Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Garut - Kepala Desa di Kabupaten Garut, Jawa Barat, bakal mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) pada Lebaran tahun 2024 ini. Besaran THR ini sama dengan jumlah gaji atau penghasilan tetap (Siltap) yang diterima setiap bulannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain Kepala Desa, THR juga diberikan kepada perangkat desa. "Anggarannya sudah disiapkan," ujar Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Garut, Erwin Rianto Nugraha, di ruang kerjanya, Senin, 18 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemberian THR untuk Kepala Desa ini sempat menjadi polemik. Alasannya karena pemerintah pusat tidak mengalokasikan dananya. Menurut Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, pegawai desa dan kepala desa tidak tergolong dalam Aparatur Sipil Negara (ASN). Pegawai yang berhak merima THR dan gaji ke -13 telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2024.
Menurut Erwin, jumlah anggaran yang disiapkan untuk pemberian THR bagi aparatur pemerintah desa dan Kepala Desa mencapai Rp 9,2 Miliar. Dana itu diambil dari anggaran daerah Kabupaten Garut yang disalurkan melalui Alokasi Dana Desa (ADD).
Besaran THR yang akan diterima Kepala Desa Rp 3 juta. Sedangkan untuk perangkat desa, mulai dari Sekdes, kaur, kasi dan kepala dusun bekisar Rp 2,2 juta setiap orangnya. Jumlah penerima THR ini sekitar 4.631 orang yang tersebar di 421 Desa.
Penggunaan THR ini telah ditetapkan dalam Peraturan Bupati Garut nomor 192 tahun 2023 tentang tata cara pengalokasian dan penyaluran alokasi dana desa untuk tahun anggaran 2024. "THR ini sudah akan diterima maksimal H-7 lebaran. Ya, awal bulan April sudah mulai kita cairkan," ujar Erwin.
Erwin mengaku, pemberian THR ini merupakan kali pertama di Garut. Tujuannya yakni sebagai apresiasi kepada perangkat desa atas kinerja yang telah dilakukannya selama ini. Selain itu juga diharapkan dapat berdampak bagi peningkatan perekonomian di desa.
Pemberian THR bagi aparatur desa ini dinilai tebang pilih. Alasannya karena tidak semua lembaga pemerintahan di desa mendapatkan uang kadedeuh tersebut. "Kami selalu dianaktirikan oleh pemerintah, padahal kami juga turut dalam menentukan arah pembangunan desa termasuk dalam penyusunan anggaran keuangan desa," ujar Yudi Sopandi, Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pasawahan, Kecamatan Tarogong Kaler.