Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menunggu Peraturan Pamungkas

2 Agustus 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBERANTASAN pencurian kayu di Indonesia tampaknya masih sebatas retorika. Pemerintah bicara terus,tapi kerusakan hutan makin parah. Bahkan sekarang, semangat pemerintah untuk menjerat aktor intelektual pencurian kayu lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Pemberantasan Pencurian Kayu juga sudah tak terdengar. Koes Saparjadi, Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan, malah mengatakan bahwa saat ini bukan momentum yang tepat mengeluarkan peraturan itu. Ia memperkirakan peraturan tersebut baru akan keluar setelah pemilihan umum presiden putaran kedua, September nanti. Nah, menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Longgena Ginting, alasan itu terlalu mengada-ada. Katakanlah peraturan itu keluar, teratasikah pencurian kayu di Indonesia? Menurut Longgena, persoalan mendasar pencurian kayu bukan terletak pada peraturan, tapi justru penegakan hukumnya. Pada masa kekuasaannya, Presiden Abdurrahman Wahid pernah mengeluarkan Keputusan Presiden tentang Pemberantasan Pencurian Kayu di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah, dan Gunung Leuser, Aceh. Kebijakan itu ternyata tak bertaji. Pencurian kayu di dua taman nasional itu tetap saja berkibar-kibar. Karena itu, rencana pemerintah mengeluarkan peraturan ini dinilai hanya bentuk frustrasi ketidakmampuan memberantas pencurian kayu. Sebetulnya rancangan peraturan yang sudah teronggok lama di Sekretariat Negara itu tinggal menunggu tanda tangan Presiden. Tadinya peraturan pengganti undang-undang ini digembar-gemborkan akan keluar April, lalu molor hingga pertengahan Mei. Sampai waktunya, eh, tak ada kabar berita. Malah belakangan pemerintah lebih dulu mengeluarkan peraturan yang melegalkan pertambangan di hutan lindung. Peraturan yang jelas-jelas merusak hutan lindung ini, seperti kata Longgena, "Menunjukkan pemerintah memang tidak memiliki visi pembangunan kehutanan." Meski belum jelas kapan peraturan ini keluar, Koes Saparjadi masih berpikir positif. Paling tidak, katanya, penanganan terhadap penebangan liar di lapangan bisa diterapkan karena aturan di Perpu itu sudah jelas. "Sasaran Perpu ini adalah otak pencurian kayu," kata Koes. "Pejabat pemerintah juga bisa dijerat bila terbukti membiarkan pencurian kayu," ia menambahkan. Ehm! Koes juga menyatakan, operasi "Wanalaga 2003" di Kalimantan Barat berhasil menangkap sekitar seratus pencurian kayu, yang berkasnya kini sudah diserahkan polisi ke kejaksaan. Tapi belum diketahui tindak lanjutnya. Pihaknya dan TNI Angkatan Laut juga berhasil menangkap kapal MV Bravery Falcon yang memuat 18,9 ribu meter kubik kayu ilegal jenis merbau di Perairan Sorong, Papua. Sebelumnya, Koes bercerita, kasus ini akan dijerat dengan Perpu Anti-Penebangan Liar itu, tapi tak jadi. Belakangan Koes beralasan, kasus ini tak bisa dijerat dengan peraturan itu karena tidak bisa berlaku surut. Sekarang kayu di kapal itu sudah dilelang karena tidak mungkin dibiarkan rusak. Taufik Kamil

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus