Bulog siap mengimpor beras. "Tidak perlu malu," kata Kabulog Bustanil Arifin. Ada 465 ribu hektare sawah kering dan banyak yang puso. KEMARAU yang panjang telah membuat segalanya kacau dan kerontang. Pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri ternyata meleset dari sasaran. Dengan berat hati, Pemerintah terpaksa mengimpor beras, satu hal yang tak pernah dilakukan selama tujuh tahun terakhir ini. Berapa ton beras akan diimpor, sebegitu jauh masih dirahasiakan. "Kalau diumumkan sekarang, nanti harga beras dunia malah naik," ujar Kabulog (Kepala Badan Urusan Logistik) Bustanil Arifin. Target peningkatan produksi beras rata-rata 3,2% per tahun sepanjang Pelita V dengan sendirinya juga tak tercapai. Tahun lalu peningkatan itu hanya 1%. Dalam menghadapi kemarau yang diperkirakan akan berlanjut sampai tahun depan, Pemerintah memutuskan untuk menggenjot kenaikan produksi beras sampai 4,25%. Dari sini diperoleh kesan bahwa sesudah "gagal" selama dua tahun pertama dalam Pelita V ini, barulah ada kebulatan tekad untuk mencari jalan keluar. Mungkinkah? Masalahnya, ratusan ribu hektare sawah tak bisa segera ditanami karena tanahnya kerontang terpecah-pecah. Air tak ada sama sekali. Kondisinya sungguh mengkhawatirkan. Tak kurang dari 465 ribu hektare sawah di enam provinsi penghasil beras menderita kekeringan. Bahkan, 111 ribu hektare dinyatakan puso. Tidak syak lagi, inilah musibah kekeringan terbesar sepanjang sembilan tahun terakhir. Jawa Barat adalah provinsi yang paling parah dihajar kekeringan. Di sini sawah yang retak-retak mencapai 218 ribu hektare. Setelah itu, menyusul Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan NTB. Total, luas kekeringan meliputi sekitar 3,4% dari total luas sawah di Indonesia yang 13,5 juta hektare. Kendati baru 3,4%, dampaknya sudah terasa di mana-mana. Dolog Ja-Bar, misalnya, kini hanya menguasai cadangan beras 174 ribu ton. Menurut Kepala Dolog Ja-Bar, Erfansyah Hasan, cadangan itu hanya cukup untuk memenuhi distribusi rutin selama sembilan bulan. Untuk mengamankan pasar (agar harga tidak naik), dibutuhkan beras tambahan, sedikitnya 40 ribu ton. Selain "mengamankan pasar", Dolog juga wajib memberikan bantuan cuma-cuma pada daerah-daerah, yang karena kekeringan, masyarakatnya tak lagi mempunyai daya beli. Di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Pemerintah telah membagikan lebih dari lima ton beras gratis kepada 574 keluarga di lima kecamatan. Bukan tak mungkin, bantuan cuma-cuma seperti itu juga harus diulurkan ke berbagai provinsi lain. Di Jawa Barat, Erfansyah memperkirakan akan ada yang membutuhkan beras gratis. "Saya kira, bulan November dan Desember mendatang bantuan cuma-cuma tersebut akan sangat dibutuhkan," katanya dalam dengar pendapat dengan Komisi C DPRD Ja-Bar. Menghayati penderitaan petani yang begitu berat, Pemerintah pekan silam memutuskan menaikkan harga gabah per Januari 1992. Gabah kering, yang selama ini harganya Rp 295 per kilo, dinaikkan menjadi Rp 330. Harga jual dari KUD ke Bulog dinaikkan Rp 5 menjadi Rp 346 sekilo. Sampai di mana kenaikan itu bisa menambah pendapatan petani? Inilah yang perlu dihitung. Soalnya, bukan hanya harga jual gabah yang naik, tetapi harga pupuk urea dan non-nitrogen pun masing-masing dinaikkan Rp 10 dan Rp 20 setiap kilonya. Sementara itu, impor beras hanyalah soal waktu. Bustanil memastikan bahwa, bila impor tidak dilakukan, kestabilan harga akan terganggu. Yang pasti, Bulog membutuhkan beras lebih banyak untuk operasi pasar. "Tak perlu malu melakukan impor." Benar, persediaan beras Bulog kini masih sekitar 800.000 ton. Namun, Kabulog tampaknya tidak mau ambil risiko. Dalam kata lain, jika sampai harga beras membubung tinggi, sementara cadangan di gudang menipis, dampak sosial politiknya bisa sangat rawan. Inilah yang akan dihindari. Budi Kusumah dan Siti Nurbaiti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini