Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menunggu hasil jenewa

Menjelang sidang OPEC ke-84 di Wina, sejumlah anggotanya memproduksi minyak diatas kuota. Sehingga minyak OPEC membanjir. Perundingan diwarnai unsur politik, terutama keputusan Jenewa antara Iran-Irak.

26 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIDANG OPEC ke-84, yang dibuka, Senin pekan ini, bisa dipastikan akan disibukkan dengan urusan dua anggotanya yang tak habis-habisnya main cakar-cakaran: Iran dan Irak. Kedua musuh bebuyutan ini nampak kembali duduk berdampingan setelah dipisah selama dua tahun. Tapi bicara soal jatah, Iran tetap saja minta di atas Irak. Sementara itu, Irak bersikeras minta disamakan haknya dengan Iran, yang beroleh 2,4 juta barel sehari. Irak, seperti diketahui, mendapat jatah 1,5 juta barel sehari. Sekalipun dalam praktek, negerinya Saddam Hussein itu gemar menggenjot produksinya hingga 2,7 juta barel sehari. Langkah Irak ini kemudian ditiru Uni Emirat Arab, yang menggenjot produksinya sampai 1,5 juta barel, jauh melampaui jatahnya yang cuma 0,9 juta barel sehari. Kuwait juga latah, memompa sampai 1,9 juta barel. Dan terakhir Arab Saudi yang belakangan bosan menjadi swing producer dan bisa memproduksi sekitar 6,35 juta barel sehari pada dua bulan terakhir ini. Minyak OPEC membanjiri pasar sampai 22 juta barel sehari. Dan itulah sebabnya harga terus merosot. Ada usul dari para anggota Teluk supaya produksi OPEC dikekang sampai 17,4 juta barel sehari, seperti yang mereka sepakati pada pertemuan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) bulan silam. Dari beberapa usulan yang terpampang di meja perundingan, tampaknya OPEC akan memotong kuotanya sampai 18,5 juta barel sehari. Juga, ada kabar dan kantor berita nasional Kuwait, Kuna, harga patokan 18 dolar perlu ditekan menjadi 15 dolar sebarel. Tapi ini dibantah oleh Sekjen OPEC Subroto. "Kami tetap memakai 18 dolar sebagai harga sasaran," katanya. Sampai hari Ahad pekan lalu, batas akhir sebelum masuk ke sidang OPEC, kesepakatan produksi yang menyangkut kuota Iran dan Irak tak kunjung tercapai. Toh Subroto melihat masih ada harapan bahwa kedua seteru itu mencapai suatu kompromi. Caranya? "Ada korelasi antara perundingan perdamaian Iran-Irak di PBB dan perundingan di sidang OPEC ini. Kalau perundingan PBB di Jenewa lancar, tentu yang di OPEC ikut lancar," kata Subroto kepada TEMPO Ahad lalu. Menteri Pertambangan Ginandjar Kartasasmita juga menilai, perundingan kali ini lebih diwarnai pertikaian politik. "Perundinan Iran-lrak di OPEC sudah sangat politis. Dalam kuota keduanya mempunyai posisi politik. Dan posisi politik ini harus diputuskan secara politis pula. Jadi ini bukan sekadar berapa kuota atau harga," ujar ketua delegasi RI kepada TEMPO dari kamarnya di Hotel Marriot, Wina, Minggu sore lalu. Seperti biasa, upaya untuk membujuk pihak-pihak yang bersengketa di setiap sidang PBB tak akan selesai sehari-dua. Itu pula sebabnya Menteri Perminyakan Irak, Issam Al-Chalabi, balik bertanya kepada para wartawan yang mengerubunginya di markas besar OPEC di Wina, akhir pekan lalu. " Apakah Anda pikir perbedaan politis antara Iran dan Irak akan segera sirna? Menteri Perminyakan Iran, Gholamreza Aqazadeh juga tak mau mundur. "Posisi kami sangat jelas: Iran harus mendapat jatah minyak yang lebih besar dari Irak," katanya. Sehabis berkata begitu, Aqazadeh kabarnya merasa malas untuk berunding lebih jauh dengan wakil tiga negara -- Indonesia, Nigeria, dan Venezuela -- yang oleh OPEC ditunjuk sebagai "mediator". "Kami lebih suka bicara langsung dengan para pemain yang terlibat dalam Perang Teluk," katanya. Dan Aqazadeh pun menunjuk kepada Irak, Arab Saudi, dan Kuwait. Presiden OPEC Rilwanu Lukman ketar-ketir dengan hasil pertemuan empat hari Komisi Harga dan Strategi Jangka Panjang yang tak banyak hasilnya. Dia tak habis-habisnya mengimbau agar sidang reguler OPEC yang dibuka Senin pekan ini di Wina jangan sampai mentah lagi. "Karena harga minyak akan semakin runyam," teriaknya. Ketua Rilwanu tak usah berteriak. Harga minyak memang nampak semakin oleng di pasaran tunai (spot), sebelum sidang OPEC itu berakhir Rabu pekan ini. Bachtiar Abdullah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus