Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pencurian pasir laut yang dilakukan dua kapal berbendera Malaysia dan dipergoki oleh Menteri Kelautan Sakti Wahyu Trenggono di perairan Kepulauan Riau, telah merugikan negara lebih dari Rp223 miliar.
“Jadi kerugian total yang negara kita alami setahun ini kita rugi Rp223 miliar, kalau ada 10 kapal bisa dikalikan lagi,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (PKRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Victor Gustaaf Manoppo di Batam, Kepri, Kamis, 10 Oktober 2024.
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) menghentikan dan memeriksa dua kapal berbendera Malaysia yang kedapatan sedang mengeruk pasir laut di perairan Kepri pada 9 Oktober, ketika berpapasan dengan kapal Menteri Sakti Wahyu Trenggono saat kunjungan kerja ke Pulau Nipa.
Atas perintah Menteri KKP, penyidik PSDKP langsung melakukan penghentian dan pemeriksaan terhadap dua kapal yang dinahkodai oleh dua warga negara Indonesia (WNI), dengan anak buah kapal (ABK) dari China sebanyak 13 orang dan Malaysia 1 orang.
Kapal MV YC 6 berukuran 8.012 gross tonnage (GT) dan MV ZS 9 berukuran 8.559 GT merupakan kapal jenis keruk yang berfungsi untuk mengambil pasir dari dalam laut, atau disebut kapal dredgers jenis TSHD.
Kedua kapal tersebut setelah ketahuan terindikasi melakukan pengerukan di wilayah perairan Indonesia tetapi tidak dilengkapi dokumen resmi. Hanya ada dokumen pribadi nakoda kapal.
Menurut Victor, kapal tersebut terindikasi sudah beberapa kali masuk ke wilayah Indonesia, tapi berapa kali melakukan pengerukan pasir laut masih didalami, termasuk banyaknya jumlah pasir yang sudah dikerah yang dibawa ke Singapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu kapal yang diperiksa, memuat 10 ribu meter kubik pasir laut hasil kerukan.
Dari pemeriksaan awal, menurut keterangan nahkoda, mereka mengambil pasir 10 ribu ton hanya dalam waktu 9 jam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Menurut pengakuan mereka 10 kali dalam sebulan, kita bisa menghitung per bulan ada 100 ribu ton yang mereka ambil bawa keluar. 1 tahun berarti 1,2 juta ton,” ujarnya.
Dia menyebut sesuai ketentuan Pasal 18 angka 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari perairan pesisir wajib memiliki KKPRL dari pemerintah pusat.
“Ini baru kerugian sumber daya kelautan yang diambil material. Kalau kita gabungkan, kalau ikut aturan PP Nomor 26, kapal ini harus bayar KKPRL, harus bayar bea keluar, harus membayar persetujuan ekspor, harus bayar IUP penjualan, harus membayar Amdal, artinya potensi penerimaan negara yang hilang lebih dari Rp223 miliar,” kata Victor.
Saat ini kedua kapal berbendera asing tersebut masih dalam pemeriksaan. KKP membentuk tim penyidik yang akan mendalami sudah berapa lama aktivitas pengerukan pasir laut dilakukan oleh kapal tersebut.
Direktur Jenderal PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono mengatakan perlu sanksi tegas agar ada efek jera supaya kejadian serupa tidak kembali terulang.
Selain itu, patroli di wilayah perbatasan oleh KKP dan stakeholders terkait lainnya juga dimaksimalkan untuk bisa mengawasi wilayah perairan dari pencurian.
“Patroli pasti diperketat, kami tidak berdiri sendiri, ada angkatan laut, bea cukai, Polri, semua saling bahu membahu kerja sama, masyarakat nelayan jangan dikira diam, mereka memvideokan dan mengirimkan kepada kami, namanya Pokwasmas,” kata Ipung.
KKP Tangani 108 Kasus Pelanggaran
Polisi Khusus (Polsus) Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan menangani 108 kasus pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil periode Januari hingga September 2024.
"Saya mengapresiasi jajaran PSDKP khususnya Polsus atas kinerjanya dalam bidang kelautan yang membanggakan dalam empat tahun terakhir ini,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Polisi Khusus Kelautan Tahun 2024 di Batam, Kepulauan Riau, Kamis.
Menteri KKP mengatakan, bahwa hal itu berhasil ditangani melalui kegiatan patroli di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta menerima pengaduan masyarakat terkait kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan.
Trenggono menilai bahwa peran Polsus penting untuk menjaga ekologi sumber daya kelautan dan juga terus mengawasi serta berani menertibkan para pelaku usaha yang tidak memiliki izin atau melakukan pelanggaran.
Trenggono juga mengatakan bahwa Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) berani menyegel usaha wisata bahari milik warga negara asing (WNA) asal Jerman di Pulau Maratua, Kalimantan Timur yang sudah beroperasi selama puluhan tahun.
"Tempatnya enak dan bagus namun pada saat itu saya tidak paham. Akhirnya sebulan lalu Polsus memeriksa dan Alhamdulillah hasilnya bagus," tuturnya.
Selain itu, lanjut Trenggono, Polsus Kelautan KKP juga telah berhasil mengenakan sanksi administratif dan penyelesaian sengketa sebesar Rp37,5 miliar. "Namun ini menjadi salah satu indikator bahwa masih banyak pelanggaran di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan ruang laut,” katanya.
Trenggono menambahkan, pihaknya akan terus memperkuat pengawasan pulau-pulau terluar Indonesia untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut di sana. "Selain terkait perizinan, pengawasan juga dilakukan terhadap aksi pencurian sumber daya alam (SDA) perikanan," kata Trenggono.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono menjelaskan pentingnya peran Polsus dalam mengawal dan menghentikan pelaku usaha pemanfaatan ruang laut yang tidak sesuai perizinan.
Pung mengatakan bahwa Polsus Kelautan menjadi garda terdepan dalam melakukan pengawasan pemanfaatan ruang laut yang dilakukan terhadap pemenuhan dokumen dan/atau pelaksanaan persetujuan/konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL).
KKP pertama kali membentuk Polisi Khusus (Polsus) Pengelolaan Wilayah Pesisir dengan Kewenangan Kepolisian Khusus (PWP3K) pada tahun 2013 sebagai tindak lanjut atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, khususnya di bidang pengawasan
“Sebaran Polsus Kelautan sebanyak 233 orang di UPT PSDKP kemudian 70 Orang di Pusat dan di daerah mencapai 213 orang. Total terdapat 516 Polsus hingga saat ini,” katanya.
Pung menyebutkan bahwa sampai dengan tahun 2024, Polsus Kelautan telah berhasil menyegel usaha pemanfaatan ruang laut yang tidak sesuai perizinan, kapal dredger/isap pasir, dan sengketa yang menyebabkan kerusakan di bidang kelautan.
Berdasarkan data terdapat total 108 kasus yang berhasil ditangani tahun 2024, yang terdiri dari 90 kasus pelanggaran ruang laut, sembilan kasus destructive fishing, enam kasus ikan dilindungi, dan tiga kasus kerusakan kapal kandas.
“Sesuai UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan UU Nomor 6/2023 tentang Cipta Kerja, Polsus PWP3K memiliki kewenangan untuk mengawasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (K/PKKPRL),” terang Pung Nugroho.
Pilihan Editor Sufmi Dasco Ungkap Jumlah Kementerian Prabowo 44 sampai 46