LANCAR di pusat, terganjal di daerah. Ini pengalaman para pengusaha swasta yang terjun di sektor agribinis. Padahal, inilah sektor, termasuk misalnya perkebunan besar, yang sudah lama ditawarkan pemerintah agar digarap swasta. Maka, boleh jadi karena keluhan para pengusaha memang dimonitor, Presiden Soeharto dua pekan lalu memerintahkan semua aparat pemerintah daerah agar terus memberikan dukungan pada swasta yang mau membuka areal perkebunan. "Karena manfaatnya banyak buat daerah. Misalnya dalam membuka daerah terpencil, menciptakan lapangan kerja, dan sebagai sumber pemasukan. Sebab, perusahaan-perusahaan itu nanti juga akan membayar pajak bumi dan bangunan," kata Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Tanaman Keras Hasjrul Harahap, selesai melapor pada Presiden. Perintah Presiden, yang disampaikan lewat Menteri Hasjrul ini, setidaknya kembali memperlihatkan betapa serius pemerintah untuk menghidupkan agribisnis swasta. Dan sesungguhnya swasta pun banyak yang berminat. Terbukti, menurut Hasjrul, hingga kini saja sudah ada 116 perusahaan yang diberi izin prinsip untuk mengolah areal perkebunan seluas 840.000 hektar lebih. Tapi itulah. Membuka perkebunan, seperti juga sektor usaha lain, banyak perniknya. Misalnya untuk memperjelas aturan main, beberapa menteri (dalam negeri, kehutanan dan pertanian) sudah mengeluarkan sejumlah surat keputusan. Baik sendiri-sendiri maupun secara bersama (SKB). Namun, tetap saja, untuk bisa memulai usaha mereka, para pengusaha mengeluh karena harus menempuh jalan panjang. Untuk mendapatkan izin saja, seperti pernah diceritakan Sharif C. Sutardjo, Ketua Umum Hipmi, dan juga Dirut PT Ario Bimo, ia-kini mengusahakan perkebunan kelapa sawit seluas 26.000 hektar di daerah Riau - perlu waktu dua tahun dan dana jutaan rupiah (TEMPO 17 Januari). Hasjrul terus terang mengaku, memang pelbagai pengalaman pengusaha dalam soal perizinan tadi yang terutama mendapat perhatian Pak Harto agar secepatnya diselesaikan. "Kita sudah memberikan kemudahan, nah, bagaimana agar pelaksanaannya lancar," kata Hasjrul. Toh, secara kongkret dalam bentuk ketentuan memang tak ada kemudahan baru disiapkan pemerintah. Itulah sebabnya para pengusaha sektor ini setelah keluarnya pesan Kepala Negara itu, bersikap menunggu. "Saya sudah cenderung pasif, de. Soalnya, dari dulu kita bicara ingin ini, itu. Tapi, kenyataannya lain," kata Kusumo Subagio, Direktur PT Multi Agro Corporation (MAC), perusahaan yang bernaung di grup Astra dan kini mengolah perkebunan hibrida dan singkong seluas 6.000 hektar di Lampung. Anak buah William Soeryadjaya, bos grup Astra, ini terus terang membenarkan hambatan yang selama ini ditemukan dalam bisnis komoditi pertanian memang berkisar di soal prosedur perizinan dan administrasi. Karenanya, "Lebih baik semua jajaran yang kompeten dalam soal ini sepakat untuk sama-sama mengatasinya baru soal ini bisa dituntaskan," katanya. Sebab, tak ada guna aparat departemen atau instansi gembar-gembor akan memberi kemudahan, tapi instansi lain mempersulit. Dia tak menyebut contoh. Tapi seorang pengusaha lain, yang enggan disebut namanya, gamblang saja mengatakan bahwa ia masih harus mengeluarkan sejumlah uang untuk bisa mendapatkan izin. "Dari mulai aparat teknis di pusat hingga aparat di daerah harus diberi pelicin supaya urusan bisa cepat," kata pengusaha itu. Tak pelak lagi, itu semua, tentu, menjadi beban tambahan bagi para pengusaha. Padahal, beban lain masih mereka hadapi. Dari mulai mencarikan dana (kredit) investasi yang milyaran rupiah - hingga ancaman hama yang setiap waktu bisa mengincar tanaman mereka. M.S., Laporan Riya Sesana (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini