Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pemerintah harus mempelajari soal bangkrutnya PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex. Isu Sritex belakangan muncul di tengah kabar industri tekstil ambruk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ya kita mesti lihat model bisnisnya seperti apa di Sritex group itu. Apakah bangkrutnya murni karena tekstil, apakah ada masalah-masalah yang dihadapi pusat,” kata Agus di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 24 Juni 2024. “Itu harus kita pelajari mengapa bangkrut.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak dua tahun terakhir, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia Redma Gita Wirawasta mencatat setidaknya sudah ada 50 perusahaan anggotanya yang gulung tikar. Kondisi tersebut telah merenggut pekerjaan dari sekitar 150 ribu orang. Masalahnya, perusahaan yang bertahan juga tidak dalam kondisi prima. Utilitas pabrik terus turun sejak 2022.
Pada 2022, utilitas pabrik hanya sekitar 72 persen. Kini rata-rata pabrik hanya beroperasi 45 persen dari kapasitasnya. Di tengah kondisi ini, perusahaan harus mengatur waktu produksi. Jika biasanya bisa tiap hari produksi, Redma mengatakan bisa saja jadi hanya tiga hari kerja. "Meski tidak di-PHK, pekerja di perusahaan ini jadi tidak bekerja full dan bayarannya juga berkurang," kata Redma kepada Tempo, dikutip Koran Tempo pada 22 Juni 2024.
Jika kondisi tak bertambah baik, utilitas pabrik bakal terus turun hingga akhirnya tutup. Sayangnya belum ada tanda-tanda datangnya angin segar buat industri tekstil dan produk tekstil ini.
Sritex menepis kabar perusahaan ini disebut pailit pada 2023 dan terancam gulung tikar atau bangkrut. Penjelasan PT Sritex ini juga menjadi jawaban untuk bursa efek yang mengirim surat pada 21 Juni 2024 tentang kondisi perusahaan ini yang dikabarkan bangkrut.
“Tidak benar, karena perseroan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan,” kata Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tempo pada Senin, 24 Juni 2024.
Meski demikian, Welly mengakui kalau pendapatan PT Sritex menurun karena pandemi Covid-19 dan persaingan industri tekstil global. Bahkan, dia mengklaim dampak pandemi dan persaingan dagang mengakibatkan penurunan pendapat secara drastis.
“Kondisi geopolitik perang di Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan juga penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat kawasan Eropa maupun Amerika Serikat,” kata Welly.
ADIL AL HASAN| HAN REVANDA| VINDRY FLORENTIN