Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertumbuhan Tertahan Akibat Pangan
TREN kenaikan Indeks Kepercayaan Konsumen, yang sempat jeblok akibat kenaikan harga pangan, kembali tertahan akibat kegagalan panen di beberapa daerah. Indeks Kepercayaan ini luruh hampir di semua segmen masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang waswas didera kerugian akibat cuaca ekstrem. Kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah menjaga kestabilan harga juga sempat luntur. Pertumbuhan melambat di akhir triwulan ketiga. Perlambatan membuat laju pertumbuhan ekonomi, yang semestinya bisa berlari lebih kencang, sedikit tertahan. Meski begitu, perekonomian Indonesia diprediksi masih bisa berekspansi hingga 2016. Optimisme pengusaha terhadap keadaan ekonomi, iklim bisnis, serta prospek ekonomi juga meningkat.
Yandhrie Arvian
Indeks Kepercayaan Konsumen
Sulit Naik Akibat Gagal Panen
Pada Agustus, Indeks Kepercayaan Konsumen menurun karena kenaikan harga pangan. Namun, seiring dengan terkendalinya harga pangan, indeks naik pada bulan berikutnya. Sayangnya, kenaikan ini tertahan karena pada Oktober indeks turun tipis 0,7 persen dari bulan sebelumnya menjadi sekitar 85,1. Meski turun, angka itu masih lebih baik dibanding indeks Agustus, yang berada pada level 80,5. Kegagalan panen di beberapa daerah menjadi salah satu penyebab melemahnya keyakinan konsumen pada Oktober.
Indeks Saat Ini-menggambarkan persepsi rumah tangga terhadap kondisi ekonomi saat ini-naik dari 67,6 ke 68,7. Adapun Indeks Ekspektasi-yang menjelaskan kepercayaan konsumen terhadap prospek ekonomi-justru melemah dari 99,3 ke 97,4. Pelemahan Indeks Ekspektasi dipicu kekhawatiran konsumen akan ketersediaan lapangan kerja di masa depan. Keadaan ini membuat konsumen yang berencana membeli barang tahan lama ikut menurun dari 27,4 persen menjadi 25,1 persen.
Penurunan Indeks Kepercayaan Konsumen pada Oktober terjadi hampir di semua kelompok masyarakat. Pada bulan itu, indeks masyarakat berpendapatan kurang dari Rp 500 ribu per bulan turun 1,7 persen. Adapun indeks konsumen berpendapatan Rp 500-700 ribu per bulan turun 1,9 persen, dan indeks masyarakat berpenghasilan di atas Rp 1,5 juta per bulan melemah 2,2 persen. Yang naik cuma indeks kepercayaan masyarakat berpendapatan Rp 700 ribu-1,5 juta per bulan. Itu pun cuma naik 2,3 persen.
Kepercayaan masyarakat di pedesaan turun lebih tajam dibanding masyarakat perkotaan. Bulan lalu, indeks masyarakat pedesaan anjlok 4,7 persen, sedangkan indeks warga perkotaan cenderung stabil dan naik tipis 0,6 persen. Tampaknya masyarakat pedesaan khawatir akan kerugian yang diderita akibat cuaca ekstrem yang mengganggu hasil panen pertanian mereka.
Indeks Kepercayaan Konsumen:Indeks Kepercayaan Konsumen menggambarkan keadaan mutakhir perekonomian masyarakat. Hasil survei ini biasanya keluar lebih awal daripada indikator-indikator lain yang juga digunakan dalam memprediksi pola belanja. Kepercayaan konsumen bisa melihat efek suatu kejadian atau kebijakan pemerintah terhadap pola belanja. Indeks yang meningkat berarti keadaan perekonomian masyarakat membaik, dan sebaliknya.
Indeks Kepercayaan berdasarkan survei terhadap sekitar 1.700 rumah tangga Indonesia dari enam wilayah (Sumatera Utara, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan). Survei menggunakan metode wawancara tatap muka. Sampel dipilih dengan metodologi statistik tertentu sehingga mewakili populasi.
Responden diminta menilai keadaan perekonomian (baik lokal maupun nasional), pendapatan rumah tangga, dan ketersediaan lapangan kerja. Dalam setiap pertanyaan, konsumen dapat menjawab "optimistis" atau "pesimistis". Jika indeks di bawah 100, berarti respons negatif (pesimistis) melebihi jumlah respons positif (optimistis), dan sebaliknya.
Indeks Kepercayaan Konsumen kepada Pemerintah
Kembali Pulih Setelah Jeblok
Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah pada Oktober 2010 meningkat 2 persen setelah naik 4,6 persen pada bulan sebelumnya. Artinya, indeks naik dua bulan berturut-turut setelah tiga bulan sebelumnya tergerus dan menyentuh level terendah dalam dua tahun terakhir. Meski menunjukkan tren penguatan, indeks pada bulan lalu masih 18,3 persen di bawah level Oktober 2009.
Jebloknya indeks selama Juni hingga Agustus disebabkan oleh kenaikan harga bahan pokok. Hal ini terlihat dari anjloknya komponen indeks yang menunjukkan luruhnya apresiasi responden terhadap kemampuan pemerintah menjaga kestabilan harga. Pada Agustus, komponen ini berada di level 58,9, terendah sejak November 2008. Keadaan ini sejalan dengan tingginya tekanan inflasi kumulatif periode Juni-Agustus, yang mencapai 3,30 persen. Adapun laju inflasi Juni 1,57 persen. Inilah inflasi bulanan tertinggi dalam dua tahun terakhir.
Kelompok bahan makanan merupakan penyumbang terbesar inflasi. Tekanan inflasi terutama didorong cuaca ekstrem serta faktor musiman, seperti Ramadan dan Idul Fitri. Kenaikan tarif dasar listrik juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan.
Setelah Idul Fitri berlalu, harga bahan kebutuhan pokok mulai terkendali. Hal ini tecermin pada turunnya laju inflasi bulanan kelompok bahan makanan pada September yang menembus 0,44 persen, dan kemudian mengalami deflasi minus 0,85 persen pada Oktober. Penurunan laju inflasi mendorong persepsi masyarakat terhadap kemampuan pemerintah menstabilkan harga dan sekaligus meningkatkan penilaian masyarakat terhadap kemampuan pemerintah memulihkan perekonomian nasional.
IKKP dan Komponennya | Indeks |   | Perubahan (%) |   |
  | Okt 10 | 2 tahun | 1 tahun | 1 bulan |
Memperbaiki keadaan ekonomi | 92,8 | 11,8 | -17,9 | 4,0 |
Menjaga kestabilan harga | 73,8 | 19,8 | 24,1 | 10,1 |
Menyediakan infrastruktur | 98,3 | -10,7 | -15,6 | -4,9 |
Menjaga keamanan | 106,9 | -5,2 | 13,3 | -0,4 |
Menegakkan hukum | 94,5 | -8,2 | -21,8 | 4,6 |
IKKP | 93,2 | -0,9 | -18,3 | 2,0 |
Indeks Kepercayaan Konsumen kepada Pemerintah
Survei ini bersamaan dengan survei kepercayaan konsumen.
Responden diminta menilai kemampuan pemerintah pada lima hal: memperbaiki keadaan ekonomi, menjaga kestabilan harga, menyediakan infrastruktur, menjaga keamanan, dan menegakkan hukum.
Hasil survei ditampilkan dalam bentuk indeks difusi dan disesuaikan ke tahun dasar perhitungan (rebased) dengan membuat indeks rata-rata pada 2003 sama dengan 100. Indeks di atas 100 berarti masyarakat menilai kinerja pemerintah lebih baik ketimbang kinerja rata-rata pada 2003. Demikian pula sebaliknya.
Coincident dan Leading Economic Index
Perlambatan Tidak Mempengaruhi Ekspansi
Perekonomian Indonesia sedikit melambat pada akhir triwulan ketiga 2010. Hal ini terlihat dari Coincident Economic Index yang menurun pada Agustus dan September. Meski begitu, rata-rata indeks pada triwulan ketiga masih lebih tinggi dibanding rata-rata indeks pada triwulan sebelumnya. Artinya, aktivitas perekonomian meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini selaras dengan angka pertumbuhan produk domestik bruto triwulan ketiga yang tumbuh 3,4 persen dari triwulan sebelumnya.
Dilihat dari komponennya, ada dua komponen indeks yang turun pada September lalu, yakni impor dalam nilai riil (minus 18,3 persen) dan konsumsi semen (minus 6,93 persen) dibanding bulan sebelumnya. Adapun tiga komponen lainnya naik dibanding Agustus. Ketiganya adalah penjualan mobil dalam negeri (naik 6,47 persen), penjualan retail (naik 1,57 persen), dan jumlah uang beredar dalam nilai riil (naik 0,66 persen).
Meski begitu, perlambatan tadi diperkirakan belum akan mempengaruhi prospek ekonomi setahun ke depan. Prospek perekonomian diperkirakan tetap cerah, seperti diindikasikan oleh Leading Economic Index yang mencerminkan tren meningkat sejak Desember 2008. Artinya, paling tidak sampai September 2011, ekonomi Indonesia terus berekspansi.
Pengujian menggunakan metode sequential signaling juga belum menunjukkan adanya sinyal perlambatan. Metode ini bahkan menunjukkan perekonomian masih dalam fase ekspansi penuh, dengan laju pertumbuhan menuju potensial. Berdasarkan data masa lalu, rata-rata periode ekspansi perekonomian Indonesia sekitar tujuh tahun. Artinya, ekspansi yang terjadi sejak Maret 2009 bisa jadi berlanjut hingga 2016. n
Komponen CEI dan LEI | Jul 10 | Agt 10 | Sep 10 |
Coincident Economic Index (CEI) | 112,9 | 112,5 | 111,9 |
Indeks penjualan mobil dalam negeri | 218,1 | 179,1 | 190,7 |
Indeks konsumsi semen | 161,1 | 149,6 | 139,2 |
Indeks nilai riil impor | 208,7 | 204,6 | 167,2 |
Indeks nilai riil jumlah uang beredar (M1) | 208,5 | 209,3 | 210,7 |
Indeks penjualan retail | 84,0 | 90,1 | 91,5 |
Leading Economic Index (LEI) | 114,8 | 115,4 | 115,4 |
Indeks izin mendirikan bangunan | 77,4 | 76,9 | 76,9 |
Indeks jumlah turis mancanegara | 145,1 | 138,3 | 136,7 |
Indeks persetujuan investasi asing | 239,9 | 233,2 | 229,9 |
Indeks nilai tukar efektif riil | 125,7 | 127,0 | 127,7 |
Indeks harga saham gabungan | 490,2 | 510,4 | 576,1 |
Indeks nilai riil ekspor | 199,8 | 227,0 | 205,6 |
Indeks harga konsumen sektor jasa | 2,35 | 2,37 | 2,36 |
Coincident dan Leading Economic Index:
Coincident Economic Index menggambarkan keadaan ekonomi saat ini. Disusun menggunakan lima data ekonomi: impor, penjualan mobil, konsumsi semen, suplai uang, dan penjualan eceran, karena secara statistik dapat menjelaskan pergerakan perekonomian saat ini. Gabungan informasi kelima data itu pun menggambarkan keadaan ekonomi secara keseluruhan.
Penurunan Coincident Index menggambarkan aktivitas perekonomian yang turun, begitu pula sebaliknya. Coincident Index yang turun tiga kali berturut-turut menandakan ada masalah dalam perekonomian yang perlu diwaspadai. Jika turun tajam terus-menerus, tandanya ekonomi sedang resesi.
Leading Economic Index adalah indeks yang bergerak 6-12 bulan mendahului Coincident Index. Dengan kata lain, Leading Index menggambarkan arah pergerakan ekonomi 6-12 bulan mendatang. Leading Index disusun dengan menggunakan tujuh data ekonomi: izin mendirikan bangunan, kedatangan turis asing, persetujuan investasi asing, nilai tukar rupiah riil, Indeks Harga Saham Gabungan, ekspor, dan inflasi di sektor jasa.
Naiknya tren Leading Index menunjukkan prospek ekonomi yang cerah, sedangkan tren menurun menunjukkan prospek ekonomi memburuk. Kombinasi Coincident dan Leading Index dapat digunakan untuk menentukan posisi ekonomi dalam siklus bisnisnya.
Indeks Sentimen Bisnis
Optimisme Pebisnis Meningkat
Pada September, Indeks Sentimen Bisnis naik menjadi 136,9. Kedua komponen indeks, yakni Indeks Situasi Sekarang yang mengukur sentimen pelaku bisnis terhadap situasi saat ini, tumbuh 3,4 persen. Adapun Indeks Ekspektasi, yang mengukur sentimen pelaku bisnis terhadap keadaan ekonomi dan bisnis dalam enam bulan ke depan, meningkat tipis 1,8 persen. Tren ini menunjukkan kepercayaan pebisnis terhadap keadaan ekonomi, iklim bisnis, serta prospeknya semakin baik.
Kekhawatiran pebisnis terhadap situasi ekonomi terbaru kian berkurang. Buktinya, indeks naik signifikan dari 81,3 menjadi 86,0. Optimisme pebisnis terhadap keadaan bisnis mereka saat ini dan terhadap keadaan perusahaan mereka juga mengalami peningkatan. Survei September menunjukkan 18,2 persen chief executive officer (CEO) atau direktur utama menyatakan perekonomian Indonesia membaik. Sekitar 48,6 persen menyatakan situasi perekonomian saat ini dalam keadaan normal.
Optimisme pebisnis terhadap prospek ekonomi di masa mendatang juga meningkat, naik dari 110,0 menjadi 110,9. Sekitar 28,6 persen CEO menyatakan perekonomian Indonesia akan semakin membaik. Adapun 17,6 persen merasa yakin keadaan ekonomi akan memburuk. Meski begitu, mayoritas CEO, sekitar 51,4 persen, merasa yakin keadaan ekonomi Indonesia tetap stabil. Optimisme mereka terhadap prospek bisnis dan perusahaan yang dimiliki dalam tiga hingga enam bulan ke depan juga meningkat. Artinya, pertumbuhan penjualan dan laba diperkirakan akan tetap tinggi dalam tiga hingga enam bulan mendatang.
Meski begitu, tingkat kepercayaan CEO terhadap pemerintah menurun. Indeks Sentimen Bisnis terhadap pemerintah turun 4,2 persen. Tiga komponen penyusun indeks ini mengalami penurunan: kepercayaan terhadap pemerintah mengendalikan harga (turun 17,8 persen), kepercayaan terhadap pemerintah menyediakan sarana umum (turun 13,0 persen), dan kepercayaan terhadap pemerintah mendorong pertumbuhan pasar (turun 10,3 persen).
Indeks Sentimen Bisnis:
Indeks disusun berdasarkan survei terhadap sekitar 700 CEO atau direktur perusahaan besar dari berbagai sektor: konstruksi, pertanian, keuangan, transportasi dan komunikasi, manufaktur, perdagangan, hotel dan restoran, jasa, dan lain-lain (pertambangan). Cara pengambilan sampel menggunakan metodologi statistik untuk merepresentasikan penilaian direktur perusahaan dari berbagai sektor yang ada di Indonesia secara akurat.
Interpretasi indeks cukup sederhana: jika angka indeks di bawah 100, dapat dikatakan bahwa respons negatif (pesimistis) melebihi jumlah respons positif (optimistis). Sebaliknya. Indeks yang turun menggambarkan keadaan bisnis yang memburuk, dan sebaliknya.
Indeks dirancang untuk mengukur penilaian pelaku bisnis terhadap keadaan perusahaan mereka masing-masing, keadaan sektor industri yang digeluti dan keadaan ekonomi serta bisnis mereka secara umum, baik pada waktu sekarang maupun ekspektasi mereka enam bulan mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo