihatkan bon itu sang pemesan bisa mendapatkan kamar dengan harga 10 persen lebih rendah dari harga resmi. Cara kcdua, biro jasa ini juga melayani pemesan dadakan. Seseorang bisa memesan kamar di sembarang tempat. Misalnya di pelabuhan udara, atau di stasiun kereta api ketika mereka mau berangkat ke luar kota. Setelah mencatat identitas sang pemesan, petugas Indotel kemudian menginformasikan data hotel yang dipunyainya. Setelah itu, mereka mengontak hotel yang bersangkutan: mendaftarkan nama pemesan tadi. Dan sang pemesan pun bisa mendapatkan kamar dengan harga yang dikorting 10 persen. Indotel sendiri atas jerih payahnya itu berhak mendapatkan komisi 10 persen dari harga kamar dari hotel yang mendapatkan tamu lewat jasa mereka. Dari bayaran inilah, memang, selain dari iuran tadi, Indotel memperoleh masukan. Dan dari itu semua, Stclla, wanita yang memimpin operasional Indotel sehari-hari, yakin usaha yang dimulai dengan investasi sekitar Rp 100 juta bakal bisa mencapai titik impas dua tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus