Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Paguyuban Korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Andi Hidayat, angkat bicara soal perubahan kedua atas UU ITE yang dinilai masih menyimpan berbagai permasalahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andi menjelaskan pada perubahan kedua UU ITE masih terdapat sejumlah pasal yang multitafsir. Beberapa pasal itu mulai dari pencemaran nama baik, ujaran kebencian, informasi palsu hingga pemutusan akses tidak dihilangkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perubahan kedua UU ITE, menurut Andi, justru diperjelas dengan penambahan sejumlah poin yang kian mempermudah orang untuk terjerat pasal-pasal karet dan pada gilirannya bakal membungkam kebebasan berpendapat.
“Justru malah orang itu lebih mudah menggunakan pasal ini, untuk menyetop orang lain berbicara atau berekspresi di media,” ujar Andi, Kamis, 10 Oktober 2024.
Oleh sebab itu, menurut Andi, sudah seharusnya UU ITE dikembalikan kepada peruntukannya yakni, untuk mengatur transaksi elektronik.
“Karena memang tujuan awal adanya Undang-Undang ITE ini, untuk transaksi elektronik. Sebenarnya, kalau digunakan dengan betul hari ini kan marak judi online, nah harusnya untuk memberantas itu,” ungkap Andi.
Lebih jauh, Andi juga menyampaikan harapannya agar UU ITE yang berlaku saat ini direvisi total.
“Kita ingin revisi total. Revisi total itu ya tadi, kita ingin pasal-pasal karet dihapus,” ucap Andi.
Berdasarkan data yang dicatatkan oleh Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), sejak Januari hingga Juni 2024 terdapat 91 kasus yang tersandung UU ITE. Adapun kasus paling banyak adalah pada pasal pencemaran nama baik, diikuti ujaran kebencian dan berita bohong atau hoax.