Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengatakan pemerintah perlu membenahi sejumlah masalah sebelum menjadikan Stasiun Manggarai menjadi sentral kereta rel listrik, kereta bandara, dan kereta api jarak jauh.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno, mengatakan rencana alih fungsi Stasiun Manggarai menjadi sentral sudah tepat. Karena Manggarai merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Primer dengan perkantoran, perdagangan, dan jasa serta stasiun terpadu dan titik perpindahan beberapa moda transportasi dengan konsep Transit Oriented Development (TOD).
Kawasan Manggarai termasuk Kawasan Strategis Ekonomi Provinsi DKI Jakarta dengan arahan pengembangan kawasan perdagangan, jasa, perkantoran dengan mengintegrasikan antarbangunan dan menyediakan ruang untuk sektor informal dan ruang terbuka publik.
Selain itu, Stasiun Manggarai berada dekat dengan pusat kegiatan primer perdagangan jasa di Kawasan Sudirman dan Kuningan serta kawasan segitiga ekonomi di Jatinegara dan kawasan strategis sosial budaya di Menteng dan Taman Ismail Marzuki (TIM).
Akan tetapi, Djoko menekankan perlunya persiapan matang yang didukung dengan perubahan layanan serta fasilitas yang menunjang. Kekhawatiran publik terkait menumpuknya penumpang di Stasiun Manggarai, kata Djoko, dapat diantisipasi dengan perubahan dari beragam infrastruktur di stasiun.
“Dengan ukuran bangunan stasiun itu 100 x 100 meter pastinya padat, kalau tidak padat bukan stasiun modern. Yang penting daya dukungnya memadai, baik di dalam stasiun maupun di luar stasiun. Saat ini Stasiun Manggarai dinilai masih mengantongi masalah dalam infrastruktur pelayanan ke konsumen,” kata Djoko dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 5 Juni 2022.
Akses Menuju Stasiun Manggarai Tidak Memadai
Ia mengatakan permasalahan paling mendesak adalah akses menuju Stasiun Manggarai yang kurang memadai, dengan jalan sempit dan lingkungan sekitar yang padat, semrawut, dan tidak teratur.
Ruas jalan Tambak dan Jalan Manggarai Utara merupakan jalan sempit. Selain itu, terdapat beberapa titik penyempitan jalan yang menjadi penyebab kemacetan, antara lain di terowongan lintas bawah Manggarai, area drop off depan stasiun, dan jembatan dekat pintu air.
“Apabila rencana ini benar terjadi, agar pemerintah menuntaskan problem tersebut lebih dahulu. Salah satunya memikirkan daya tampung dari Stasiun Manggarai,” tutur Joko.
Akses jalan dan kapasitasnya, menurut Joko, seharusnya tidak jauh berbeda dengan di Stasiun Gambir, termasuk lahan parkir untuk kendaraan bermotor dan tidak bermotor. Adapun alasan teknis pemilihan lokasi tersebut karena tidak hanya KA jarak jauh, namun Stasiun Manggarai juga disiapkan sebagai pusat perlintasan kereta bandara dan kereta listrik commuter line (KRL). Akibatnya, fungsi Stasiun Gambir akan beralih menjadi stasiun biasa sebagaimana stasiun lain yang dilintasi KRL.
“Stasiun Manggarai adalah stasiun sentral yang pengembangannya masih memungkinkan berdasarkan pertambahan frekuensi jumlah perjalanan KA, meliputi KRL, KA Jarak Jauh maupun Kereta Bandara. Dengan pemusatan Stasiun Manggarai, maka bottleneck berupa perlambatan headway atau kereta masuk ke stasiun berikutnya tidak akan terjadi seperti sekarang ini,” terang akademisi Program Studi Teknik Sipil Unika Soegijapranata ini.
Ia menjelaskan saat ini bottleneck terjadi ketika KRL hendak masuk Stasiun Manggarai dan harus menunggu kereta yang lain lewat dulu. Ia berharap PT KAI bisa mengentaskan masalah ini. PT KAI saat ini telah menerapkan peralihan sinyal atau switch over 5 (SO 5) sebagai salah satu upaya menata lalu lintas kereta di dalam Stasiun Manggarai.
“Baik itu KRL, kereta jarak jauh, kereta bandara pun bisa dipusatkan di Stasiun Manggarai. Karena pengembangan Stasiun Manggarai memang didesain untuk perencanaan pengembangan jika kapasitas penumpang sudah semakin tinggi,” katanya.
Kendati demikian, yang perlu diperhatikan jika Stasiun Manggarai menjadi pusat perlintasan dan persinggahan kereta, maka akses atau jangkauannya perlu ditambah. Ia menyarankan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dilibatkan untuk membuka lahan yang saat ini banyak dimanfaatkan warga sebagai tempat hunian di sekitar Manggarai.
“Pengembangan Stasiun Manggarai masih memungkinkan untuk dilakukan pada 5-10 tahun mendatang. Sebab masih ada Balai Yasa di Manggarai, itu bisa digeser atau dipindahkan untuk kemudian lahannya dikembangkan sebagai stasiun. Bahkan Transit Oriented Development (TOD) juga masih memungkinkan kok untuk dibangun di sekitar Stasiun Manggarai,” tuturnya.
Perlu Dukungan Pemprov DKI Jakarta
Ia menekankan untuk menjadi stasiun besar dengan melayani antarkota, Stasiun Manggarai perlu daya dukung lingkungan seperti parkir. Sementara, banyak lahan di sekitar Manggarai yang dipakai warga. MTI bukan hanya menyoroti penertiban lahan yang butuh waktu. Namun, juga perlu waktu penyediaan pemukiman untuk mengganti hunian yang ditertibkan.
“Untuk mewujudkan Stasiun Manggarai sebagai stasiun pusat perlu dukungan Pemprov DKI Jakarta. Pemprov juga mendapat keuntungan dari adanya stasiun tersebut. Pemprov’DKI Jakarta dapat bangunan stasiun yang megah dan luas,” kata Djoko.
Ia mengatakan PT KAI bisa memanfaatkan lahan miliknya untuk membenahi masalah ini. Melihat data dari PT Kereta Api Indonesia pada 2019, batas aset seusai sertifikasi Hak Pakai Nomor 46 Tahun 1983 lebih kurang luasnya 30,7 hektar, termasuk di dalamnya 1.158 rumah.
“Memang dibutuhkan upaya (effort) lebih untuk penertiban terhadap 23.298 jiwa yang bermukim di lahan aset milik PT KAI dalam upaya mengoptimalkan lahan tersebut,” kata Djoko.
Djoko berharap Stasiun Manggarai nantinya bakal menampung 18 kereta karena saat ini baru 10 kereta saja. Alih fungsi Stasiun Manggarai akan lebih lancar setelah double-double track yang sedang dibangun selesai, di mana jalur kereta Cikarang–Manggarai sudah mulai dipisahkan antara jalur kereta jarak jauh atau antarkota dan kereta perkotaan (komuter).
“Integrasi pun diperlukan untuk memudahkan penumpang beralih moda transportasi. Selain tersedia layanan kereta bandara, juga harus disediakan layanan bus bandara, seperti halnya yang sudah beropertasi di Stasiun Gambir saat ini. Selain itu perlunya Jembatan layang (skybridge) antara Stasiun Manggarai dengan Terminal Manggarai atau Pasar Raya,” kata Djoko.
Baca Juga: Penumpang KRL Keluhkan Harus Transit di Manggarai, Ribet dan Menyulitkan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini