Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perbankan
BRI dan Artha Graha Berebut Mutiara
DIVESTASI Bank Mutiara segera memasuki tahap penawaran akhir (final bid). Dua investor lokal, PT Bank BRI dan konsorsium Artha Graha, bakal bersaing dengan investor asing memperebutkan Mutiara. "Calon investor menyampaikan dokumen penawaran akhir pada 21 Agustus," kata ahli kebijakan strategis dan penanganan bank Lembaga Penjamin Simpanan, Poltak L. Tobing, Rabu pekan lalu.
Sejauh ini baru dua calon investor yang terbuka identitasnya. LPS, pemilik 99,9 persen saham Mutiara, hanya menyebutkan ada tujuh calon investor yang lolos pada tahap penawaran awal. Selain dua investor lokal, ada dua dari Singapura serta masing-masing satu dari Jepang, Hong Kong, dan Malaysia.
Enam di antara para penawar sedang melakukan uji tuntas terhadap Bank Mutiara untuk merancang penawaran akhir. "Satu sepertinya tidak berlanjut," kata Poltak. Investor yang ada kemungkinan mundur itu berasal dari Hong Kong. LPS menargetkan divestasi ini rampung sebelum 20 November 2014.
Penerimaan Negara
Bea dan Cukai Tak Capai Target
Penerimaan dari sektor bea dan cukai sepanjang semester pertama 2014 meleset dari target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan. Hingga 30 Juni 2014, realisasi penerimaan hanya Rp 80,31 triliun, 92,46 persen dari target Rp 86,86 triliun.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Susiwijono Moegiarso mengatakan tidak terpenuhinya target karena pencapaian setoran yang dipatok terlalu tinggi. Selain itu, anjloknya ekspor di sektor mineral jadi penyebab. "Ada potensi bea keluar yang hilang Rp 5 triliun karena tak ada ekspor mineral," ujarnya Selasa pekan lalu.
Sepanjang semester pertama, realisasi penerimaan bea masuk hanya Rp 15,83 triliun atau 88,73 persen dari target. Sedangkan penerimaan bea keluar hanya Rp 6,87 triliun atau 66,65 persen. Realisasi penerimaan cukai sepanjang Januari-Juni 2014 juga belum optimal, yakni Rp 57,62 triliun atau hanya 49,1 persen dari target tahunan.
Pertambangan
PGN Akuisisi Blok Shale Gas
Anak perusahaan PT PGN Tbk, PT Saka Energi Indonesia, menyelesaikan transaksi akuisisi area shale gas Fasken di Amerika Serikat. Saka Energi Indonesia mengakuisisi 36 persen hak partisipasi ladang gas Fasken dari Swift Energy Company. Transaksi akuisisi senilai US$ 175 juta (sekitar Rp 1,9 triliun) ini diselesaikan pada Selasa pekan lalu.
Saka membayar tunai US$ 125 juta dan US$ 50 juta sisanya sebagai biaya pengembangan dibayar bertahap. Direktur Utama PGN Hendi Prio Santoso mengatakan investasi ini sangat strategis untuk pengembangan bisnis perseroan di masa depan. "Kami perlu mendapat pengalaman mengoperasikan lapangan shale gas, yang masih belum ada di Indonesia," katanya.
Industri
RNI Tutup Dua Pabrik Gula
PT Rajawali Nusantara IndoÂnesia (RNI) akan menutup dua pabrik gulanya di Cirebon tahun ini karena dinilai sudah tidak memiliki daya saing. Menurut Direktur Utama RNI Ismed Hasan Putro, penutupan itu dipicu oleh maraknya impor gula rafinasi yang merembes di pasar tradisional. "Kami jual produk ke pedagang, mereka tidak mau beli. Mereka sudah membeli gula rafinasi yang harganya lebih murah Rp 500 per kilogram," katanya Senin pekan lalu.
Menurut Ismed, selain sulit bersaing, dua pabrik yang akan ditutup itu sudah berumur ratusan tahun sehingga kurang efisien. Biaya produksi setiap tahun mencapai 8-9 persen, adapun harga jualnya hanya naik 1-2 persen. "Perseroan menanggung rugi Rp 120 miliar tahun lalu untuk lima pabrik di Jawa Barat," katanya. Dia memperkirakan kerugian bisa membengkak hingga Rp 150 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo