Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LISTRIK di perusahaan percetakan itu tiba-tiba padam ketika Farida sibuk melayani pelanggan. Aktivitas di CV Inti Grafika yang terletak di Jalan Pattimura, Kecamatan Kotabaru, Jambi itu terhenti seketika. "Sudah hampir satu bulan listrik byar-pet," kata Farida menggerutu, Selasa pekan lalu. Bahkan, dalam satu pekan, bisa dua hingga tiga kali listrik padam di kota yang dibelah oleh Sungai Batanghari itu.
Bukan cuma aktivitas kerja yang terhambat, percetakan yang persis terletak di depan lembaga pemasyarakatan kelas IIA Jambi itu mesti mengeluarkan ongkos tambahan untuk membeli solar buat bahan bakar genset. Kerugian juga dialami Usman, pengusaha warung Internet di kawasan Thehock, Jambi. "Sejak listrik sering mati, pelanggan menurun drastis hingga 50 persen," katanya. Adapun Mustopa, 47 tahun, yang membuka usaha servis elektronik, cuma bisa mengelus dada setiap kali listrik padam.
Warga Jambi belakangan ini mesti bersabar. Soalnya, pemadaman masih berlanjut hingga satu bulan lagi. Menurut M. Tambunan, juru bicara PLN Jambi, perusahaan listrik pelat merah itu terpaksa melakukan pemadaman bergilir hingga satu bulan ke depan, terutama siang hari, karena jaringan listrik di kota itu masih dalam pemeliharaan dan perawatan. "Jaringan banyak yang rusak akibat usia dan baru sebagian kecil yang diperbarui," katanya.
Persoalan pasokan setrum inilah-tidak cuma terjadi di Jambi-yang membuat kinerja sektor kelistrikan terhadap pencapaian produk domestik bruto mengalami kemunduran sepanjang triwulan tiga 2010. Merujuk pada survei Danareksa Research Institute, sektor listrik, gas, dan air bersih cuma tumbuh 3,2 persen. "Padahal sektor ini biasanya tumbuh di atas 10 persen dalam beberapa tahun terakhir," kata Purbaya Yudhi Sadewa, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute.
Hingga kuartal keempat tahun lalu, sektor ini tumbuh dengan laju 14 persen. Namun, memasuki 2010, tren pertumbuhannya melambat hingga di bawah 10 persen. Pertumbuhan sektor listrik yang dalam lima tahun terakhir rata-rata 7,1 persen, pada triwulan ketiga cuma berekspansi 3,8 persen. Menurut Yudhi, lambatnya pertumbuhan listrik perlu diwaspadai karena menggambarkan seretnya suplai listrik ke masyarakat.
Seretnya pasokan setrum tak lepas dari persoalan infrastruktur listrik. Untuk urusan satu ini, merujuk pada data World Economic Forum, Indonesia memang tertinggal oleh negara-negara tetangga. Peringkat daya saing Indonesia berdasarkan pilar infrastruktur cuma berada di urutan 82, jauh tertinggal oleh Malaysia yang berada di urutan 30. Khusus urusan suplai listrik, Indonesia bahkan menclok pada urutan 97. Padahal permintaan sambungan listrik, baik industri maupun rumah tangga, terus meningkat.
Persoalan ini tidak lepas dari realisasi pembangkit baru yang banyak molor. Dihubungi Selasa siang pekan lalu, Direktur Perencanaan dan Teknologi PLN Nasri Sebayang mengakui ada beberapa program pembangkit 10 ribu megawatt tahap pertama yang tadinya ditargetkan rampung akhir tahun lalu, kemudian digeser ke tahun ini, tapi baru bisa beroperasi penuh sebelum 2012. Di antaranya pembangkit listrik tenaga uap Labuan, Rembang, dan Indramayu. Keterlambatan ini, salah satunya, dipicu oleh leletnya pencairan pinjaman sehingga pengerjaan proyek rekayasa, pengadaan barang, dan konstruksi terlambat.
Alhasil, dua unit pembangkit Indramayu berkapasitas 2x330 megawatt baru akan beroperasi awal tahun depan. Satu unit berikutnya akan menyusul pada September 2011. Adapun dua unit pembangkit Rembang-masing-masing berkapasitas 315 megawatt- dijadwalkan beroperasi akhir tahun ini. "Satu unit berikutnya akan menyusul pada April tahun depan," kata Nasri.
Pembangkit listrik tenaga uap Lontar, di Teluk Naga, Tangerang, yang semula ditargetkan beroperasi Agustus lalu, ditunda hingga April tahun depan. Dua unit sisanya ditargetkan rampung pada Juni dan Agustus 2011. Menurut Nasri, pasokan dari pembangkit Lontar ini diharapkan bisa menopang kebutuhan listrik bukan cuma Jakarta, melainkan juga sistem kelistrikan Jawa-Bali, yang memakan porsi 70 persen dari seluruh kelistrikan nasional.
Tidak cuma itu. Tambahan pasokan juga diharapkan datang dari pembangkit listrik tenaga uap Paiton dan Suralaya, masing-masing dua unit berkapasitas 600 megawatt. "Tadinya dua pembangkit itu diharapkan rampung tahun ini, tapi meleset dan baru bisa beroperasi tahun depan," ujar Nasri.
Nah, di luar skema 10 ribu megawatt tahap pertama, masih ada tambahan pasokan dari pembangkit listrik swasta Cirebon dan pembangkit Tanjung Jati B unit 3 dan 4. Semua pembangkit berkapasitas 600 megawatt ini mulai mengalirkan setrum pada awal 2012. "Bila semua sudah beroperasi, suplai listrik setelah 2011 akan mendekati ideal," kata Nasri.
Targetnya, daerah yang selama ini gelap-gulita bisa mulai dialiri listrik. "Dengan adanya tambahan pasokan itu, masyarakat bisa menyambungkan listrik tanpa harus masuk daftar tunggu," kata Direktur Utama PLN Dahlan Iskan.
Rasio elektrifikasi seluruh Indonesia baru mencapai 65 persen. Jadilah sepertiga Indonesia masih gelap hingga kini. Di Jawa-Bali saja, rasio elektrifikasinya masih di bawah 75 persen. Itu sebabnya, kata Nasri, program listrik masuk desa di Jawa masih berlangsung hingga kini. Perusahaan ini juga berencana menambah pembangkit 55.484 megawatt hingga sembilan tahun ke depan. Dengan target rasio elektrifikasi 92 persen pada 2019, perusahaan setrum pelat merah ini berikhtiar melayani sambungan listrik 3 persen tiap tahun, atau sekitar satu juta pelanggan baru. Namun, apa daya, target ini kerap meleset. Menurut Dahlan, peningkatan elektrifikasi sesungguhnya kewajiban pemerintah, bukan tanggung jawab PLN.
Sumber Tempo membisikkan, PLN sebenarnya bisa ikut mendorong peningkatan elektrifikasi. Masalahnya, PLN tak punya banyak dana investasi untuk menyediakan infrastruktur kelistrikan, termasuk masalah sepele seperti pemasangan tiang listrik. Puluhan triliun rupiah dana subsidi listrik dari pemerintah hanya cukup untuk biaya operasional PLN. "Tak cukup untuk membangun infrastruktur dan jaringan listrik baru," katanya.
Pendapatan PLN memang cuma bersumber dari penjualan plus subsidi listrik. Total pendapatan itu tidak bisa untuk berinvestasi. Pendapatan hanya cukup menutup biaya operasi. Bahkan, untuk membayar energi primer saja, semisal minyak, gas, dan batu bara, pendapatan PLN tidak cukup.
Tahun depan, perusahaan pelat merah ini berikhtiar menanamkan investasi US$ 9,7 miliar (Rp 87,3 triliun). Angka itu naik 19 persen dari dana investasi tahun ini. Dana jumbo itu disiapkan agar kapasitas listrik tumbuh sesuai dengan target, yakni rata-rata 9 persen per tahun. Itu sebabnya, selain bujet pemerintah, sumber pendanaan berasal dari pinjaman pemerintah, dan pinjaman sejumlah institusi, seperti Asian Development Bank, Bank Dunia, dan Japan International Cooperation Agency.
Menurut Yudhi, pertumbuhan listrik 9 persen harus digapai agar pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 6 persen. Bila tidak, permintaan listrik rumah tangga dan industri-sekitar 7 persen per tahun-akan sulit dipenuhi. Kegagalan memenuhi permintaan listrik bisa menghambat laju pertumbuhan ekonomi.
Yandhrie Arvian (Jakarta), Syaipul Bakhori (Jambi)
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (year on year)*
Subsektor | Q3 2010 | Rata-rata 5 tahun |
Listrik | 3,8 | 7,1 |
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (QoQ)*
Subsektor | Q3 2010 | Rata-rata 5 tahun |
Listrik | - 0,6 | 2,4 |
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (year on year)
  | Q3 2007 | Q3 2008 | Q3 2009 | Q3 2010 |
Kelistrikan, gas, dan air bersih | 11,3 | 10,4 | 14,5 | 3,2 |
Dalam persen *)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo