PETANI kini dianggap mampu membeli benih jagung Rp 2.500 per kg. Padahal, sebelum subsidi pemerintah dicabut akhir Maret 1986, harganya cuma seribu rupiah. Tapi jangan salah duga. Benih yang rada mahal itu adalah benih jagung hibrida Cargill 1 (C-1) yang sudah dilepas Menteri Pertanian lima tahun silam. Kini penyilangan untuk menghasilkan benih itu ditangani Perum Sang Hyang Seri. Demikian juga pemasarannya. Seluk-beluk pengaturannya sudah dituangkan dalam sebuah perjanjian dengan PT Cargill Indonesia, awal bulan Agustus. "Cargill bertanggung jawab atas genetiknya dalam produksi," ujar John S. Hamilton, manajer umum bagian benih. Siapa tahu kelak swasembada pangan tidak hanya terbatas pada beras, tapi meluas juga pada jagung. Tahun lalu Indonesia masih mengimpor jagung sekitar 178 ribu ton. Suplai jagung dalam negeri sekitar 2,5 juta ton ternyata masih kurang. Tahun ini diperkirakan maslh akan mengimpor lagi sebesar 150 ribu ton. Dengan benih C-1, hasil produksi antara 6 dan 7 ton per hektar, dari lahan sekitar 3,6 juta hektar, tampak menjanjikan jagung yang berlimpah. "Kalau dibandingkan jagung lokal, kelebihan nilai ekonomis C-1 itu antara 3 dan 5 kali lipat," tambah Richard Kastilani, manajer pemasaran bagian benih. Cargill Indonesia telah memanfaatkan jaringan Cargill -- mencakup 26 negara -- yang mempunyai bank genetik dan stasiun riset itu. Bibit-bibit unggul diimpor Cargill Indonesia dan dikawinsilangkan. Percobaan Cargill Indonesia, antara 1979 dan 1983 itu, sempat menghabiskan sekitar 2 juta dolar AS. Sampai ketemu benih jantan maupun betinanya, yang bila dikawinsilangkan akan menghasilkan jagung C-1 itu. "Kita menjualnya ke Sang Hyang Seri dengan sistem paket," kata Aldi D. Djatijanto, tenaga spesialis hibrida Cargill Indonesia, kepada Gunung Sardjono dari TEMPO. Per paket itu terdiri atas benih jantan dan benih betina dengan perbandingan 1: 4. Cargill Indonesia menjual benih-benih itu dengan harga di bawah Rp 1.700 per kg, sedangkan Sang Hyang Seri menjual dengan harga antara Rp 1.700 dan Rp 1.800. Penyebaran sudah cukup meluas, antara lain di Jawa, Lampung, Sulawesi Selatan. Sedangkan di Bali, Jawa Barat, Sumatera Utara, masih terbatas. Menurut Aldi, hibrida C-1 tak kalah dengan jenis hibrida lain, yang daya tumbuhnya setidaknya 80% seperti yang diizinkan Badan Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Kelebihan benih Cargill ini justru berani menyarankan sebiji benih pada tiap lubang, tak seperti kebiasaan petani Jagung yang menebar dua tiga biji per lubang. Penyakit yang paling menjengkelkan petani, yakni bulai (Sclerospora maydis), juga tak perlu dikhawatirkan. "Genetiknya sendiri sudah tahan, tapi ditambah obat untuk lebih meyakinkan," kata Kastilani. Penggunaan pupuknya, menurut Hamilton, dihitung bisa lebih irit ketimbang memperlakukan kebanyakan jagung lokal. Jagung lokal menghablskan sekitar 50 kg, tapi hibrida C-1 cukup 20 kg saja per hektar Dan dalam waktu sekitar 100 hari sudah siap dipanen. Hasil panen, pak tani yang merasakan. Kelompok Tani Ngudi Rahayu Desa Jangkunghardjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, dua tahun silam telah membuktikan: dari benih hibrida C-1, bisa dihasilkan 6,6 ton per ha. Tapi jangan beranggapan bahwa panenan hibrida C-1 juga akan memberi hasil sama jika ditanam lagi. Benih unggul itu cuma sekah pakan Sang Hyang Sen pun sekadar mengawinsilangkan benih jantan dan betina dalam tenggang 10 tahun, sesuai dengan kontrak. Itu baru soal jagung. "Mungkin nanti benih-benih padi hibrida, yang paling bagus di dunia," tutur Hamilton. Dan masih ada lagi hibrida lain yang sedang dikembangkan, antara lain: bunga matahari hibrida, kapas hibrida, sorgum hibrida, gandum hibrida. Kalau hasilnya sudah oke, nah, tinggal menjalin kerja sama -- dengan pemerintah tentu. S.Hs.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini