Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Nasib Wartawan Tajam

Salamat ali, 45, wartawan pakistan dijatuhi hukuman 1 tahun penjara oleh mahkamah militer dengan tuduhan menghasut & memecah belah persatuan lewat tulisannya di feer. ia pemenang mitsubishi award 1979.(md)

8 Desember 1979 | 00.00 WIB

Nasib Wartawan Tajam
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SULIT dibayangkan .... Sungguh mengerikan," kata Salamat Ali dengan bibir gemetar dari balik jeruji penjara Rawalpindi, Pakistan. "Saya hidup seperti binatang." Pada hari pertama di penjara itu, ia sengaja ditemui Rodney Tasker, redaktur majalah Far Eastern Economic Review (FEER) yang terbit di Hong Kong. Tasker menuliskan pengalaman Ali (FEER 30 November). Wartawan Pakistan yang malang itu mendekam di sebuah ruang seluas 10 kaki persegi bersama 6 narapidana kriminal lain, tanpa kamar kecil maupun persediaan air yang cukup. Di sel kelas C penjara Rawalpindi ini pernah mendekam Zulfikar Ali Bhutto, sebelum bekas perdana menteri itu menghadapi saat terakhir di tiang gantungan. Dan pekan lalu sesudah mahkamah milirer Islamabad bersidang hanya dalam 2 hari, Ali dijatuhi hukuman 1 tahun penjara. Menurut mahkamah, ia terbukti lewat tulisan An upheaval is forecast (FEER 19 Oktober) sengaja menghasut dan memecah belah persatuan. Hakim militer Mayor Ahmed Munir menyebut tulisan Ali itu "menciptakan kebencian yang meluas di kalangan penduduk. " Menyimpang dari kebiasaan, Hakim Mayor Munir menjatuhkan keputusan dengan ridak menjelaskan pertimbangan hukum yang mendasari hukuman itu. Hanya beberapa menit diperlukan untuk mengambil keputusan tadi. Pengacara yang membela Ali menyatakan naik banding ke Pengadilan Tinggi di Lahore. Alasannya, "Ali seharusnya diadili sebuah pengadilan sipil, bukan oleh mahkamah militer." Rezim Jenderal Zia-ul Haq tampaknya sedang mengembangkan gaya kebebasan pers yang bertanggungjawab. Ali merupakan wartawan pertama Pakistan yang dijatuhi hukuman karena tulisannya sejak penyensoran keras dikenakan atas pers Pakistan pertengahan Oktober lalu. Bersamaan dengan keputusan mahkamah militer itu, pemerintah Pakistan juga membabat suatu koran berbahasa Inggris, The Morning News di Karachi. Ali di seret ke kantor polisi sebelum akhirnya dijebloskan ke penjara Rawalpindi dari rumahnya yang tak jauh dari Islamabad pada tengah malam 13 November lalu. Undang-undang Darurat Perang Pasal 413 dan 15 -- karena tulisan itu -- dapat mengancam Ali dengan hukuman mati. Tapi setelah Yayasan Pers Asia dan banyak organisasi wartawan menyampaikan resolusi yang menuntut perlindungan atas kebebasan wartawan, Presiden Zia rupanya tidak ingin terpojok untuk kedua kalinya. Ia pernah mendapat kecaman pedas karena perisriwa penggantungan Ali Bhurto. Bisa dipahami kalau rezim militer Pakistan gusar membaca artikel yang menguliti kebobrokan dan kerawanan negeri itu -- meski majalah FEER hanya beredar 1.500 eksemplar di sana. Di Balukistan salah satu dari 4 propinsi Pakistan, menurut Ali, kini muncul gerakan kebangkitan yang dipelopori kelompok militan. Selama hampir 30 tahun ini Balukistan yang terkebelakang itu sudah 3 kali digempur pihak tentara. Akibat aksi militer itu, dalam tahun 70an saja sudah 7.000 kepala keluarga mengungsi ke wilayah Afghanistan. Diganyang Tentara Penduduk yang melarat di Balukistan ini kebanyakan hidup dari beternak biri-biri dan bercocok tanam. Daerah itu sesungguhnya kaya akan bahan tambang, tapi justru orang luar Balukistan yang menikmatinya. Mereka yang berusaha memperbaiki hidup dengan melakukan penyelundupan kecil-kecilan, selalu diganyang tentara. "Jangan bersikap keliru terhadap orang yang berdiam diri," kata seorang politikus Balukistan kepada Salamat Ali. "Bila suatu saat terjadi orang saling bunuh, tidak akan seorangpun tahu sebabnya mengapa ia melakukan itu." Salamat Ali, 45 tahun, adalah pemenang Mitsubishi Award 1979 yang diberikan Yayasan Pers Asia karena prestasinya. Ayah dari 4 anak ini dinilai sebagai wartawan yang mampu menterjemahkan dengan analisa tajam keadaan Pakistan selama 15 tahun terakhir ini. "Pandangannya yang tajam mengenai gejala politik di Pakistan," kata piagam itu, "mengagumkan banyak sejawatnya di Asia. " Dengan peristiwa Salamat Ali itu, makin kaya riwayat kepahitan para wartawan FEER di berbagai negara Asia Selatan dan Tenggara. Tahun lalu Rodney Tasker diusir dari Manila karena tulisannya tentang Filipina Selatan. Norman Peagam tahun 1976 hanya diberi waktu 3 jam untuk segera meninggalkan Bangkok. Ho Kwon Ping di Singapura 2 tahun lalu dijebloskan ke penjara dengan tuduhan orang kiri. Sedang K. Das diusir dari Serawak. Beberapa edisi FEER yang memuat tulisan tentang Indonesia dari wartawannya di Jakarta, David Jenkins, pernah juga dilarang masuk ke sini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus