PERKEMBANGAN dalam tubuh OPEC tetap menarik untuk diperhatikan.
Apalagi akhir Agustus komite monitoring pasar yang beranggotakan
Uni Emirat Arab, Aljazair, Indonesia dan Venezuela akan bertemu
kembali di markas besarnya di Wina, ibukota Austria. Komite
nampaknya masih akan menghadapi pertanyaan: Apa sebabnya pasar
minyak masih tetap lesu, sekalipun OPEC telah menetapkan kuota
produksi 13 anggotanya menjadi 17,5 juta barrel sehari sejak
Maret?
Sidang luar biasa OPEC, 19-20 Maret di Wina, meramalkan
permintaan negara industri akan minyak OPEC diperkirakan akan
naik dari 18,42 juta -- 20,54 juta (triwulan kedua) menjadi 22,5
juta -- 23,3 juta barrel tiap hari (triwulan ketiga). Sidang itu
bahkan menaksir, pada triwulan ketiga negara-negara industri
harus menambah stok mereka dari 3.415 juta menjadi 3.645 juta
barrel jika ingin menjaga kelangsungan suplai.
Menteri Pertambangan dan Energi Subroto, wakil Industri di
komite monitoring, optimistis akan terjadi permintaan di atas 20
juta barrel tiap hari pada September mendatang. "Permintaan
jelas akan lebih tinggi dari bulan-bulan sebelumnya," katanya.
Sesudah membahas perkembangan pasar, komite monitoring juga akan
memutuskan apakah OPEC perlu menyelenggarakan sidang darurat,
atau pertemuan konsultasi saja. Tanda-tanda menggembirakan,
menjelang rapat komite toh sudah muncul. Menurut Subroto, harga
patokan Arabian Light Crude (ALC) jenis minyak ringan yang
dijadikan patokan OPEC, kini sudah bergerak dari US$ 28 pada
Maret menjadi US$ 31-32 per barrel belakanan ini.
BANK Dunia, dalam laporan tahun 1982, meramalkan tingkat harga
ALC yang US$ 32 per barrel itu, dan bertahan hingga tiga tahun
mendatang. Jika perkiraan itu benar, harga minyak jenis itu
sesungguhnya sudah jatuh di bawah harga nyata tahun lalu.
"Kemerosotan itu akan terasa besar sekali jika dikaitkan dengan
laju inflasi," ujar John Lichtblau, Direktur Petroleum Industry
Research Foundation, AS.
OPEC sendiri berpendapat stabilitas harga patokan US$ 34 per
barrel banyak ditentukan oleh suplai produsen minyak -- terutama
dari 13 anggotanya -- ke pasar dunia. Dalam upaya itulah, kuota
ditetapkan. Tapi sejumlah negara yang tentunya lebih suka
mendahulukan kepentingan nasionalnya, mengambil tindakan
sepihak: memproduksi minyak di atas kuota, misalnya Iran.
Venezuela belakangan juga disebut menambah produksi 0,5 juta
barrel di atas kuota 1,5 juta barrel tiap hari. Benarkah? "Saya
sudah kirim teleks pada Pak Humberto (Menteri Perminyakan
Venezuela) menanyakan hal itu, tapi belum ada jawaban," ujar
Menteri Subroto.
Sejauh ini pula, sekalipun terasa berat, Indonesia, menurut
Subroto, konsisten dengan keputusan OPEC: tetap memproduksi
minyak menurut kuota 1,3 juta barrel tiap hari. Dan sebagai
konsekuensinya pendapatan minyak pada bulan April dan Mei tahun
ini, jauh di bawah penghasilan tahun lalu pada periode yang sama
ketika tingkat produksi rata-rata masih sekitar 1,6 juta barrel
tiap hari. Dan jika keadaan pasar tetap lemah, Indonesia
tampaknya harus semakin mengetatkan ikat pinggang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini