Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Moeldoko: Pertumbuhan Luas Kebun Sawit Bagai Dua Sisi Mata Pisau

Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menyebut pertumbuhan luas kebun sawit di Indonesia memang menjadi dilema.

11 Februari 2021 | 07.26 WIB

Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko memberikan keterangan pers di kediamannya kawasan Menteng, Jakarta, Rabu, 3 Februari 2021. AHY menyebut kudeta kepemimpinan Partai Demokrat demi kepentingan Moeldoko sebagai calon presiden pada Pilpres 2024 mendatang. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko memberikan keterangan pers di kediamannya kawasan Menteng, Jakarta, Rabu, 3 Februari 2021. AHY menyebut kudeta kepemimpinan Partai Demokrat demi kepentingan Moeldoko sebagai calon presiden pada Pilpres 2024 mendatang. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menyebut pertumbuhan luas kebun sawit di Indonesia memang menjadi dilema. Dilema terjadi antara dampaknya terhadap kesejahteraan petani dan lingkungan hidup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Bagaikan dua sisi mata pisau," kata Moeldoko dalam webinar nasional penguatan kebijakan pengelolaan sawit pada Rabu, 10 Februari 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Hingga 2020, kata Moeldoko, jumlah perkebunan sawit di Indonesia sudah mencapai 22,1 juta hektare. "Merambah hampir seluruh provinsi di Indonesia, Aceh sampai Papua, ini cukup luas," kata dia.

Di satu sisi, pemerintah memahami sektor ini membawa dampak baik bagi ekonomi dan kesejahteraan petani. Tapi di sisi lain, sektor yang menyerap 16,2 juta tenaga kerja ini berdampak negatif pada keanekaragaman hayati hutan, beserta flora fauna di dalamnya.

"Saya tidak katakan negatif sekali, ndak, tapi ada dampak negatifnya," kata Moeldoko.

Menurut Moeldoko, tantangan sektor ini juga akan semakin meningkat bila pengusaha dan petani tak segera memperbaiki tata kelola perkebunan mereka. Sebab, masalah lingkungan ini sudah jadi isu internasional. "Terus digaungkan oleh negara maju," kata dia.

Upaya pengendalian sebenarnya sudah dilakukan dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Beleid diteken Presiden Jokowi 29 September 2018.

Lewat Inpres ini, Jokowi memberlakukan moratorium alias penghentian sementara izin pembukaan lahan baru untuk kelapa sawit. Tapi, moratorium akan berakhir 2021.

Untuk itu, organisasi seperti Yayasan Madani Berkelanjutan meminta Jokowi memperpanjang moratorium tersebut. Sebab, masih banyak persoalan tata kelola sawit yang harus dibenahi agar petani dan daerah sejahtera.

"Moratorium sawit selama 3 tahun ini harus diperpanjang agar semua pihak punya waktu cukup untuk berbenah,” ujar Program Officer Tata Kelola Sawit Yayasan Madani Berkelanjutan, Trias Fetra, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa, 9 Februari 2021.

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus