Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, Ahmad Nasrullah, memastikan pihaknya bakal memperketat penjualan produk unit link yang dilakukan oleh perusahaan asuransi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
OJK di antaranya akan mengatur soal besar pembebanan biaya unit link yang dikenakan kepada nasabah asuransi. Salah satunya adalah biaya akuisisi yang persentasenya cukup besar di tahun awal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Besarnya biaya itu, kata Nasrullah, yang membuat dana terkumpul untuk investasi di tahun awal menjadi kecil. Akibatnya, pertumbuhan dana nasabah baru bisa terbentuk setelah beberapa tahun.
"Biaya-biaya mau kami atur," ucap Nasrullah dalam webinar pada Jumat, 28 Januari 2022. "Kami ingin menghindari biasanya di awal, premi langsung dipotong biaya sangat besar, bisa mungkin 80 persen."
Nasrullah menjelaskan bahwa pada aturan baru akan mengatur dana minimal, dana investasi yang harus dipertahankan. "Sebelumnya tidak ada. Jadi tidak boleh lagi ada produk, di awal duitnya langsung habis untuk bayar biaya akuisisi. Minimal harus ada sekian persen," katanya.
Menurut dia, tidak adanya pengaturan terkait biaya tersebut membuat banyak nasabah mengeluhkan bahwa pada tahun awal dananya langsung habis. Untuk itu, di masa mendatang, perusahaan asuransi harus menerapkan pola pembebanan biaya yang sedapat mungkin proporsional agar pada tahun-tahun awal sudah terbentuk dana investasi untuk pemupukan dana ke depan.
Dengan pengaturan biaya ini, kata Nasrullah, memungkinkan nasabah dapat menikmati hasil investasi dari produk unit link pada tahun-tahun awal.
Nasrullah menyebutkan ketentuan terkait biaya tersebut menjadi salah satu poin yang akan diatur dalam Surat Edaran (SE) mengenai PAYDI dapat dirilis OJK dalam waktu dekat. Ia memperkirakan aturan baru PAYDI atau unit link bisa terbit paling lambat bulan depan.
"Aturan ini sudah final. Mungkin hitungan minggu kami akan keluarkan, tinggal proses administrasi saja," katanya.
Menanggapi rencana tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu setuju bahwa pengalokasian premi pada produk unit link memang harus diatur secara proporsional.
Togar mencontohkan, sebaiknya otoritas mengatur detail misalnya soal dari premi yang dibayarkan oleh nasabah, berapa yang dialokasikan ke investasi dan berapa untuk proteksi. "Itu yang fair," ucapnya.
Pasalnya, menurut dia, yang diketahui umum oleh nasabah adalah unit link adalah produk proteksi dan investasi. "Tapi begitu premi dikasih, masuknya ke proteksi semua."
Dosen Program MM-Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada dan pengamat asuransi Kapler A. Marpaung mendorong OJK mengatur besaran biaya akuisisi di produk unit link agar tidak terlalu besar dan berpotensi merugikan nasabah.
"OJK harus berani meminta perusahaan asuransi supaya biaya akuisisi jangan terlalu besar," kata Kapler ketika dihubungi.
Ia menyebutkan, dalam pembebanan biaya unit link selama ini ternyatata biaya akuisisi yang diterapkan di tahun pertama cukup besar. "Kalau premi berkala, misal tahun kedua atau ketiga dibatalkan, nasabah tidak mendapat pengembalian dana, terlepas dari nilai investasi produk tersebut positif atau negatif," tuturnya.
Sebelumnya, kelompok yang berisi nasabah pemegang polis asuransi unit link dari tiga perusahaan asuransi mengadukan masalahnya ke Ombudsman RI dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Tiga perusahaan asuransi itu adalah PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri), PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia), dan PT AIA Financial (AIA).
Kelompok yang menamakan diri sebagai Komunitas Korban Asuransi itu pada pertengahan bulan ini telah menjalani mediasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tapi mentok. Koordinator Komunitas Korban Asuransi, Maria Trihartati, mengatakan, mediasi dengan OJK yang dilakukan pada Selasa lalu, 11 Januari 2022, gagal karena nasabah hanya ditawari pengembalian dana sebesar 50 persen.
"Kami tidak bersedia. Mengingat kerugian kami yang tidak sedikit, kami hanya bersedia jika dilakukan secara full refund saja," kata Maria lewat keterangan tertulis, Kamis, 13 Januari 2022.
Apalagi, kata Maria, mayoritas korban asuransi unit link ini berlatar belakang ekonomi sangat tidak layak. Sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai pedagang. Ia menyebutkan, sebelumnya ada 350 lebih nasabah dari ketiga perusahaan yang tergabung dalam Komunitas Korban Asuransi. Total kerugian yang ditaksir mencapai hampir Rp 15 miliar.
BISNIS
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.