Setelah Perang Teluk, IEA ingin berbaik-baik dengan OPEC. Semua sepakat pasar minyak perlu stabil. Caranya? ADU kuat antara OPEC (organisasi negara-negara pengekspor minyak) dan negara-negara industri yang tergabung dalam International Energy Agency (IEA), tampak mereda. Hal itu terungkap dari ucapan George Quincey Lumsden Jr., seorang tokoh IEA, dalam Konperensi Energi Internasional II di Jakarta, pekan lalu. "Sikap ingin berdialog secara resmi antara OPEC dan IEA lahir lagi," kata Lumsden. Padahal, dalam Konperensi Energi I di Jakarta tahun lalu, Wakil Direktur Eksekutif IEA (Paul Vlanderen) datang hanya untuk mencibirkan OPEC. Ketika itu OPEC mengimbau agar IEA melepaskan sebagian stok minyak mereka, demi menjinakkan harga yang naik gila-gilaan akibat Krisis Teluk. Apa jawab IEA? Dari kantor pusat di London, Ketua IEA, Helga Steeg, dengan berang menolak imbauan OPEC. Namun, Perang Teluk telah mengubah sikap IEA. "Para menteri dari IEA, yang bertemu di Paris 3 Juni 1991, secara eksplisit mengakui pentingnya hubungan baik dengan negara-negara produsen minyak," kata Lumsden. Kendati begitu, hubungan antara OPEC dan IEA masih harus ditangani secara hati-hati. "Salah-salah, bisa counter-productive," kata Lumsden lagi. Tidak kurang penting adalah analisa pasar minyak oleh Sekjen OPEC, Prof. Dr. Subroto. Ditegaskannya bahwa dalam jangka panjang, minyak masih akan menjadi sumber energi utama. "Karena itu, pasar minyak yang sehat adalah vital." Ia lalu membandingkan pengalaman masa lampau ketika pasar minyak selalu bergolak. Menurut Subroto, waktu itu hanya ada dua pilihan. Pertama, membiarkan pasar berfluktuasi. Kedua, mengencangkan segala sendi infrastruktur pasar sehingga "tahan banting". Bekas menteri pertambangan itu yakin akan perlunya dialog terbuka, bukan hanya antara produsen dan konsumen (OPEC dan IEA khususnya), tapi juga dengan perusahaan-perusahaan minyak, lembaga-lembaga keuangan, dan teknolog internasional. Dengan demikian, bisa tercapai pasar minyak yang transparan. Mengapa harga minyak sekarang susah dikendalikan? Jawabannya diuraikan oleh Mehdi Varzi, seorang direktur dari Kleinwort Benson Securities, Inggris. Menurut Vari, selama ini transaksi minyak lebih banyak dilakukan secara tertutup. Lalu, OPEC lahir. Organisasi yang belum begitu berpengalaman ini kemudian harus melihat munculnya para pialang minyak. Dari situ berkembang pasar tunai (spot market) yang perannya terus meningkat. Pada tahun 1985, volume minyak yang diperjualbelikan di sana sudah 40%-50% dari minyak yang diperdagangkan. Akibatnya, sejak 1983, harga minyak terus meluncur ke bawah. Sementara itu, produksi minyak dari negara bukan anggota OPEC juga meningkat. Pasar tunai ternyata juga belum transparan. Akibatnya, fluktuasi harga bisa gila-gilaan. Apalagi minyak sudah dijadikan spekulasi di bursa komoditi, antara lain di New York (NYMEX). Kendati OPEC tidak bisa lagi mendikte harga, Sekretariat OPEC bisa menstabilkan harga, dengan antara lain memberikan informasi yang penting dan akurat. Selain itu, kepercayaan terhadap OPEC perlu dipertahankan. OPEC juga harus berusaha supaya sistem penjualan dengan kontrak jangka panjang kembali diterapkan. Artinya, permainan anggota OPEC di pasar tunai harus dihentikan. Ini tidak mudah. Max Wangkar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini